Share

04. Tunangan

Inilah yang paling Reyna suka dari anak kecil, mereka terlihat sangat menggemaskan saat tertidur. Wajah polos tanpa dosa itu selalu membuat Reyna merasa nyaman melihatnya. Reyna fokus memperhatikan wajah Felix yang terlelap di bahu milik Sicheng. Setelah sampai di stasiun terdekat ke rumah Felix, mereka harus berjalan kaki terlebih dahulu sekitar 8 menit untuk sampai ke rumah Felix dan Sicheng dengan senang hati menawarkan diri untuk menggendong Felix agar anak itu tetap dapat tertidur tanpa terganggu. Benar saja, Felix terlihat sangat nyaman menyenderkan kepalanya di bahu Sicheng. 

"Yang mana rumah Felix?" Tanya Sicheng yang masih setia berjalan mengikuti Reyna sambil menggendong Felix di pelukannya.

"Di pertigaan itu, yang atapnya berwarna merah tua" Reyna menunjuk pertigaan yang jaraknya hanya 7 meter dari tempat mereka berdiri sekarang.

------

Gadis berambut hitam lurus itu mengetuk pintu utama rumah keluarga Felix, tidak ada sahutan dari dalam. Rumah ini kelihatan sepi, Adeline--- ibunya Felix sepertinya belum pulang dari restoran. Mungkin tadi pagi saat akan mengantar Felix sekolah, Adeline lupa mengunci pagar rumahnya sehingga Reyna, Felix, dan Sicheng bisa masuk ke halaman depan rumah. 

2 menit berlalu akhirnya sebuah mobil putih memasuki halaman rumah ini. Jelas itu mobil milik Adeline. Wanita itu buru-buru memarkirkan mobilnya saat melihat Reyna dan Felix juga seorang pria yang ia yakin belum pernah ia lihat sebelumnya.

"Hey, aku minta Maaf telah merepotkanmu Rey, tadinya aku ingin menjemput Felix, tapi tiba-tiba ada sedikit masalah kecil di resto yang harus diselesaikan" Adeline membuka pintu rumahnya.

Rahang Sicheng hampir jatuh ke tanah saat melihat wanita yang ternyata ibunya Felix itu. Demi apapun selama lebih dari 500 tahun hidup, Adeline adalah wanita tercantik yang pernah ia lihat, bahkan lebih cantik dari Elena, Ah Sicheng jadi kembali teringat kehidupannya 100 tahun yang lalu saat ia sedang menjalankan tugas seperti sekarang ini juga. 

Sicheng yakin, tuhan pasti sedang dalam keadaan sangat bahagia saat menciptakan Adeline. Tidak heran sebenarnya, Felix saja serupawan itu. Menurut Sicheng Felix bisa saja menjadi model anak seperti yang sering ia lihat di majalah beberapa waktu lalu. 

"Terima kasih tuan sudah repot repot menggendong Felix, pasti ia lumayan berat sekarang karena ia tidak berhenti makan" Adeline memindahkan Felix dari gendongan Sicheng ke Pelukannya. Sicheng hanya mengangguk pelan sambil tersenyum.

"Kalian masuk saja, tunggu sebentar di ruang tamu Rey, aku mengantar Felix dulu ke kamarnya. Setelah itu baru kita berkenalan tuan. Aku sedikit penasaran sebenarnya karena Reyna sama sekali tidak pernah membawa atau menceritakan teman prianya padaku" Adeline memasuki rumahnya diikuti oleh keduanya.

Reyna dan Sicheng hanya duduk diam di sofa ruang tamu rumah Adeline, tidak membicarakan apapun karena memang tidak ada yang perlu dibicarakan. Reyna sudah mulai menanamkan dalam pikirannya untuk tidak memulai pembicaraan dengan Sicheng kapanpun itu karena ujungnya dia akan tersulut emosi setiap berbicara dengan makhluk jadi-jadian itu. 

"Hey apa-apaan ini, jangan perlakukan aku seperti tamu. Aku bisa mengambil apapun yang kuinginkan di sini, bukan?" Ujar Reyna saat melihat Adeline datang membawa nampan berisi dua cangkir teh dan beberapa kukis yang ia buat. Adeline memang sangat suka memasak. 

"Ini sebenarnya bukan untukmu Reyna, tapi untuk tuan tampan ini" jawab Adeline dengan nada yang membuat semua orang akan menyukai setiap saat berbincang dengan Adeline. 

"Terima kasih banyak untuk minumannya Adeline" ucap Sicheng ramah pada Adeline walaupun sebenarnya ia tidak akan meminum teh tersebut meski secangkir teh itu terlihat akan sangat menyejukkan ketika diminum.

"Sebelumnya Perkenalkan, namaku Dong Sichèng atau kau bisa memanggilku Mike karena Reyna juga memanggilku dengan nama itu, Reyna sudah banyak menceritakan tentang kau dan Felix kepadaku sebelumnya" Sicheng mengulurkan tangannya, berinisiatif memperkenalkan diri terlebih dahulu. Reyna mendengus pasrah mendengar bualan gila Sicheng. Kapan ia banyak menceritakan Adeline kepada Sicheng, bahkan pria itu baru tadi bertemu Felix dan Reyna hanya bercerita sedikit tentang keluarga Felix kepadanya. Dasar aneh.

"Oh yaa? Apakah ia menceritakan hal baik tentangku atau sebaliknya? dan kalau boleh tau sebenarnya hubunganmu dan Reyna itu apa? sebatas teman atau mungkin kau adalah pacar nona es ini? Oh tapi sepertinya bukan--- astaga maaf aku terlalu banyak bicara Mike" Adeline menyalahkan dirinya sendiri yang terlalu banyak berbicara menurutnya padahal Sicheng sama sekali tidak keberatan mendengar ocehan wanita yang selama ini telah banyak membantu Reyna. Sedangkan Reyna sedari tadi hanya fokus menatap layar ponsel pintar miliknya dan sesekali melirik ke arah dua orang yang sedang asik bercengkerama di sebelahnya. 

"Wah sepertinya Reyna tidak membicarakan sedikitpun tentangku padamu, tapi tidak apa biar aku saja yang memberitahumu" Sicheng kembali meletakkan kukis yang ia sempat ia ambil. 

"Sebenarnya aku dan Reyna sudah bertunangan beberapa bulan yang lalu" lanjutnya lagi yang Reyna juga Adeline langsung memasang wajah terkejut mendengar perkataan Sicheng. Terlebih lagi Reyna, ia sampai mengumpat dan memaki Sicheng dalam hatinya.

"Tunangan apa maksudmu?" Reyna sampai tidak sadar memukul paha Sicheng saking tidak mengertinya ia pola pikir manusia -- ralat, makhluk ini. 

"Ada apa denganmu Reyna? Kau lupa kita sudah bertunangan? Lalu apa itu yang di jari manis tangan kirimu?" Sicheng tersenyum namun terlihat lebih seperti ejekan di mata Reyna, dan lebih parahnya saat ia melihat jarinya benar saja di situ terpasang manis sebuah cincin titanium dengan diamond berwarna biru transparan di tengahnya. Reyna shock, dari mana datangnya cincin sialan ini, jelas ia tidak pernah memakai cincin selama dua tahun terakhir, dan juga ia tidak pernah memiliki cincin ini. 

"Reyna sepertinya banyak yang harus kau jelaskan padaku, bagaimana bisa kau tidak memberitahuku hal sebesar ini padahal kau bilang aku adalah saudaramu" Protes Adeline yang juga masih bingung dengan situasi yang ada di hadapannya sekarang ini.

----

"Dasar bajingan gila sialan!" ujar Reyna dengan penuh penekanan di setiap katanya. Ia berjalan penuh emosi dan sebisa mungkin pergi menghilang jauh dari pria yang dianggapnya gila itu, tapi sepertinya tidak mungkin karena jelas pria itu sedang berjalan juga tepat di belakangnya. 

"Siapa yang gila Reyna?" Tanya Sicheng sekenanya.

"KAU! Kau yang gila! Aku tidak pernah menemukan manusia yang lebih gila darimu" Reyna hampir berteriak jika saja ia tidak sadar sedang berjalan di trotoar. Walaupun tidak terlalu ramai tapi pasti seseorang akan melirik aneh kepadanya jika ia sampai berteriak di tempat umum seperti ini. 

"Tapi aku bukan manusia" 

"What ever! Makhluk apapun kau, sungguh aku tidak mengerti lagi Mike. Dari mana datangnya cincin sialan ini?" Reyna mengangkat tangan kirinya tepat dihadapan wajah Sicheng.

"Itu hadiahku untukmu, bukannya kau sudah lama ingin mempunyai cincin seperti itu? Dan sekarang kau sudah memilikinya, bahkan kau mempunyainya secara berpasangan dengan pria paling keren se-ibu kota Jerman ini" lihat, Sicheng memang memiliki sifat seperti ini. Bagaimana bisa Reyna sabar dengan segala bualan omong kosong tidak berbobot milik pria yang ia anggap tidak waras itu.

"Gila! Kau benar-benar tidak waras" Reyna mempercepat langkahnya. Ia sungguh ingin cepat sampai ke flatnya setidaknya untuk mengistirahatkan tubuh serta otaknya dari 'siksaan' makhluk tidak waras menurutnya itu. 

"Kau jangan suka marah-marah Rey, nanti kau akan cepat tua" 

"Kau yang tua! Sudah tua, gila, aneh lagi" Reyna benar-benar mengeluarkan semua kekesalan yang ia rasakan hari ini tepat di telinga Sicheng. Reyna harus bersyukur karena kondisi jalanan siang ini tidak terlalu ramai. 

Gadis itu berjalan dengan kepala panas sampai memasuki stasiun U-Bahn*. Mengambil tiket dan duduk di salah satu kursi tunggu yang ada di sana karena kereta menuju tempatnya akan tiba dalam 7 menit. Sebisa mungkin Reyna tidak menganggap keberadaan Sicheng meskipun pria itu persis duduk disebelahnya. 

"Aku minta maaf karena sudah membuatmu kesal" ujar Sicheng tiba-tiba. Ini pertama kalinya ia minta maaf setelah beberapa hari terakhir selalu membuat Reyna naik darah. 

"Tidak perlu minta maaf. Nanti kau juga akan membuatku kesal kembali" jawab Reyna sekenanya. 

"Reyna" panggil Sicheng. 

"Apalagi Mike? Bisakah kau duduk tenang dan tidak berbicara paling tidak sampai nanti malam. Sungguh aku sangat lelah sekarang" 

"Padahal aku ingin membahas hal penting" 

"Hal apa lagi?" 

"Tentang tunangan. coba kau pikirkan lagi Rey, jika orang tau kita bertunangan bukankah akan lebih memudahkanmu?" 

"Apanya yang memudahkanku?! Dengan kemunculanmu saja hidupku sudah terasa berat, apalagi jika harus membual ke semua orang bahwa kita bertunangan" Reyna menarik napasnya perlahan untuk meredam emosinya. Sungguh setiap kata yang keluar dari mulut Sicheng menurutnya tidak ada yang masuk akal. Entah dari apa terbuat otak pria itu, atau mungkin tubuhnya belum dilengkapi otak. 

"Maksudku lihatlah dirimu, kau tidak punya kekasih. Dan tetangga flatmu juga tau kalau kau masih gadis. Apa yang akan mereka katakan kalau setiap hari ada pria asing yang masuk dan tinggal di tempatmu. Bukankah mereka akan melaporkanmu ke pihak keamanan jika keadaannya seperti itu" Sicheng memaparkan pendapatnya sambil sesekali menatap ke jam tangan di tangan kirinya. Kenapa 7 menit terasa sangat lama, rasanya ia ingin membawa Reyna berteleportasi saja agar sampai dalam hitungan detik di flat milik Reyna.

"Bicara apa kau? Apakah kau benar-benar akan mengikutiku selama 1 tahun ini dan tinggal di rumahku? Dan juga kenapa kau membawa-bawa statusku? siapa yang peduli kalau aku masih single atau sudah janda sekalipun" Reyna kembali protes kepada Sicheng. Bisa-bisanya pria itu membahas tentang statusnya. 

"Tapi coba kau pikirkan lagi Rey. Aku di sini untuk membantumu, anggap saja aku guardian angel ataupun sesukamu. Aku juga sebenarnya tidak mau melakukan hal seperti ini, aku ingin menikmati hari tuaku sebelum aku dijemput oleh 'mereka' lagi, ini juga salahmu yang mengambil Red Velvet mi-" 

"Berhenti membahas kue sialan itu, lagipula kau sudah memakan habis kuenya. Sudahlah, aku lelah Mike. Lakukan saja semua sesukamu" Reyna mendengus lalu berdiri mendahului Sicheng saat ia mendengar suara U-Bahn mendekat. 

Reyna memasuki gerbong kereta dan mengambil tempat duduk agak di depan. Tidak ada alasannya, hanya karena ingin saja. Sicheng mengikuti Reyna dan duduk tepat di sebelah wanita itu. Reyna menyenderkan kepalanya asal, yang penting ia merasa nyaman. 

"biarkan aku istirahat sebentar, jangan coba-coba mengeluarkan suara kalau kau tidak ingin melihatku marah" Reyna memperingati Sicheng terlebih dahulu sebelum pria itu membuka mulutnya yang bisa membuat kepala Reyna pusing. Sicheng hanya mengangguk pelan untuk mengiyakan perintah Reyna. 

Suasana kereta siang ini tidak terlalu ramai karena ini masih jam kerja kantor pada umumnya. Reyna sepertinya sudah tertidur. Sicheng hanya memperhatikan wajah polos Reyna lalu tersenyum ketika ia mengingat wajah Reyna saat marah selama beberapa hari terakhir ini. Wajah wanita itu akan berubah menjadi kemerahan saat ia sedang emosi karena merasa keberatan dengan setiap kata yang keluar dari mulut Sicheng. 

Semuanya tenang sampai seorang anak yang sedang tertidur di pangkuan ayahnya tiba-tiba terbangun dan menangis histeris, seperti baru melihat hantu saja. Reyna juga sampai terbangun. bukan hanya Reyna, hampir seluruh penumpang yang ada di gerbong itu refleks melihat ke arah ayah dan anak yang berusia kira-kira 2 atau 3 tahun itu. Ayah anak itu terlihat panik dan merasa bersalah karena anaknya menganggu kenyamanan penumpang.

Sicheng jelas paham apa yang terjadi sekarang, saat pertama kali anak itu terbangun ia langsung melihat ke arah Sicheng dan Sicheng menyadari bahwa anak itu bisa melihatnya dengan bentuk yang tidak bisa orang lain lihat. Sama seperti Felix, tapi respon yang anak itu berikan sangat berbeda jauh dengan Felix. 

Anak itu semakin histeris sampai beberapa wanita yang juga merupakan penumpang ikut menenangkannya. Reyna bingung, ia juga hampir berdiri untuk membantu menenangkan anak itu, tapi ditahan oleh Sicheng. Saat itu juga kereta berhenti di stasiun pertama sejak mereka naik tadi. 

"Tidak usah ke sana, kita turun di sini saja" ujar Sicheng saat Reyna duduk kembali 

"Kenapa? Kita turun di stasiun selanjutnya Mike, lagian kau tidak kasihan kepada anak itu?" Reyna mencoba berdiri kembali namun lagi ia ditarik kembali oleh Sicheng. 

"Ayo turun, dia menangis karenaku. Sama seperti Felix, ia bisa melihatku tapi kau tau setiap respon orang berbeda-beda terlebih lagi dia masih sangat kecil. Dia pasti shock melihatku" Sicheng berdiri sambil menarik Reyna untuk berdiri lalu mereka berjalan menuju pintu yang ada di tengah gerbong. Benar saja semakin Sicheng menjauh, tangisan anak itu semakin pelan. Entahlah, Reyna hanya mencoba mengerti semua yang terjadi.

----------

*U-Bahn: jalur angkutan cepat kereta api di Berlin, ibukota dari Jerman, dan sebuah bagian utama dari sistem transportasi umum di kota tersebut.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
keren sih. berasa baca novel terjemahan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status