Share

7. Rahasia Amalia.

Amalia menatap ponselnya yang sudah mati sambil tersenyum.

Dia senang karena Pak Revan menelpon dan menyuruhnya datang walaupun ya, dia tak akan mungkin datang.

Dia tak pernah datang ke acara kantor yang dilaksanakan setelah jam kerja karena dia tak bisa meninggalkan Ibu lebih lama. Dia tak mau Ibu merasa kesepian, karena orang yang sedang sakit ditambah merasa kesepian itu pasti merasa sangat sedih.

Dan jika Ibu nya merasa sedih, akan sulit bagi Amalia untuk menghiburnya nanti.

Tak bisa di pungkiri, dalam hati Lia, dia ingin sekali datang ke acara itu. Dia ingin bertemu dengan Pak Revan yang ganteng, walaupun mungkin Pak Revan nggak akan melirik dirinya, si perawan tua.

Amalia tersenyum sendiri.

"Sudahlah.. mending aku nonton drakor lagi," gumamnya sambil mulai memasang headset sambil menata posisi enak di kasurnya.

***

"Lusa ada meeting di Semarang, Saya butuh satu admin inkaso untuk ikut," ucap Pak Revan di tengah briefing pagi.

"Saya siap Pak," Novi melonjak gembira. Bagaimana tidak, inilah hal yang dia tunggu-tunggu. Selama ini dia selalu ikut meeting ke kantor pusat area Jawa Tengah dengan Pak Budi, tapi sekarang Pak Budi sudah digantikan oleh Pak Revan, Novi jadi tak sabar menantikannya, dia sangat bersemangat.

Membayangkan selalu berdua dalam mobil selama perjalanan, membuat Novi terus tersenyum dengan gembira.

"Saya ingin Amalia saja yang ikut meeting!" Ucap Pak Revan dengan tegas.

Amalia tersentak kaget dan menatap Pak Revan.

"Ta-tapi Pak, biasanya yang ikut meeting itu Novi."

"Admin Inkaso kan ada dua, seharusnya kalian berdua bergantian ikut meeting, nggak bisa Novi terus yang pergi. Kamu juga ada tanggung jawab di sini."

Wajah bahagia Novi berubah drastis, dia sangat kesal dengan Pak Revan. Kenapa sih, dia harus begitu memperhatikan Lia? Kalau Lia tak mau ya sudah toh ada dia kan!

"Apalagi kata Pak Budi, kamu sama sekali belum pernah ikut meeting di pusat selama dua tahun ini!"

Amalia menunduk, bagaimana dia harus menjelaskan kepada atasannya itu, apakah Amalia bicara saja terus terang tentang Ibu yang sakit. Meeting di pusat pasti paling cepat dua hari kan? Bagaimana dengan Ibu? Siapa yang bakal merawatnya? menyiapkan makan?

Kenapa sih Pak Revan harus membuat segalanya jadi runyam.

.

'Brak!'

Novi menggebrak meja dengan kesal. Impiannya untuk bisa berduaan dengan Pak Revan selama perjalanan luar kota kandas sudah.

"Nov, aku bener-bener nggak bisa ikut meeting di Semarang," ucap Amalia saat Novi sudah duduk di sampingnya.

"Mau bagaimana lagi, Pak Revan maunya sama kamu! Dari kemarin dia selalu memuji kamu, sekarang meeting juga maunya sama kamu! Ada apa sih di antara kalian berdua?! Aku jadi curiga…" Novi melirik sinis ke arah partnernya.

"Aku dan Pak Revan? Nggak mungkin…" Amalia gugup, dia menggerak-gerakkan kedua tangannya agar lebih meyakinkan bahwa dia tak ada hubungan apa-apa dengan Pak Revan.

Hubungan apa? Selain pekerjaan tentu saja nggak ada, nggak mungkin ada!

Novi tertawa lirih, lebih seperti mengejek, "iyalah nggak mungkin! Konyol…" gumamnya sambil mulai menyalakan komputernya untuk mulai bekerja.

Tak boleh begini! Lia tak bisa diam saja. Keputusannya untuk tak ikut meeting sudah final, tak bisa diubah. Lia nggak akan bisa pergi dan meninggalkan Ibunya sendirian di rumah selama dua hari.

Lia bangun dari duduknya dan berjalan menuju ruang manager untuk bicara dengan Pak Revan.

'Tok. Tok. Tok.'

"Masuk."

Setelah diizinkan, Amalia langsung berjalan masuk ke dalam ruangan Pak Revan.

"Maaf Pak… untuk meeting lusa…"

"Keputusan Saya sudah final Lia! Saya ingin kamu yang ikut meeting!" Pak Revan bahkan mengetuk mejanya dengan pulpen, tanda dia tak bisa dibantah.

"Tapi Pak…"

"Bisa kan, Saya minta tolong supaya kamu yang menemani Saya?" Ucap Pak Revan lirih.

"Saya merasa tak nyaman dengan Novi…" sambungnya.

Amalia paham sekarang, ternyata Pak Revan memanfaatkannya hanya karena tak nyaman dengan Novi. Lia tersenyum simpul menertawai kekonyolannya karena merasa Pak Revan lebih memperhatikan dirinya daripada Novi, ternyata itulah alasannya.

"Kenapa kamu malah tersenyum? Kamu mengejek Saya?"

"Bu-bukan Pak.. maaf kalau Pak Revan merasa begitu."

"Novi itu agresif sekali, Saya nggak bisa bayangkan kalau harus satu mobil dalam waktu yang lama dan hanya berdua saja. Jadi tolong, kamu harus bisa temani Saya untuk meeting."

Lia menunduk mencoba menahan tawa, ternyata Pak Revan merasa takut pada keagresifan Novi, Lia pikir semua lelaki bakal menyukai wanita agresif.

"Hey! Jangan ketawa kamu!" Gerutu Pak Revan.

"Sekali lagi Saya minta maaf Pak, tapi Saya benar-benar nggak bisa ikut meeting."

"Kenapa? Kamu takut berduaan dengan Saya dalam satu mobil?"

"Bukan… bukan itu… hanya saja Saya tak bisa pergi sampai ke luar kota…"

"Berikan Saya alasan yang masuk akal!"

Amalia terdiam. Selama ini dia menjaga rahasia bahwa Ibunya sakit dan hanya dia yang merawatnya. Lia tak mau dikasihani teman-teman kantornya dan meminta kemakluman mereka untuk masalah pribadinya.

"Kalau kamu nggak ada alasan yang bagus, maaf kamu harus tetap ikut meeting!"

"Sebenarnya…"

Revan menatap Lia, menunggu kelanjutan kata-katanya.

"Saya… Ibu Saya sakit Pak. Beliau tak bisa bergerak dan hanya bisa berbaring di atas ranjang. Karena itu Saya tak bisa pergi terlalu lama apalagi sampai keluar kota…" Lia menunduk makin dalam.

Revan terdiam, dia sedikit terkejut dengan pengakuan Lia.

"Apa nggak ada saudara lain di rumah?"

Lia menggelengkan kepala, "Saya hanya tinggal berdua dengan Ibu…"

Revan mendesah.

"Maaf kan Saya Pak. Saya janji akan bekerja lebih giat. Saya akan capai target 100% tiap bulan! Saya akan gembleng sales sampai mereka bisa bekerja lebih baik lagi, Saya akan…"

Revan mengangkat tangannya, berusaha menghentikan celotehan Lia.

"Maaf, Saya nggak tahu kondisi kamu di rumah."

"Maaf Pak, Saya bukan bermaksud tidak profesional. Tapi kalau memang bisa di lakukan oleh Novi, dan Novi tidak keberatan untuk berangkat meeting, Saya akan merasa sangat berterima kasih." Lia berulang kali menundukkan kepala memohon.

"Ya sudah lah, Saya meeting ke Semarang sama Novi saja. Silahkan kembali ke meja kerja kamu," Revan menunjuk pintu keluar dengan tangannya.

"Sekali lagi, Saya minta maaf Pak." Lia membungkukkan kepalanya lagi, entah untuk yang ke berapa kalinya. Lalu berjalan keluar dari ruangan Revan.

"Nov, aku sudah bilang sama Pak revan nggak bisa ikut meeting. Jadi lusa kamu berangkat. Nggak papa kan?" Tanya Lia saat sampai di ruang admin.

"Ya.. mau bagaimana lagi, kalau memang kamu nggak bisa…" jawab Novi sambil berusaha menyembunyikan senyum kegembiraannya.

Akhirnya dia akan berduan dengan Bos nya yang super ganteng.

'Dasar bodoh! Pantesan jadi perawan tua! Ada kesempatan emas malah dia biarkan pergi begitu saja,' batin Novi sambil melirik Lia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status