“Mas, sudah! Kasihan mbak Safeea,” selak Bik Minah lagi, masih berusaha membela Safeea.“Kalau diajak ngobrol itu jawab!” teriakku seraya mencengkram kedua pipinya agar dia melihat ke arah ku.“Auu, sakit!” lirihnya, aku terkejut saat melihat luka memar di wajah Safeea, bibirnya juga terlihat terluka, ada apa sebenarnya?“Ya Allah, Mbak! Ini kenapa wajahnya luka-luka begini?” seru Bik Minah panik.“Saya enggak apa-apa, Bik, saya mau ke kamar dulu, permisi,” ujarnya seraya pergi meninggalkanku dan Bik Minah dalam keadaan penuh tanda tanya.==================================================================POV SafeeaAku berusaha melepaskan diri dari pria brengsek yang mencoba mencelaiku, sungguh aku tidak mengira, jika niatku menolong justru dimanfaatkan orang jahat. Aku masih berusaha berteriak, namun sangat sulit, mulutku di bekap dengan tangannya yang besar, hingga aku hampir saja kehabisan nafas.Di dalam mobil yang sempit, aku berjuang mempertahankan kehormatanku yang ingin di re
“Jangan bandel buat maksa masuk ke rumah sakit, sebelum jatah ijinmu selesai! makan yang banyak dan bergizi, minum obatmu teratur, jangan berfikir yang aneh-aneh, kalau ada rasa sakit yang tidak bisa kamu tahan, segera bilang aku, akan ku antar untuk checkup ke dokter lagi, paham tuan putri?” tuturnya panjang lebar, saat ini kami sedang dalam perjalanan pulang ke rumahku.“Baik pak dokter! Saya akan istirahat selama tiga hari full, makan makanan bergizi dan banyak, tidak banyak pikiran, dan akan menghubungi dokter Adriyan Mahessa Diondra spesialis jantung, kalau ada keluhan lebih lanjut,” sahutku geli, menahan tawa yang siap meledak.“Berani kamu ya ledekin aku?! Dasar bandel, aku cium, bungkam kamu!” celetuknya seraya mengusap-usap rambutku. Senyumnya tidak berubah, manis sekali.==================================================================Aku memilih tidak meladeni tuduhan tidak berperikemanusiaan, yang selalu saja mas Damar lontarkan untukku, bukannya aku takut untuk melawan
“Tolong keluarlah, sekarang!” kataku lagi, masih berusaha mengusirnya dari kamarku. Kami terdiam cukup lama, hanya deru nafas kami yang terdengar, aku pura-pura tertidur, membelakangi tubuh Mas Damar. Aku tau, dirinya belum tidur, hingga akhirnya aku merasakan ada gerakan pada kasurku, saat Mas Damar beranjak turun dari ranjang. Aku melihatnya bergerak, memakai kembali pakaiannya yang sempat terserak di lantai, kemudian pelan-pelan membuka pintu dan keluar dari kamarku.==================================================================POV DamarAku merasa menjadi manusia paling brengs*k sedunia, karena tega menggauli istriku sendiri dengan sangat kasar, merenggut mahkota yang selama ini kufikir telah raib, karena dirinya kuanggap sebagai wanita simpanan. Niatku hanya untuk menanyakan keadaannya, bagaimana dia bisa pulang ke rumah, dengan wajahnya yang penuh memar seperti ini, belum lagi saat dirinya pulang bersama mantan tunangannya. Sungguh membuat hatiku panas.Tidak pernah sekal
Kusempatkan untuk menengok ke belakang, melihat rumah yang selama dua tahun ini menjadi tempatku berteduh, walaupun hanya kepahitan yang kualami di sini, namun tetap memberikan kenangan di dalamnya.“Semoga kamu bahagia, Mas!” lirihku, kemudian masuk ke dalam taksi online yang sudah menunggu sejak tadi.==================================================================Taksi membawaku pergi meninggalkan rumah penuh kenangan pahit ini, membawa luka teramat perih yang tidak mungkin akan dapat kusembuhkan dalam waktu yang sebentar. Aku benci pada diriku, yang terlalu lemah saat berhadapan dengan pria bergelar suami itu, benci karena membiarkannya melukai terus menerus tanpa perlawanan.Air mata seakan enggan reda dari pelupuk mataku, deras dan tidak terbendung, aku merasakan kehampaan yang mendalam, entah, apa karena aku mencoba membelot dari perasaanku? Hatiku berkata untuk tetap tinggal dan bertahan, namun logika dan egoku memohon agar aku menyerah.“Maafkan Saf, Pak! Saf gagal mempert
Kulihat Tiara terkejut dengan yang baru saja ku ucapkan, kedua tangannya dia gunakan untuk menutupi wajahnya, seperti sedang menahan emosinya agar tidak meledak.“Dia perk*sa, lu? Maksudnya gimana? Dengan ka-sar?” tanyanya untuk meyakinkan dirinya, ku jawab hanya dengan anggukan kepala.“Brengs*k!” umpatnya, ada kemarahan yang kulihat dari binar mata Tiara.==================================================================Air mataku semakin deras, saat melihat Tiara marah-marah dan melontarkan banyak makian kotor, yang dia tujukkan untuk mas Damar. Aku tau, Tiara akan merasakan hal yang sama jika aku tersakiti, itulah mengapa berulang kali dia mengatakan, agar aku segera meninggalkan mas Damar dan mencari kebahagiaanku sendiri.“Ra, sudah! Please jangan kayak gitu, jangan bikin gue jadi takut, Ra! Tenang dulu, tolong!” lirihku, masih berusaha meredam tangisku yang enggan berhenti. Aku terkadang kesal kepada diriku sendiri, mengapa aku mudah sekali menangis, tepatnya, sejak kepergian
Dadaku berdebar hebat, kala Adelya telah duduk sempurna di sampingku, kami saling memandang dan melempar senyum. Membayangkan hanya ada kebahagiaan yang akan kami lewati setelah ini.“Sudah bisa kita mulai, Pak? Kayaknya sudah enggak tahan nih pengantinnya,” suara penghulu menginterupsiku, membuatku dan Adelya seperti anak kecil yang tertangkap basah makan permen.==================================================================Suasana ballroom menjadi hening, saat prosesi ijab qabul dimulai, penghulu memaparkan pembukaan mengenai persyaratan pernikahan, aku mendengarkannya dengan khidmat, padahal aku sudah pernah melalui prosesi ini saat dengan Safeea dulu, namun saat itu aku tidak memperhatikan apa saja yang dipaparkan, sehingga aku tidak ambil pusing dengan setiap point nya.Aku menjabat erat tangan ayahnya Adelya yang bertindak sebagai wali nikah bagi putri tercintanya, dengan pandangan tajam, Pak Herry Sasmitha memandangku, membuatku gugup dan merasa sedang dikuliti dengan seka
Drrtt . . .drrtt . . .drrrttPanggilan masuk dari Tiara, aku segera menjawabnya.“Ya, Ra,” sahutku pelan, saat menerima panggilannya.“Lemes amat, Bu Dokter! Gimana? Sudah lihat chat dari gue, kan?”“Hu’um,”“Sabar, ya! Mulai sekarang lu lupain dia! Jangan diinget-inget lagi! Gue juga sudah ngirimin surat panggilan sidang perceraian kalian ke rumahnya, tinggal nunggu responnya kayak gimana nanti,” tutur Tiara menjelaskan, setelah itu aku langsung menutup panggilannya.Ya, sepertinya jodohku dengan mas Damar memang harus berakhir sampai di sini.==================================================================Selepas menerima telpon dari Tiara, aku tidak dapat melanjutkan makan siangku lagi, rasanya nafsu makanku hilang begitu saja. Memikirkan bagaimana bisa, mas Damar tetap melangsungkan pernikahan di saat aku tidak hadir ke sana, bahkan dirinya sudah merasakan jika aku bukanlah wanita murahan seperti yang dia tuduhkan, aku masih virgin dan dirinya yang pertama kali menjamahku.Juju
Mataku membulat sempurna, tidak percaya jika ternyata Safeea benar-benar menggugat cerai diriku. Seharusnya aku bersorak gembira, karena hal inilah yang aku inginkan sejak dua tahun lalu, tapi, entah mengapa, seperti ada yang mencubit hatiku, hingga aku merasakan nyeri yang teramat.Sekali lagi aku membacanya, berharap tadi aku salah membaca informasi yang disampaikan, namun sayang, berulang kali kubaca, berulang kali juga aku merasakan sakit yang sama, saat mata ini dengan jelas memindai nama penggugat adalah Safeea Azzahra Kalyani dan Damar Pramudya Bayanaka sebagai tergugat.==================================================================Aku masih terus memandang surat gugatan cerai yang Safeea kirimkan untukku, masih berusaha mencari celah di sana, mengenai kemungkinan jika yang tertulis di dalamnya adalah tidak benar, bukan sebuah kenyataan yang harus kuterima. Namun, keinginan hanya tinggal harapan, nyatanya semua yang tertulis di sana benar adanya.Ku ambil ponsel yang ter