Share

Bab 8

"Dengan begini, lain kali kamu nggak akan tersesat." Daniel mendekatkan diri ke kaca sambil menatap Yasmin dengan tajam.

"Ja ... jangan .... Aku nggak boleh mati ...." Tubuh Yasmin yang sudah tidak bertenaga merosot ke lantai. Suhu di sekitarnya membuat Yasmin menempel erat ke pintu kaca. Dia seakan-akan ingin menghirup udara segar di luar. "Lepaskan aku. Aku benar-benar ... nggak boleh mati .... Aku sudah menghilang dari hadapanmu, kenapa kamu menangkapku lagi?"

Semua ucapan Yasmin tidak berguna. Dia mengarahkan matanya ke atas dan hanya bisa melihat kedua mata Daniel yang sinis seperti binatang buas itu. Daniel seolah-olah ingin dia mati!

Yasmin mencengkeram dadanya yang sakit. Air matanya tidak bisa berhenti mengalir. "Jangan .... Aku berjanji aku nggak akan lari lagi. Ampuni aku .... Aku nggak mau mati, aku juga nggak akan lari lagi ...."

Setelah Yasmin selesai berbicara, dia terjatuh ke lantai karena tidak ada oksigen yang bisa dihirupnya lagi.

Pandangannya mulai kabur, tapi sosok pria di luar pintu kaca terlihat sangat jelas. Daniel seperti iblis yang menetap di dalam benak Yasmin.

Ketika kegelapan telah menyelimuti seluruh pandangan Yasmin, dia pun pingsan dan air matanya bahkan masih mengalir.

Dia menangis bukan karena dia takut, tapi karena dia merindukan anak-anaknya.

Kalau Yasmin mati, bagaimana dengan mereka? Mereka masih sangat kecil ....

"Ahh!" Yasmin terbangun dari kegelapan. Dia mengubah posisinya menjadi duduk di tempat tidur. Rasa takut memenuhi tatapan matanya dan napasnya terengah-engah. Keringat dingin menghiasi keningnya.

Apa dia sudah mati?

Yasmin tercengang saat melihat kamar yang familier ini. Beberapa saat kemudian, dia baru sadar kalau ini adalah kamar yang sebelumnya dia tinggali.

Ini berarti dia masih hidup?

Daniel mengeluarkannya dari ruang sauna!

Yasmin menundukkan kepalanya untuk melihat tangannya, kemudian dia menyentuh wajahnya sendiri. Itu belum cukup juga. Dia pun turun dari tempat tidur dengan panik, lalu lari ke depan kaca kamar mandi.

Setelah melihat dirinya yang utuh, dia baru merasa tenang.

Walaupun dia masih hidup, rasa takut ketika berada di ambang kematian pada saat itu masih mencengkeramnya.

Daniel terlalu kejam!

Yasmin berani mempertaruhkan nyawanya dengan memakan seafood karena dia berani menjamin Daniel tidak akan membiarkannya mati.

Setidaknya, Yasmin tidak akan begitu cepat mati.

Setelah seekor binatang menangkap mangsa, ia akan langsung menggigit leher mangsanya atau bermain dengannya sampai ia bosan sebelum memakannya.

Daniel adalah tipe kedua.

Namun, kali ini ketika Yasmin dikurung di ruang sauna dan dipanggang hidup-hidup, dia sungguh mengira Daniel ingin membunuhnya.

Daniel melepaskannya pasti karena Yasmin sudah berkata dia tidak akan melarikan diri lagi.

Dia terlalu mengerikan ....

Yasmin yang teringat pada sesuatu lari kembali ke kamar. Dia mencari paspor dan KTP-nya, tapi dia menyadari kedua benda itu tidak ada.

Dia merasa panik sehingga air mata mengalir, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Dia tahu kalau paspor dan KTP-nya berada di tangan Daniel dan Daniel tidak akan memberikannya kepada Yasmin.

Tanpa kedua benda itu, bagaimana dia bisa kembali ke sisi anak-anaknya?

Yasmin berkata dia tidak akan melarikan diri lagi, tapi itu hanya rencana sementara ....

Harapan palsu ini membuat Yasmin merasa putus asa sehingga dia kesulitan bernapas.

Seharusnya hari ini dia sudah bisa kembali ke sisi anak-anaknya, sudah bisa memeluk tubuh-tubuh kecil mereka yang lembut dan wangi, mendengar suara mereka yang menggemaskan ....

Yasmin kembali ke tempat tidur, lalu menangis.

Pada saat ini, Yasmin sangat merindukan anak-anaknya.

Dia menunggu langit menggelap untuk menelepon video anak-anak.

Tante Rita yang untuk sementara tidak bisa pergi pasti sangat lelah menjaga tiga anak sendirian.

Yasmin terbangun sampai jam dua pagi yang berarti hampir jam sepuluh pagi di luar negeri.

Dia turun dari tempat tidur untuk mengunci pintu kamar, lalu menuju ke kamar mandi.

Setelah membentuk lapisan pertahanannya, Yasmin baru mengeluarkan ponselnya dari dalam branya. Dia menghidupkan ponselnya, lalu menghubungi nomor Tante Rita. Dalam beberapa saat, teleponnya sudah tersambung.

Wajah cemas Tante Rita memenuhi layar ponsel. "Yasmin ...."

"Mama!"

"Mama!"

"Mama!"

Sebelum Yasmin sempat mengatakan apa-apa, suara putra dan putrinya terdengar. Tiga kepala kecil berdesak-desakan di depan kamera. Mata besar dan indah yang berbinar-binar itu menatap layar.

Ketika melihat wajah-wajah mereka yang lucu, Yasmin hampir menangis. Dia berusaha menahan dirinya sebelum berkata, "Mama di sini. Apa kalian ada mendengarkan Nenek di rumah?"

"Ada!"

"Ada!"

"Ada!"

"Baguslah ...." Yasmin menatap ketiga anaknya dengan sedih. Dengan tangan gemetar, dia hanya bisa menyentuh layar ponsel untuk mengungkapkan kerinduannya.

"Mama, kapan Mama pulang?" tanya Julia, putrinya, dengan lemah dan sedih. Air matanya sudah mau jatuh.

"Mama bilang Mama cepat pulang!" kata Julian, putranya, dengan keras dan marah. Matanya berkaca-kaca.

"Sudah sepuluh hari!" Julius, si putra kedua, yang pendiam tampak kecewa. Air mata juga memenuhi kelopak bawah matanya.

Hati Yasmin terasa sakit sekali.

Dia pun menundukkan kepalanya untuk menenangkan perasaannya yang hampir meluap.

Beberapa detik kemudian, Yasmin mengangkat kepalanya. Dia memaksakan seulas senyuman sambil berkata, "Mama masih ada sedikit urusan di sini. Setelah urusan Mama selesai, Mama pulang. Oke?"

"Berapa lama lagi?" tanya Julian.

Yasmin juga tidak tahu berapa lama lagi, tapi dia tidak boleh memberi anak-anak jawaban sepertinya. "Seharusnya tidak lama lagi. Tapi, Mama janji beberapa hari ini akan menelepon video kalian. Oke?"

"Mama ..." rengek Julia dengan suara serak.

"Sayang, jangan menangis, ya. Mama akan berusaha cepat-cepat pulang. Oke?" Yasmin merasa sangat sedih, seakan-akan ada pisau yang menyayat hatinya.

"Ya ..." jawab Julia dengan tak berdaya. Lalu, dia menghela napas. Kasihan sekali.

"Harus setiap hari!" kata Julian.

Yasmin tidak tahu apa dia bisa menelepon video mereka setiap hari, jadi dia berkata, "Mama usahakan, ya ...."

"Kangen Mama ..." ucap Julius. Sorot matanya tampak redup.

"Mama juga kangen kalian, banget ..." kata Yasmin sambil menahan air mata.

Dia berharap dia bisa langsung melompat ke dalam layar ponsel untuk memeluk anak-anaknya. Kesedihan karena terpisah dari anak-anaknya ini sungguh sulit ditahan.

Meskipun anak-anak baru berusia dua tahun dan belum bisa berbicara dengan lancar, kepintaran mereka jauh melampaui anak-anak seusia mereka.

Yasmin menatap wajah ketiga anaknya. Julia adalah cerminannya, sedangkan Julian dan Julius sepenuhnya adalah cerminan Daniel.

Ini membuat Yasmin merasa makin resah.

Dia tidak akan tidak mencintai mereka hanya karena mereka mirip dengan Daniel. Dia hanya takut putra-putranya akan diambil darinya.

Bagaimana mungkin Daniel memperbolehkan wanita yang dibencinya melahirkan anaknya?

Yasmin mengobrol bersama anak-anaknya, kemudian menemani mereka makan siang.

Anak-anaknya yang baru berusia dua tahun sudah bisa makan sendiri.

Tangan mereka yang mungil memegang sendok, lalu menyuap diri mereka sendiri. Gambar di layar ponsel pun menyembuhkan hati Yasmin sedikit.

Rasa takut dari kemarin juga perlahan-lahan menghilang.

Ketika Yasmin sedang menatap ketiga anaknya dengan kasih sayang, dia tiba-tiba mendengar ada suara dari luar dan itu membuatnya langsung mematung.

Tidak ada suara dari pintu kamar mandi.

Namun, sesuatu yang mengerikan sepertinya sedang perlahan-lahan mengarah ke tempat ini.

Aura di dalam kamar menjadi aneh. Sosok Daniel yang tinggi tiba-tiba muncul. Melihat tidak ada orang di dalam kamar, tatapan matanya yang tajam pun tertuju ke arah kamar mandi yang terang.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sandhya M Achutanair
cerita nya berbelit belit tidak logika aneh
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status