Share

BABY FOR WE (Little Space)
BABY FOR WE (Little Space)
Penulis: Lightmoon

1. Maafkan Aku

"Aku mau ngangkat anak." Aku terperanjat saat mendengar Chan mengatakan sesuatu yang mengejutkan. 

Ngangkat anak?

"Kamu jangan bercanda, deh!" Sahutku sambil kembali fokus ke majalah yang tengah aku baca. Chan tak menjawab, ia hanya terus fokus meneguk secangkir kopi dan menjelajahi sesuatu di laman ponselnya.

"Chan?" Aku memanggil suamiku sekali lagi, berharap dia merespon. 

Bukan merespon, ia malah menunjukkan foto seorang lelaki yang nampak imut dengan poni koma di dahinya. Ah, imutnya!

"Ini calon anak kita," katanya masih meneguk kopi. 

"Hah??" Aku memekik dengan segera. Orang ini sedang ngelindur? Mimpi? Sinting? Kok bisa-bisanya ia ingin mengadopsi anak yang kemungkinan sudah remaja atau bahkan dewasa. Ia hanya menaruh gelas sambil tersenyum padaku.

"Iya, ini anak kita mulai besok."

Aku tertawa miris menyadari sempitnya posisiku. Ia langsung memutuskan tanpa ingin berunding denganku. Seperti masa bodoh padaku yang kemungkinan belum siap menjadi ibu angkat dari anak yang bahksn  sudah dewasa. 

"Kamu nggak mau nanya aku setuju atau nggak? Kamu nggak mau tahu keadaanku?"

"Persetan dengan perasaanmu, memang kamu peduli juga denganku saat itu?" Pikiranku mencoba traveling ke masa 'itu' yang belum ku temukan.dimana. 

Aku masih terdiam bahkan setelah Chan pergi dari jangkauan mataku. Tiba-tiba angin malam seperti membawa siratan kenangan untuk diriku. Ia seperti datang membawa clue tentang apa yang disinggung Chan.

"Oh, aku tahu...."

Aku benar-benar melemas sekarang. Ku sandarkan tubuhku di punggyng kursi. 

BRAK!

"Kamu kenapa, sih? Dari kemarin nyuekin aku? Padahal aku lagi berduka gini?" Pekikku kesal pada Chan yang terlihat masa bodoh. Aku terbelenggi rasa kesal yang menggebu saat merasa Chan bersikap dingin sedari aku masuk rumah sakit kemarin.

Ia nampak tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. Ia terlihat masih menatap buku yang ia baca. Tak lama kemudia setelah ia melontarkan decihan kesalku sambil berkacak pinggang, ia menoleh ke arahku. 

Ia melihatku dengan tatapan sinis yang bak memiliki pisau.

"Apa? Duka? Kamu berduka? Nggak mungkin, ini kan keinginan kamu." Katanya lalu merunduk lagi dan membolak-balikan halaman. 

Aku bingung.

Apa maksudnya ini keinginanku. Siapa yang mau kehilangan anak? Iyups, aku baru saja mengalami hal yang belum pernah aku pikirkan, keguguran diusia 3 bulan.

"Apa maksud kamu bilang kayak gitu? Gila apa ini keinginanku?!" Sahutku menggertak.

"TERUS APA KALAU BUKAN KEINGINAN KAMU?" Seketika nada Chan jauh lebih tinggi dariku. Aku terkejut sungguh. Ia langsung kembali berdiri dan membentakku lebih keras hingga bisa ku pandang urat-uratnya.

"Kamu yang nggak menjaga bayi itu dengan baik, kamu yang nggak mau istirahat selama kamu hamil, kamu yang nggak mau dengerin aku yang cuma minta satu aja," nada bicaranya merendah, ia berbicara bersama bulir liquid yang mengumpul di pelupuk matanya, "tolong jaga kandungan kamu, dia masih lemah  ini demi kebaikan kamu dan dia."

"Tapi apa? Kamu ngapain selama hamil? Pecicilan sana sini, kan? Setiap aku negur, ada aja alasan. Kalau udah emosi kamu bilang, "kamu kenapa, sih? Jadi cuma anak ini yang kamu pikirin? Kebahagiaanku nggak? Padahal kamu tahu sendiri kan bumil itu harus bahagia?" Dan sekawanannya," katanya mengulang ucapanku. Aku masih terdiam saat itu.

"Iya, kamu bahagia.  Tapi kalo 

cuma bahagia pasti sehat? Hah? Nggak kan? Kalau iya, aku bakal mabuk-mabukan tiap hari!" Ucapnya lagi dengan beberapa penekanan pada kata yang menurut dia memang patut aku dengar, "aku kasih keloggaran untuk kamu kerja, tapi? Kamu tetap minta lebih dengan banyak alasan."

"Hasilnya??? Sekarang??? Kamu lihat, kan?" 

"Kamu keguguran!"

"Janin kita meninggal, anak kita pergi!"

"KITA KEHILANAGAN ANAK KITA!" Bentaknya lagi sambil menarik tubuhku dan menggoyanhkannya kasar. 

Aku memalingkan wajahku dari pandangannya, dalam mata ini juga memendam seribu air mata yang kian menetes. 

"Dan kamu tahu itu karena apa, itu karena kamu! KAMU!" Ujarnya lagi seolah menyudutkanku, "kamu tahu kan aku pengen banget punya anak? Tapi kamu.... Kamu ngehancurin semua itu demi egomu. Harusnya kamu seneng anak itu pergi, biar apa? Biar kamu bebas. Sekarang ini itu udah nggak ada lagi di kandunganmu,"

"JADI KAMU BEBAS!"

Tuntasnya lalu melepas cengkramanku. Ia nampak melangkahkan kakinya pergi dariku. Membiarkan aku tetap terpaku seakan memintaku nencerna ucapannya. Aku tak bisa membalasnya sedikitpun, biasanya aku bisa membela diri. 

Tapi kali ini tdak. Sama sekali tidak.

Aku lemas, tubuhku sangat tak sanggup menopang diri ini, hingga aku bersimpuh menindih bayanganku. Perlahan aku memegang perut yang kini hanyak berisi alat pencernaan dan rahim kosong. Perlahan pula air mataku menetes.

Iya, aku salah. 

Aku sudah benar-benar menghancurkan mimpi keluarga bahagia sekarang. Aku terlalu egois dan memaksakan diri untuk apa yang aku inginkan tanpa tahu nyawa siapa yang aku bawa. Aku bodoh tidak bisa melihat usaha nan penantian Chan atas bayi ini. 

"Maaf.." Lirihku sambil melihat perut ini. Perut yang memiliki rahim tempat singgah anakku sementara. 

Aku selalu merasa bahwa aku dan bayiku kuat serta meremehkan wanti-wanti dokter atas keadaanku. Aku juga memasa bodohi anjuran suami yang jelas sangat mengharapkan dan menjagaku serta anaknya. Ini semua demi cuan dan karier semata, demi ketakutanku akan kehilangan mereka, aku meloloskan anakku pergi.

"Maaf..."

Kataku lagi saat deru  sejuk AC membiarkan ku mengingat segala yang kulakukan terhadap janin ini. Aku sering telat makan bahkan berani diet, aku sering pulang malam, melewatkan vitamin, jarang istirahat. Dikadaan normal, itu adalah hal.biasa untukku yang berkarier menjadi modeling dan aktris teater. Tapi tanpa sadar aku melupakan sosokku yang saat itu sering beraktivitas dengan anakku.

Iya, aku sering beradu mulut dengan Chan. Tapi, kini aku sadar jika dia melakukan itu bukan untuk mencegahku bahagia berkarier, ia melakukannya demi menghindari kejadian hari ini. 

"Maaf sayangku, mama sudah secara tak sengaja menyakitimu," kataku berusaha sekuat tenaga terlihat kuat meski aku seorang diri disini.

Bisa saja anakku sedang ada di sekitarku.

- Wait For Next Chapter

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status