Share

9. Aku Sudah Mendapatkannya

Raka tertawa sangat keras. Ia menikmati kemarahan Rara yang terlihat jelas dalam rekaman di laptopnya. Senyum penuh kemenangan tersungging di wajahnya. 

"Aku akan melakukan segala cara untuk mengusirmu dari perusahaanku, meski papa dan mama, juga kakak sangat mendukungmu. Aku adalah bos di perusahaan ini. Aku yang berkuasa di sini. Karena kedatanganmu tidak pernah diterima, maka kau harus pergi dari sini, bagaimanapun caranya. Sekalipun aku harus menghadapi resiko yang sangat besar di akhir cerita nanti," gumam Raka dengan penuh dendam.

Raka kembali menekan angka dua belas, memanggil Susan untuk menghadapnya. Ia perlu melakukan sesuatu, dan kali ini ia membutuhkan pertolongan sekretaris menornya.

"Masuk. Aku memerlukan bantuanmu."

Susan sedikit ragu dengan telpon barusan. Bos-nya tiba-tiba menyuruhnya masuk? Apakah penantiannya selama ini membuahkan hasil? Susan menenangkan jantungnya yang melompat-lompat tidak karuan, setelah menerima telpon dari Raka. Ia sudah lama menaruh hati pada sang atasan, tapi tidak berani menunjukkan secara terang-terangan.

Dengan langkah yang sedikit gemetar, Susan berjalan masuk ke dalam ruangan Raka setelah ketukannya dijawab oleh Raka.

"Ehmm, maaf, Pak. Apakah ada tugas untuk saya?" Demi Tuhan, Susan sangat gugup kali ini. Ia memberanikan diri untuk menatap Raka, dan itu membuatnya mengumpat dalam hati. Betapa atasannya itu begitu sempurna. Tidak salah jika dirinya tergila-gila dengan atasannya itu, dan tidak terima jika ada wanita lain yang mendekati ruangan itu selain dirinya.

"Mendekatlah, dan jangan katakan kepada siapapun soal ini. Ini hanya antara kau dan aku. Kau mengerti?" tegas Raka menatap tajam Susan.

"Ba-baik, Pak."

-0-

Rara dengan setengah berlari menuju ke parkir basemen. Ia membawa mobil Doni untuk pergi ke toko komputer langganan Doni. Dirinya yang belum begitu hafal daerah yang disebutkan Doni, hanya bisa mengikuti semua yang disarankan Doni.

Di datanginya toko yang dimaksud Doni, namun sayangnya, untuk seri yang ia cari sedang dalam pemesanan. Rara menyusuri semua toko komputer yang ada di komplek perbelanjaan itu, akan tetapi ia mendapatkan jawaban yang sama. 

Bulir-bulir keringat mulai menyembul, memenuhi kening dan pelipis Rara. Wajahnya yang putih memerah akibat paparan sinar matahari yang mulai beranjak tepat di atas kepala. Rara menghentikan langkahnya sejenak, lalu memutuskan untuk masuk ke dalam mini market yang berada tepat di samping kirinya.

Diambilnya minuman penambah ion tubuh yang ada di hadapannya. Ia merasa sangat kehausan dan kekeringan. Satu botol minuman penambah ion tubuh, akan sangat baik untuk tubuhnya yang mulai terkuras energinya.

"Dia  tidak mau bertemu denganmu?" Sebuah suara dari rak belakang, terdengar begitu jelas di telinga gadis itu.

"Tidak, Ma. Icha juga tidak tahu. Papa bahkan belum memberikan foto Icha padanya, tapi dia sudah menolak lebih dulu." Suara gadis yang bernama Icha itu, terdengar begitu menyedihkan, mengundang rasa simpati Rara.

"Hmm. Mama jadi penasaran. Setampan apa sih pria itu sampai-sampai dia tiidak mau bertemu denganmu?" Suara wanita yang pertama kembali terdengar, kali ini dengan nada merendahkan.

"Iya, Ma."

"Jangan-jangan dia merasa tidak pantas. Bisa saja dia sudah pernah melihatmu, lalu merasa tidak selevel dengan kita, terus menolak perjodohan itu," ucap wanita itu dengan rasa percaya yang sangat tinggi.

"Tapi, Ma... Apa benar dia berasal dari keluarga biasa? Icha dengar dari Papa, kalau dia putra dari Om Widjanarko?"

Wanita pertama langsung terbatuk-batuk begitu mendengar perkataan anaknya. "Wid- Widjanarko? Dia putra Widjanarko?" 

Rara terkejut. Pak Widjanarko akan menjodohkan putranya? Bukankah putranya hanya satu, dan dia adalah atasannya sekarang?

"Iya, Ma." Suara gadis bernama Icha itu terdengar semakin jelas. Rara menolehkan kepalanya, tampak seorang wanita dengan rambut disanggul tinggi, berjalan mendekati tempatnya berdiri, diikuti seorang gadis cantik di belakangnya.

"Tampaknya Mama memerlukan ini." Wanita bertubuh tinggi besar itu berhenti di samping Rara. " Permisi." Ia menyunggingkan senyum ke arah Rara dan bergerak mengambil minuman yang sama dengan Rara.

"Silakan." Rara menepikan tubuhnya, memberi cukup ruang kepada wanita itu. Ingin rasanya ia menyimak lebih jauh percakapan ibu dan anak di depannya, namun saat ia kembali melirik ke jam tangannya, Rara tercekat. Waktu yang ia miliki tinggal lima puluh lima menit lagi. 

Gadis berkuncir ekor kuda itu segera melangkah ke kasir, membayar lalu segera meninggalkan mini market tersebut. Ia duduk sebentar, meneguk beberapa kali minuman ion di tangannya, kemudian beranjak meninggalkan tempat itu.

Dengan setengah berlari, Rara menyeberang jalan di depan deretan ruko. 

Ciiiiit! 

Tubuh Rara tiba-tiba terangkat keatas, berputar sebentar lalu kembali menapak tanah. Jantungnya berdetak sangat cepat.

"Kalau mau menyeberang lihat-lihat dong!" teriak penuh amarah dari pengemudi mobil sedan berwarna merah, sembari menjalankan kembali mobilnya.

Peluh Rara berjatuhan mengenai ujung hidung bangirnya. Ia sedang berusaha mengatur napasnya saat sebuah suara menyapa telinganya.

"Kamu tidak apa-apa?"

Rara menggelengkan kepala. "Tidak. Saya tidak apa-apa. Terima kasih. Saya harus segera pergi." Rara membungkukkan sedikit tubuhnya, tanpa memperhatikan dengan seksama pria berkacamata di depannya, dan segera berlalu.

"Heeii! Aaaa-aah... Yaa sudahlah. Sampai bertemu lagi kalau begitu." Pria itu menatap kepergian Rara, kemudian kembali ke mobilnya.

Melihat jarum jam tangannya, tanpa berpikir lama, Rara memutuskan untuk masuk ke dalam toko yang berada tepat di depannya. Ia harus segera membeli pesanan atasannya. Tanpa ia sadari, sepasang mata tengah memperhatikannya tepat di samping kasir.

"Aku sudah mendapatkannya. Jadi, lebih baik kau pulang. Istirahat dan tidur yang nyenyak."

Sebuah kalimat sindiran dari sosok yang tiba-tiba berdiri di samping Rara, membuat gadis itu terperangah. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status