"Hallo Jamal? Ada apaan?" Revan yang tengah sibuk berbenah di rumah sewaan inventaris kantornya, sedikit kesal sebenarnya mendapatkan telpon dari anak buahnya di luar jam kerja.
"Pak Revan di mana? Kita lagi bikin pesta penyambutan buat Pak Revan," ucap Jamal dari seberang.
"Pesta?"
"Iya, semua sales dan staff admin sudah kumpul semua Pak, Pak Revan bisa datang kan?"
"Di mana?" Revan menatap isi rumahnya yang tak terlalu berantakan, ya dia kan hanya membawa satu koper berisi pakaian saja karena semua perabot sudah tersedia dengan lengkap.
Revan berpikir sejenak, apakah dia akan datang ke acara itu atau tidak. Sebenarnya dia tak suka keramaian, dia selalu menjauhi pesta-pesta atau ke klub saat di ajak Asti dulu.
Mungkin bagi Asti, Revan adalah suami yang membosankan, makanya dia mencari hiburan dengan lelaki lain.
"Sial!" Umpat Revan, kesal karena teringat kembali akan perbuatan Asti.
Mood Revan langsung buruk, dia memutuskan untuk tak datang ke acara yang dibuat oleh karyawannya. Tapi, bukankah acara itu adalah untuk menyambut kedatangannya? Revan merasa tak enak hati jika dia tak datang.
"Ya, Saya sebentar lagi datang. Biarkan saya selesaikan pekerjaan di rumah ini. Memangnya semua sudah kumpul?"
"Semua sudah kumpul Pak, di tunggu secepatnya ya Pak."
Revan menutup ponselnya, "yah… siapa tahu mood ku membaik," Revan sedikit berharap dalam hati.
Lagipula dia juga sedikit penasaran dengan karyawan-karyawan baru nya, mungkin dengan datang ke acara ini dia bisa lebih mengenal mereka dengan baik.
Setelah membersihkan diri dan memakai kaos polo warna hitam dan celana jeans nya, Revan menyambar kontak mobil dan bergegas menuju tempat yang tadi telah disebutkan oleh Jamal.
Setelah sampai, dan memasuki sebuah ruang vip sebuah tempat karaoke, dan benar saja semua karyawan administrasi baik inkaso, penjualan dan sales serta collector semua berkumpul di dalam.
Semua ada kecuali satu orang yang nampak tak hadir, ya siapa lagi kalau bukan Amalia.
"Pak Revan, silahkan Pak…" Jamal langsung mempersilahkan Revan uang baru datang ke sebuah sofa yang memang sengaja dikosongkan untuk tempatnya duduk.
"Oke, karena Pak Revan sudah datang, dan semua sudah lengkap, kita mulai acara penyambutan branch manager baru kita."
"Amalia belum datang?" Tanya Pak Revan saat Jamal memulai acaranya, padahal staf admin belum komplit.
"Lia itu nggak pernah mau ikut acara seperti ini Pak," ucap Novi yang duduk tak jauh dari tempat Revan.
"Dia punya kesibukan sendiri," sambungnya sambil tersenyum mengejek dan melirik teman yang duduk di sampingnya.
"Memangnya dia sibuk apa?"
"Ya mana kita tahu, dia nggak pernah ngobrol sama kita-kita. Sibuk sendiri dengan urusannya, mungkin itu sebabnya dia belum juga punya pacar sampai sekarang." Novi mulai panas membicarakan partner kerjanya yang sudah membuatnya senewen karena kejadian di ruang meeting sebelumnya.
"Sebenarnya Mbak Lia itu cantik ya? Cuma orangnya sedikit tertutup makanya sulit cari pasangan," Guntur, salah satu sales yang berada dibawah tanggung jawab Lia, berusaha membela.
"Jaman sekarang itu yang namanya cantik doang banyak Gun! Orang jelek kalau pinter pakai make-up juga dalam hitungan menit bisa berubah jadi cantik. Yang penting itu attitude! Cara bersosialisasi, berteman.
Teman aja nggak punya, gimana bisa dapat pacar?" Novi makin panas.
"Kapan acaranya dimulai? Kalau nggak mulai saya pulang saja," Revan memotong pembicaraan Novi yang mulai panas.
"Oh, Iya, maaf Pak." Akhirnya Jamal mengambil alih dan memulai acara penyambutan untuk Pak Revan.
Tak berapa lama kemudian, semua karyawan sudah asyik dengan acara karaoke. Mereka bernyanyi dan makan cemilan yang disediakan dan telah melupakan pembicaraan panas yang digoreng oleh Novi barusan.
Revan sebenarnya tak begitu berselera untuk mengikuti acara ini, namun dia tak enak hati karena acara ini diadakan untuk menyambut dirinya.
Tapi dari sini dia jadi tahu kalau Lia adalah karyawan yang tertutup, dia nampak tak peduli dengan pembicaraan orang, dia pasti punya alasan tersendiri.
"Pak Revan…" Novi tiba-tiba datang dan duduk di sebelah Revan.
Revan menggeser bokongnya, sedikit memberi jarak karena Novi duduk terlalu dekat di sebelahnya.
"Pak Revan tinggal di mana selama di kota ini?" Tanya Novi, kata-katanya begitu manja dan merayu.
Revan tahu tipe-tipe wanita seperti apa Novi ini, tipe wanita yang tidak dia sukai karena mengingatkan dirinya pada Asti.
"Saya tinggal di rumah inventaris perusahaan," jawab Revan sambil mengambil sebotol cola yang ada di depannya lalu meminumnya sedikit demi sedikit.
"Sendirian aja dong?"
Revan hanya mengangkat bahu, enggan menjawab.
"Kalau pulangnya searah, boleh nggak aku nebeng?" Novi meletakkan tangan kanannya dengan manja di atas paha Revan yang terbalut celana jeans warna biru.
"Saya masih ada urusan," Revan langsung berdiri.
"Lho, Pak Revan mau ke mana?" Novi bingung karena tiba-tiba Revan bangun dari duduknya.
"Saya mau ngerokok dulu di luar." Revan bergegas keluar dari ruang ber-ac itu setelah berbisik pada Jamal.
Setelah keluar dari ruang VIP, Revan mulai mencari area untuk merokok sambil mengeluarkan kotak rokok dan korek apinya.
Setelah menemukan ruangan yang dimaksud, dengan segera Revan duduk dan mulai merokok.
Berulang kali dia menghela napas, kesal sekali dengan wanita-wanita model Novi. Agresif, tak tahu malu dan menyebalkan.
Lagi pula untuk saat ini, dia belum memikirkan tentang pasangan walaupun dia akan berpisah dengan Asti.
Mereka memang belum resmi bercerai, tapi sudah tak ada ikatan apapun lagi di antara mereka berdua.
Revan hanya tinggal menunggu waktu, waktu untuk Asti menurut dan menandatangani surat perceraian.
Revan mengambil ponselnya dan melihat akun sosial medianya. Namanya di 'tag' oleh jamal di acara karaoke. Dan ada sebuah like muncul di sana. Revan membaca nama yang tertera, Amalia Hapsari.
"Kalau suka, kenapa tak datang?" Gumamnya.
Lalu dia memencet nomer telpon admin inkasonya itu lalu mulai menelpon.
"Ha… halo Pak Revan…" jawab Lia ragu-ragu dari seberang.
"Kalau bisa like IGg, berarti kamu lagi nggak sibuk kan? Kenapa nggak datang?"
"Maaf Pak," hanya itu yang keluar dari mulut Lia.
"Kenapa? Kamu nggak suka dengan saya? Nggak suka saya menggantikan Pak Budi? Sampai nggak mau ikut acara penyambutan sata?"
"Bukan… bukan begitu Pak," Lia tampak gugup.
Entah kenapa Revan tersenyum mendengar nada gugup yang keluar dari mulut Lia.
"Saya maafkan, kalau sekarang kamu datang."
"..."
"Halo?"
"Tapi… saya nggak bisa…" Lia mendesah pasrah.
Dan itu membuat Revan menahan tawanya. Lia tampak sangat bingung, terdengar jelas dari suaranya. Apapun yang sedang dilakukannya, Revan yakin itu sangat penting. Karena Orang seperti Lia bukan tipe orang yang tidak bertanggung jawab.
"Saya bercanda Lia, nggak usah serius begitu. Ya sudah maaf kalau saya mengganggu acara kamu."
"Sa… saya nggak…" Lia terdiam cukup lama.
"Selamat malam minggu," lalu Revan menutup teleponnya, dia tak mau membuat Lia makin bingung mencari-cari alasan. Toh Revan juga tak ingin tahu terlalu banyak tentang kehidupan pribadi karyawannya.
Setelah menghabiskan satu batang rokok, Revan bangun dari duduknya dan berjalan untuk kembali ke ruang karaoke.
"Huft… menyebalkan sekali!" Geramnya lirih sebelum membuka pintu.
Pliss koment dan bintangnya supaya saya makin semangat... 🥰
Amalia menatap ponselnya yang sudah mati sambil tersenyum.Dia senang karena Pak Revan menelpon dan menyuruhnya datang walaupun ya, dia tak akan mungkin datang.Dia tak pernah datang ke acara kantor yang dilaksanakan setelah jam kerja karena dia tak bisa meninggalkan Ibu lebih lama. Dia tak mau Ibu merasa kesepian, karena orang yang sedang sakit ditambah merasa kesepian itu pasti merasa sangat sedih.Dan jika Ibu nya merasa sedih, akan sulit bagi Amalia untuk menghiburnya nanti.Tak bisa di pungkiri, dalam hati Lia, dia ingin sekali datang ke acara itu. Dia ingin bertemu dengan Pak Revan yang ganteng, walaupun mungkin Pak Revan nggak akan melirik dirinya, si perawan tua.Amalia tersenyum sendiri.
"Rita, pulang kerja nanti temani aku ke mall yuk," Novi mendekati temannya, Rita, admin penjualan yang bertugas mencetak nota penjualan tiap harinya.Rita yang masih tampak sibuk, enggan mengalihkan pandangannya dari layar komputer. Printer yang ada di sampingnya terus berbunyi dan mengeluarkan nota-nota yang berhasil dia buat."Rita!!" Novi kesal karena dicuekin, dia pun memukul meja kerja Rita."Iyalah cerewet! Aku lagi sibuk ini!" Balas Rita tanpa memandangi temannya."Ngapain sih ke mall?! Pulang kerja bukannya pulang ke rumah ketemu anak, malah mau jalan-jalan!"Rita dan Novi memang berteman sangat dekat, hingga Novi tak pernah marah saat Rita bicara ketus padanya."Anakku juga butuh ayah baru kan? Ini Ibunya lagi usaha…" Novi tersenyum riang sambil kembali ke meja kerjanya yang berada tepat di depan meja kerja Rita.Rita hanya menggelengkan kepala
"Nggak boleh! Ada orang minta tolong, aku harus bantu!" Dengan membulatkan tekad, Lia melaju menerobos gang gelap itu. Lampu motornya dia tunjukkan ke arah suara minta tolong, dan benar saja ada dua orang lelaki yang tampak mabuk sedang mengganggu seorang wanita. Dan Lia mengenal wanita itu, itu teman kantornya. Walaupun beda divisi tapi Lia tahu dia. Dengan mengumpulkan keberanian, Lia menjalankan motornya dengan kencang dan menyerempet salah seorang pemabuk hingga jatuh, "ayo cepat naik!" Teriaknya. Si wanita yang minta tolong tadi, dengan tergesa-gesa menaiki motor Lia, lalu setelah itu Lia memacu motornya dengan cepat dan meninggalkan gang gelap itu. "Makasih banget ya…" si wanita yang ditolong Lia terus
“Permisi...” Anita masuk ke ruang admin di jam istirahat di hari berikutnya. “Hari ini kamu juga pulang Lia?” tanyanya saat melihat Lia masih sibuk di meja kerjanya. “Iya Nit, jam berapa ini? Kok kamu udah mau istirahat aja.” Lia masih sibuk mengetik tanpa memperhatikan jam. Hari ini Novi berangkat meeting ke Semarang bersama Pak Revan, dan tagihannya belum beres sama sekali. Padahal Pak Revan sudah wanti-wanti agar dia menyelesaikan pekerjaannya, tapi Novi memang nggak bisa bekerja dengan cepat, orangnya terlalu santai. Akhirnya semua beban kerja nya diambil alih oleh Lia selama dua hari ini. “Aku kan meeting juga demi gantiin kamu, jadi pekerjaan ini juga kamu harus bantuin kan. Itu baru adil namanya,” uca
“Kamu sudah cetak email yang dikirim kantor pusat kemarin? Hari ini isi email itu akan dibahas dalam meeting,” tanya Revan, tatapannya tetap fokus ke arah depan, memperhatikan jalan.“Sudah Pak, sudah saya siapkan semuanya di dalam tas,” jawab Novi ketus. Dia masih kesal atas kejadian barusan. Maksudnya apa sih Pak Revan itu? Novi pikir Pak Revan mengajaknya ke Hotel untuk beristirahat sejenak dan bersenang-senang. Ternyata malah dia meninggalkannya di sana seorang diri.Tentu saja Novi langsung mengurungkan niatnya untuk masuk ke Hotel besar tadi. Buat apa dia kesana kalau hanya seorang diri!Ternyata Pak Revan lebih sulit dari yang dibayangkan oleh Novi. Novi pikir Pak Revan akan sama dengan pria-pria yang dikenalnya, yang dengan mudah di dapatkan hatinya h
Ibu senang sekali Li...” Ibu tersenyum sambil menatap anak perempuannya yang sudah terlewat dewasa.“Kenapa Bu?” tanya Lia penasaran.“Ibu senang, kamu punya teman yang baik seperti Anita. Ibu jadi merasa tenang, walaupun kamu belum punya pasangan sampai sekarang tapi paling tidak kamu punya teman yang baik.” Ibu tak henti-hentinya memuji kebaikan hati Anita.Sore tadi, sepulang dari supermarket Anita dan pacarnya datang ke rumah Lia. Mereka membawa sekeranjang besar buah-buahan dan ngobrol panjang lebar dengan Ibu.Ibu memang terlihat berbeda saat mengobrol dengan Anita, wajahnya tampak sumringah. Sepertinya Ibu memang senang di ajak ngobrol, mungkin karena selalu di rumah sendirian tak ada teman bicara Ibu jadi merasa gampang bosan dan saat ada orang yang mengajaknya bicara dia langsung ceria, Lia pun sangat senang melihatnya.Lia sangat bersyukur, mengenal Anit
“Selamat pagi semuanya,” ucap Revan membuka briefing pagi ini.“Pagi Pak...” Jawab seluruh karyawan kompak."Dua hari Saya absen, nggak ada masalah kan?”“Nggak ada Pak, aman!” ucap Jamal mewakili teman-teman sales nya.“Lia? Kamu pasti kesulitan ya, harus buat tagihan yang lumayan banyak.”Lia tersentak kaget saat namanya disebut oleh bosnya, “oh, nggak Pak," jawabnya singkat.Revan mengangguk puas dengan kinerja Lia. Sebelum briefing dia memang sudah mengecek tagihan-tagihan yang dibawa sales selama dua hari kemarin. Dan pekerjaan Lia ny
“Bu, Lia sudah masak udang goreng tepung loh, katanya kemarin Ibu pengen udang tepung,” Lia masuk ke kamar Ibunya sambil membawa sepiring penuh udang goreng tepung yang baru saja matang. “Baunya enak banget loh Bu, hmmm... Ibu pasti suka.” Lia meletakkan piring itu di meja dekat ranjang Ibunya dan menatap Ibu yang sepertinya masih lelap tertidur. “Tumben, sudah jam tujuh pagi kok Ibu belum bangun? Biasanya Ibu sudah bangun dari subuh, apa karena sekarang hari minggu?” ucap Amalia bermonolog. “Ibu...” Amalia duduk di tepi ranjang Ibunya dan menyentuh pundaknya dengan pelan mencoba membangunkan sang Ibu. “Badannya di seka dulu yuk? Sama ganti pampersnya, terus sarapan. Sudah jam tujuh loh... Bu...” Ibu tetap diam tak bergeming. “Bu? Bu?" Lia langsung merasa cemas, jantungnya berdebar makin kencang saat menyadari tubuh Ibunya sudah terasa dingin. Dengan tangan gemetar, Lia mendekatkan j