Share

7. Kembalinya Doni

Sang Manajer Umum, yang bernama Dewa manggut-manggut  mendengarkan penjelasan Doni. Ia kini tidak lagi berani menatap gadis yang ada di depannya. Penjelasan asisten atasannya, membuat dirinya segera memutuskan untuk mengambil langkah aman, tidak terlalu banyak bertanya terhadap kondisi perusahaan sekarang. 

"Kebetulan bertemu denganmu di sini. Ada sesuatu yang harus aku jelaskan padamu sebelum kamu bertanya tentang sesuatu hal. Tapi....- Tunggu dulu... Apakah - kamu sudah .... ?" Doni tidak menyelesaikan kalimatnya. Memperhatikan Rara yang sejak tadi memilih diam, membuat Doni meragukan keputusannya.

Rara hanya menyengir kuda, sedangkan Doni langsung menepuk jidatnya.

"Pantas saja jika Pak Widjanarko begitu membanggakan dirimu." Doni menatap Rara begitu intens. 

"Tidak benar sama sekali. Pak Widjanarko terlalu berlebihan, tapi... Apakah Bapak tahu jawaban dari pertanyaan saya?" Rara membalas tatapan Doni, sambil mengeluarkan ponselnya.

Gerakan Rara yang tertangkap sudut mata Dewa,  membuat pria itu mulai merasa tidak nyaman. Sepintas, Rara menangkap kegugupan pria di hadapannya, dan langsung menyapa Dewa.

"Hmm. Kalau saya boleh tahu, nama Bapak siapa?" Rara menelisik wajah pria berkulit putih itu. Kegugupan yang sempat ia lihat, memancing Rara untuk bertanya dimana pria itu bertugas.

"Oh iya. Perkenalkan, nama saya Dewa. Saya dari Divisi Desain." Tanpa ditanya, Dewa menyebutkan divisi mana dia bekerja.

Rara tersenyum simpul. Tebakannya tidak meleset. Pria berpenampilan sedikit nyentrik itu, berasal dari divisi yang ruangannya berada tepat di depannya. 

"Mungkin nanti atau lusa. Saya akan banyak merepotkan Bapak. Mohon kerjasamanya." Rara menjabat tangan Dewa, yang saat itu begitu dingin.

"Ba-Ba-ik."

"Jangan pernah mengatakan tentang hal ini sebelum aku memerintahkannya padamu. Aku akan memanggil semua kepala bagian untuk mengenalkan gadis ini pada kalian. Jadi, untuk sementara waktu tetaplah diam, dan berpura-puralah tidak tahu." Doni dengan tegas menekan Dewa. 

Ada sesuatu yang harus ia dan Rara lakukan sebelum semua orang di perusahaan ini mengetahui siapa Rara sebenarnya. Ia sangat paham arti kehadiran Rara di perusahaan ini, dan ia tidak ingin mengacaukan semua rencana Rara demi kebaikan perusahaan, meski ia sendiri tidak tahu apa yang sudah Rara rencanakan.

"Siap, Pak Doni. Anda bisa mempercayai saya," ucap Dewa dengan sungguh-sungguh. Ia harus bisa mengambil hati kedua orang di depannya demi mengetahui berita terkini di perusahaan.

"Terima kasih. Dan Rara, ada baiknya kita ngopi sebentar di kantin. Kamu belum pernah merasakan kopi jahe di sini kan?" Doni melangkah lebih dulu meninggalkan lantai 6 menuju lantai di bawahnya.

"Boleh juga, Pak. Asal gratis saja." Rara menyusul di belakang Doni, meninggalkan Dewa yang masih berusaha memahami siapa yang baru saja ia temui selain asisten bosnya.

-0-

Dua cangkir kopi jahe yang masih mengepulkan asap panas, dibawa pelayan menuju meja nomor enam, tempat Rara dan Doni kini berada. Rara sibuk dengan pisang goreng di depannya sedangkan Doni sedang mengetik pesan kepada seseorang.

Baru saja Doni selesai menekan tanda kirim, ponselnya berdering.

"Iya, Pak. Sudah. Baru saja bertemu...."

Rara mengangkat wajahnya, menyimak siapa yang sedang menghubungi Doni saat ini.

"Baik.... Sepuluh menit lagi saya akan bertemu dengan Pak Raka.... Baik.... Siap."

Doni memasukkkan kembali ponselnya ke dalam saku jasnya. Ia mulai menyeruput sedikit kopi jahe di depannya. Ia menatap Rara yang kembali asyik dengan pisang goreng.

"Aku harus bertemu dengan Pak Raka."

Rara mengangguk. "Apakah Pak Raka baru saja menghubungi Pak Doni atau sejak beberapa hari yang lalu?"

Doni terkekeh lebih dulu sebelum menjawab pertanyaan Rara. Ia menggelengkan kepalanya, lalu kembali menyeruput kopi jahe yang perlahan mulai berkurang.

"Sejak kedatanganmu." Doni kini tidak hanya terkekeh melainkan juga tertawa. "Kamu sangat hebat, Rara. Semalam Pak Bos menelponku tengah malam. Kau harus tahu, aku  bukan lagi asistennya sejak seminggu yang lalu, tapi semalam, beliau memaksaku agar aku kembali bekerja untuknya. Baru kali ini aku melihat Pak Raka begitu senewen terhadap seseorang. Bahkan, saat dirinya hendak dijodohkan dengan putri rival Pak Widjanarko, beliau tidak se-senewen sekarang."

Rara menyimak dalam diam. Reaksi Raka yang seperti ini jauh dari bayangannya. Ia tidak tahu jika dirinya akan begitu dibenci oleh pria itu. Otaknya yang hanya mengingat tentang tugas utamanya dari Widjanarko, benar-benar tidak memberi celah untuk sekedar membayangkan reaksi Raka terhadapnya. Akankah mereka dapat menjadi partner yang baik atau justru menjadi musuh  di dalam selimut?

"Aku harus menemui beliau. Habiskan kopinya. Pembicaraan kita belum selesai. Ada banyak hal yang harus kamu tahu sebelum kamu menentukan langkah selanjutnya."

Rara dibuat tercenung dengan kalimat terakhir Doni. Sebenarnya, apa yang  tengah berlangsung di perusahaan ini? Apakah kali ini tugasnya sangat berat?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status