Share

Part 2 Baju Anak Perempuan Berumur 3 Tahun

Anaknya Mirip Suamiku

(2)

_________________________

 

Seperti biasa, aku mengontrol karyawan konveksi-ku. Setiap ada orderan, aku lah yang mengurus hingga mencatat pembukuan beberapa toko yang berhutang. Tapi masalah pembukuan toko kain, sepenuhnya kuserahkan pada mas Denis. 

 

"Bu, ini baju yang diminta Bapak," ucap Reni sambil meletakkan tiga helai baju di atas meja, tepat di samping laptop-ku.

 

"Baju? Kapan Bapak memintanya?" Aku heran menatap baju itu. Tiga helai baju anak perempuan berumur tiga tahunan. Pikiranku teringat Ayu putri ke dua Nayla.

 

"Barusan Bapak menelpon minta tiga helai baju anak perempuan berumur tiga tahun. Tadinya kubilang dijahitkan atau stok yang tersedia, Bapak bilang yang tersedia aja, Bu," jawab Reni.

 

Reni karyawan kepercayaanku. Dia bekerja dari pertama aku membuka usaha ini. Dia juga bisa menjahit, bahkan adiknya-Susi juga ikut bekerja di toko kain yang dikelola suamiku.

 

"Baiklah, nanti biar aku yang memberikannya pada Bapak." 

 

"Papa tidak bilang ini untuk siapa, Mbak?" Nana ikut bersuara sambil duduk di kursi depan mejaku.

 

"Tidak Nan," jawab Reni.

 

"Ya sudah, silahkan lanjutkan pekerjaanmu, Ren," ucapku berusaha tenang agar Reni dan Nana tidak membaca kegelisahanku.

 

Aku tersandar di kursi menatap tiga helai baju di atas meja. Entah kenapa aku berfirasat kalau baju ini untuk Ayu anak Nayla. Apakah ini bukti kalau mereka mempunyai hubungan di belakangku? Jika itu benar, aku akan bertindak. Tidak akan kubiarkan mereka mempermainkanku di belakang. 

 

"Ma, Papa minta baju ini untuk siapa?" tanya Nana. Sepertinya Nana juga curiga seperti kecurigaanku.

 

"Entahlah, biar nanti Mama tanya." Aku berusaha cuek sambil melihat layar laptop.

 

Bukan aku tidak ingin membahas ini dengan putriku. Aku belum punya bukti. Selama ini Nayla dikenal wanita baik-baik dan tidak menuntut banyak dari Jhoni. Inilah salah satu alasan kenapa Nayla disayang nenek. Dan kecurigaanku dipudarkan dengan kebaikan sikap Nayla.

 

"Kamu sebaiknya pulang, makan dan ganti baju," ucapku ke Nana.

 

"Baiklah, Ma. Oh ya, Ma, sore aku ke sini lagi setelah menyelesaikan tugas kuliah." Nana bangkit dari duduknya.

 

Aku menatap Nana berlalu dan meninggalkan toko. Kuambil baju di atas meja. Perih rasanya hatiku membayangkan perselingkuhan mereka di belakangku seandainya ini benar. Ya Allah, kuatkan hatiku.

 

Aku berusaha menghilangkan prasangka buruk itu. Menyibukkan diri memeriksa pembukuan dan orderan dari pelanggan luar daerah. Aku juga memasarkan lewat media sosial seperti F******k dan I*******m. Dari sinilah aku juga bisa melihat model baju terbaru dan banyak peminatnya.

 

Tidak lama kemudian suamiku datang. Mobil diparkir di depan toko. Pintu mobil dibuka, ternyata mas Denis datang bersama Jhoni, tidak terlihat dari luar karena kaca mobil hitam. Mereka masuk ke toko.

 

"Wah, tambah maju aja usahamu, Mbak," ucap Jhoni melihat isi toko hampir penuh dengan baju-baju hasil rancanganku.

 

Dua ruko ini kami satukan. Satu ruko untuk menjual kain, dan satunya lagi untuk usaha konveksi-ku. Lantai dua digunakan untuk gudang baju dan gudang kain.

 

"Alhamdulillah, Jhon," jawabku.

 

Mas Denis dan Jhoni duduk di toko kain. Aku menatap mereka di balik dinding kaca pembatas antara dua ruko ini. Mereka sangat akrab, apakah mungkin suamiku setega itu pada Jhoni. 

 

Ingin kutanyakan tentang baju anak perempuan ini. Tapi terhalang karena ada Jhoni, mungkin kutunggu nanti malam di rumah. Aku harus bersabar dulu.

 

Aku melanjutkan kerja menulis orderan di buku besar seperti biasa.

 

"El, aku bisa pakai uangmu dulu untuk membantu Jhoni, aku berniat membelikannya rak barang untuk toko mainannya," ucap suamiku duduk di kursi depan meja kerjaku. 

 

"Bukankah uang toko kain ada, Mas?" Tanganku berhenti menulis.

 

"Ada, tapi untuk modal membeli kain lagi, akhir-akhir ini banyak yang berhutang."

 

Aku menghela nafas. Kutatap wajah suamiku, lagi-lagi aku terbayang wajah anak Nayla.

 

"Gimana, El?"

 

"Oh, berapa Mas?" Aku sedikit terkejut karena terdiam sesaat.

 

"Lima juta aja. Hanya rak kayu yang ditempelkan ke dinding."

 

Jika kebaikan suamiku seperti ini kepada Jhoni, pantaslah aku dan Jhoni tidak mencurigai mas Denis dan Nayla. Aku tidak mempermasalahkan membantu saudara, tapi kalau membantu ada maksud lain, tidak akan kubiarkan. Usaha ini modal dari  almarhum orang tuaku. 

 

"Bukankah stok kain di gudang sudah banyak yang kosong, kok uangnya tidak ada Mas?" Aku mulai menyelidiki. Selama ini aku tidak pernah tahu tentang untung rugi toko kain. Setiap bulan mas Denis memberiku uang sepuluh juta dari penghasilan toko.

 

"Kan, sudah kubilang banyak yang berhutang. Lagian cuma lima juta kok, El. Apa salahnya membantu Jhoni, dia butuh biaya untuk anak istrinya," jawab mas Denis.

 

Perhatian sekali suamiku pada anak istri Jhoni. Mendadak aku menaruh curiga setelah melihat wajah Ayu. 

 

"Nayla, akan kucari cara agar kamu mengakui Ayu anak suamiku atau anak suamimu," ucapku di hati.

 

Kulihat ke belakang, semua karyawanku sedang sibuk dengan pekerjaannya. Ini lah kesempatanku menayakan tentang baju anak perempuan yang dipesan suamiku ke Reni, dan selagi Jhoni duduk di toko kain sebelah.

 

"Mas, ini untuk siapa?" tanyaku sambil menunjuk tiga helai baju di samping laptop-ku.

 

"Maksudnya?" Mas Denis heran menatap baju itu.

 

"Ini baju yang kamu pesan ke Reni. Ini untuk siapa?" Suaraku lebih lantang.

 

Mas Denis terpana melihat baju itu. Mukanya tegang sambil melihat sekilas ke Jhoni. Dia menarik nafas dalam.

 

"Jawab Mas?"

 

Aku tidak sabaran ingin mendengar jawaban suamiku. 

 

"Ini ... ini untuk anak Jhoni," jawab suamiku pelan dan gugup.

 

Aku terkejut mendengar jawaban suamiku. Jadi benar ini untuk Ayu. Ya Allah, ternyata benar, Nayla dan suamiku berselingkuh. Dadaku sesak sambil mengepalkan tangan.

 

"Jhon! Johoni!"

 

Tiba-tiba mas Denis memanggil Jhoni. Jhoni melangkah mendekat, lalu duduk di kursi sebelah mas Denis duduk.

 

Mas Denis mengambil baju di atas meja, lalu menyodorkannya kepada Jhoni. "Ini untuk anakmu," ucap suamiku.

 

"Oh terima kasih, Mas. Alhamdulillah dapat rejeki," ucap Jhoni tersenyum menerima baju itu.

 

"Model bajunya bagus, Mbak. Tidak salah pelanggan Mbak banyak." Jhoni menatapku.

 

Aku membalas dengan senyum kecil. 

 

Ternyata aku belum punya cara membuktikannya. Jhoni sama sekali tidak curiga kemiripan putri bungsunya dengan suamiku. Sepertinya mas Denis bermain cantik. 

 

"Akan kubuka kebusukanmu, Mas. Aku yakin Ayu putri kandungmu," bathinku. 

 

Bersambung ....

 

 

 

 

 

 

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Anggapratama
keren,semangat author up nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status