Share

Part 5 Pov Nana

Anaknya mirip suamiku

(5)

 

Pov Nana

 

Sudah lama aku tidak bertemu tante Ratih dan tante Nayla. Aku tidak punya saudara. Menjadi anak tunggal kesepian di rumah. Mama Papa sibuk di toko, pulang kuliah rumah terasa sunyi. Tapi semenjak ke dua Tante itu balik lagi tinggal di rumah nenek papa, pulang kuliah aku sering mampir sekedar bercerita. Tante Nayla menyenangkan diajak bicara.

 

"Tan, nanti ajari aku bikin brownies donk," pintaku sambil memakan potongan kue brownies.

 

"Iya, tapi ntar bantuin Tante buka lapak kue, ya," jawab tante Ratih sambil memotong lagi kue brownies dan meletakkan di piring kecil.

 

Kulihat mama seperti memikirkan sesuatu. Meskipun mulut mengunyah makanan, tapi mata mama seperti memperhatikan gerak gerik tante Nayla. Tidak biasanya mama menatap tante Nayla seperti itu.

 

"Na, bawa kue ini ke meja teras," titah tante Ratih menyodorkan sepiring kue.

 

"Oke, Tan," jawabku menerima piring kue itu, lalu melangkah ke teras depan.

 

"Ini browniesnya, Pa, Om," ucapku meletakkan sepiring kue brownies di meja teras.

 

"Pasti enak," ucap papa langsung mengambil sepotong kue dan memakannya.

 

"Nanti kamu akan terbiasa dengan kue bikinin Ratih, dia mau jualan kue di depan toko mainanku, Mas," kata Om Jhoni juga mengambil sepotong kue.

 

"Iya, Pa. Nanti aku bantuin Tante Ratih buka lapaknya," timpaku.

 

"Bagus, kasihan Ratih, setelah bercerai dia harus punya usaha. Nanti kabari aku kapan Ratih buka usaha kuenya, aku dan Elya pasti membantu," ucap papa sambil memakan potongan kue yang tersisa di tangannya.

 

"Mbak Nayla! Mbak!"

 

Kami terkejut mendengar teriakan Tante Ratih dari dalam. Seketika kami bertiga berlari masuk. Tante Nayla pingsan tergeletak di depan televisi.

 

"Nayla!" Om Jhoni menghampiri Tante Nayla.

 

"Nayla kenapa, El?" tanya papa ke mama.

 

"Entahlah, Mas. Tadi saat aku sedang makan, tiba-tiba Nayla pingsan," jawab mama di samping tante Nayla.

 

Om Jhoni menggendong tante Nayla ke kamar, setelah dibaringkan di ranjang, mama mengoleskan minyak kayu putih dekat hidung Tante Nayla. 

 

"Mas Jhoni, sebaiknya bawa Mbak Nayla berobat, aku khawatir karena Mbak Nayla tidak pernah pingsan sebelumnya," ucap Tante Ratih.

 

"Panggil bidan terdekat aja, kelamaan ke rumah sakit," timpa mama.

 

"Biar aku panggil," ucapku bergegas ke luar.

 

Aku jalan kaki ke bidan. Kebetulan prakteknya hanya berjarak dua rumah. Meskipun bidan tapi banyak juga yang berobat. Tante Nayla harus mendapatkan penanganan secepatnya.

 

Aku dan bidan Cici tergesa-gesa ke rumah. Syukurlah tadi sedikit pasien, aku bisa membawa bidan ke rumah tanpa menunggu lama.

 

Sampai di kamar tante Nayla, ternyata dia sudah siuman. Tubuhnya terlihat pucat berbaring. Tante Ratih memijit kening tante Nayla sambil mengoleskan minyak kayu putih.

 

"Biar aku periksa, Mbak," ucap bidan Cici menggunakan alat mengukur tensi.

 

Kami menunggu di luar, hanya Tante Ratih yang menemani di kamar. Kulihat om Jhoni gelisah mondar mandir. 

 

"Gendong Pa," rengek Ayu ke Jhoni.

 

"Nanti ya, Papa lagi nunggu Mama," tolak om Jhoni sambil merokok.

 

"Ayo gendong sama Om," ucap papa langsung menggendong Ayu.

 

"Asik." Ayu kegirangan.

 

Kulihat Ayu seperti titisan papa. Mereka sangat mirip. Kenapa Ayu tidak mirip om Jhoni, padahal ayah kandungnya bukan papa. Lucu juga.

 

Bidan Cici ke luar dari kamar. Kami langsung mendekatinya ingin tahu keadaan Tante Nayla. Tapi raut wajah tante Ratih terlihat senang.

 

"Bagaimana Bu? Istriku sakit apa?" tanya om Jhoni ke bidan Cici.

 

"Selamat ya, Pak. Istri Bapak hamil," jawab bidan Cici.

 

"Istriku hamil?" Om Jhoni terkejut, tapi dia tidak terlihat senang. Aneh.

 

"Iya, saya sudah tinggalkan resep obat vitamin, Mbak Nayla harus banyak istirahat."

 

"Iya, Bu bidan, terimakasi," ucap tante Ratih mengiringi bidan menuju pintu.

 

Sekilas Om Jhoni menarik nafas dalam. Dia duduk seperti memikirkan sesuatu. Lalu papa duduk di sampingnya.

 

"Kamu kenapa Jhon? Istrimu hamil tapi terlihat kurang senang," tanya mama masih berdiri di sampingku.

 

"Tidak apa-apa, Mbak. Hanya khawatir aja, lagian Ayu belum 3 tahun."

 

"Ada Ratih di sini, jadi Nayla bisa istirahat."

 

"Iya Jhon, jangan khawatir," timpa papa menepuk pelan punggung om Jhoni.

 

***

 

"Jaga kandunganmu, Nay. Sekarang ada Ratih yang bantu ngurusin anakmu," ucap mama duduk di tepi ranjang. 

 

"Iya Mbak, mungkin aku kacapean merapikan barang-barang setelah balik lagi ke sini." Wajah tante Nayla terlihat pucat.

 

"Rat, aku balik dulu ke toko, kalau ada apa-apa hubungi aku." Mama bangkit dan melangkah ke pintu.

 

"Iya, Mbak. Terimakasih," jawab tante Ratih mengiringi mama.

 

"Na, nanti jemput mama, ya."

 

"Oke Ma," jawabku lalu duduk di samping tante Nayla yang masih terbaring.

 

Mama dan tante Ratih berlalu dari kamar.

 

"Aku pengen sekali Mamaku hamil seperti Tante, biar aku punya adik," ucapku.

 

"Salsa dan Ayu bisa juga adikmu, Na."

 

"Oh iya ya, Tan. Maksudku adik seibu sebapak," polesku sambil nyengir.

 

"Berarti Allah belum kasih rejeki adik untukmu, Nan. Syukuri aja, mana tahu lain waktu kamu punya adik."

 

"Aminn," ucapku. "Aku ke kamar mandi dulu, kebelet."

 

Aku ke luar dari kamar menuju dapur. Kamar mandi ada di sudut dapur. Setelah buang air kecil, aku berniat menuju meja makan ingin makan kue brownies lagi. Tapi langkahku terhenti, sekilas aku mendengar papa berbicara di teras belakang. Yang membuatku penasaran ada kata-kata yang mengganjal menurutku.

 

"Pokoknya kalian jangan khawatir, aku pasti membiayai persalinan Nayla, bagaimana pun juga ini karena aku," ucap papa.

 

"Iya, Mas. Nayla pasti kecapean. Tadinya aku tidak senang dengan kehamilan Nayla karena kondisi perekonomianku seperti ini," keluh om Jhoni.

 

"Aku sudah di sini, Ayu akulah yang mengurusnya, Mas," timpa tante Ratih.

 

"Pokoknya aku tidak akan lari dari tanggung jawab, tolong jangan sampai Elya tau."

 

Aku terkejut mendengar perkataan papa. Tanggung jawab? tanggung jawab apa? Kenapa juga mama tidak boleh tahu. Apa yang mereka rahasiakan dari mama? Aku harus cari cara beri tahu mama. Aku tidak rela mama dibohongi, selama ini mama lah yang sering membantu mereka. Tapi aku takut jika mama papa bertengkar kalau aku mengadu. Kasihan mama, sudah sering membantu tapi mereka main rahasia-rahasiaan segala. 

 

Bersambung ....

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
NUR WAHYUNI
hindari pov ini itu thor.. ini kan novel jadi baiknya ambil satu pov saja... krn bakal rancau jadinya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status