Share

Part 6 Cari Informasi Tes DNA

Anaknya mirip suamiku

(6)

 

Sore ini aku sudah siap-siap pulang. Setelah toko di kunci, aku berdiri di teras menunggu Nana. Rintikan hujan menyambut senja. Aku terpaku memikirkan tentang Ayu, kegelisahan dan menerka-nerka. Betulkah dia anak suamiku.

 

Tit tit tit ....

 

"Ma! Mama!"

 

Lamunanku tersentak mendengar suara klakson dan panggilan Nana dari mobil. Kupalingkan wajah, dia melambaikan tangan ke luar kaca jendela mobil. Aku bergegas lari kecil menuju pintu mobil, lalu masuk.

 

"Mama mikirin apa?" tanya Nana setelah aku duduk di sampingnya.

 

"Tidak ada, ayo pulang," jawabku. Ini masalahku dengan papanya, tidak mungkin anakku ikut campur. Lagian aku belum punya bukti. Jika aku salah bicara, itu sama artinya aku menjelek-jelekan papanya.

 

Nana menyetir mobil meninggalkan toko. Hujan gerimis hanya membasahi jalan. Aku terus kepikiran tentang firasat tapi tidak terbukti.

 

Tes DNA. Aku kurang mengerti masalah itu. Selama ini aku hanya nonton sinetron kalau membuktikan anak kandung siapa hanya dengan tes DNA. Apa prosedur dan kemananya saja aku tidak tahu. Selama ini yang kutahu hanya f******k dan i*******m untuk promosi baju. Atau ... kucoba tanya Nana saja, mana tahu dia pernah dengar, lagian anak muda sekarang banyak yang cerdas-cerdas.

 

"Na."

 

"Ya Ma," jawab Nana menatapku sekilas, lalu fokus lagi menyetir.

 

"Tes DNA itu gimana caranya ya?" 

 

Mendadak Nana merem mobil. Untung jalan sepi hingga tidak mengganggu kendaraan lain yang lewat.

 

"Ada apa, Na?" tanyaku sambil melihat Nana, dia terlihat terkejut.

 

"Oh, maaf Ma. Ayo kita pulang."

 

Nana menyetir lagi. Aku diam tidak membahasnya, sebaiknya di rumah saja agar Nana kosentrasi menyetir. Tapi kenapa putriku terkejut dengan pertanyaanku.

 

Di rumah.

 

"Pagar sudah tutup, Na?" tanyaku sambil membuat secangkir kopi.

 

"Sudah, Ma," jawab Nana sambil meletakkan kunci mobil di meja samping televisi. 

 

Aku membawa secangkir kopi duduk di sofa. Mas Denis belum pulang, pasti dia masih sibuk membantu Jhoni. Lagi-lagi pikiranku teringat wajah Ayu. Astagfirullahalazimm, kenapa hatiku seresah ini ya Allah, jika benar mereka berselingkuh di belakangku ....

 

"Ma, Mama." 

 

Aku terkejut Nana menepuk pelan lenganku. 

 

"Ada apa Na?" tanyaku, lalu meneguk kopi.  

 

"Mama untuk apa nanya masalah tes DNA?" Nana menatapku dalam. Sesaat kami terdiam saling bertatapan. Aku ragu untuk bicara jujur atau tidak. Bagaimana pun juga mas Denis papa anakku.

 

"Ma, kenapa diam?" 

 

"Tidak jadi, tidak usah dibahas." Aku bangkit ingin beranjak ke kamar.

 

"Apakah ini masalah Ayu anak Tante Nayla, Ma?"

 

Sur! Rasanya jantungku mau keluar. Nana bisa membaca pikiranku. Langkahku terhenti dan membalikkan badan.

 

"Kamu, kamu dari mana tau maksud pikiran Mama?"

 

Nana bangkit dan mendekat.

 

"Ayu sangat mirip Papa 'kan, Ma?"

 

Lututku lemas. Dadaku sesak, biasanya aku bicara sendiri menerka-nerka, tapi setelah Nana berpikiran sama denganku, entah kenapa perasaanku mulai gelisah. Mendadak mataku berembun. Susah menahannya.

 

"Duduk sini Ma," ajak Nana menarik tanganku duduk lagi di sofa.

 

"Aku sudah besar dan sangat mengerti, Ma. Aku bisa rasakan apa yang Mama rasakan. Aku akan membantu Mama mengungkap semua ini."

 

"Seandainya itu benar, a-apa yang akan kita lakukan, Na?" Suaraku parau berucap. Akhirnya butiran bening ikut menetes di pipiku.

 

"Kita jauhi mereka, mereka bukan keluarga kita lagi," jawab Nana tegas.

 

Aku terdiam. Berusaha mengumpulkan kekuatan agar jangan menangis lagi. Tapi percuma.

 

"Selama ini Mama kerja cari uang dan sering membantu mereka, jika seperti ini balasan mereka, kita balas mereka!" sambung Nana lantang. Aku tahu anakku sangat marah jika ini terbukti. Sama sepertiku.

 

 "Tapi, Nak. Papamu ...." Tak sanggup kuungkapkan. Nana anak kandungku dan mas Denis. Apakah pantas menjelekkan mas Denis.

 

"Ma, bukan hanya Papa, siapapun lelaki yang melakukan ini tetap salah."

 

"Mungkinkah Nayla setega ini pada Mama, Na? Bahkan Mama sudah menganggapnya seperti adik kandung." Aku menyeka air mata berusaha kuat dalam hati yang rapuh.

 

"Bisa jadi, dan mungkin ini karena uang."

 

"Tapi kenapa Jhoni seperti ...."

 

"Sudahlah, Ma. Sekarang biarkan aku menyelidikinya. Tadi aku juga dengar Papa, Tante Ratih dan Om Jhoni bicara di teras belakang rumah nenek. Mereka berbicara seperti menyimpan rahasia dari Mama. Papa meminta Mama jangan sampai tau sesuatu, tapi entah apa."

 

"Maksudmu? Mereka punya punya rahasia di belakang Mama?" Aku terkekut mendengar penjelasan Nana.

 

"Iya Ma, tadi waktu aku ke kamar mandi ...."

 

Air mataku tumpah lagi mendengar cerita Nana. Rahasia? Apa yang mas Denis rahasiakan dariku? Dan tanggung jawab apa yang dipikul suamiku tentang kehamilan Nayla? Ya Allah, apakah sesakit ini rasanya ditusuk dari belakang. Dari cerita Nana, mereka sekongkol mengelabuiku. Awas kalian, selama ini aku yang bekerja mencari uang, lah mas Denis cuma numpang mengelola usaha yang dimodali ibuku. Bisa dikatakan semua yang kupunya bukan dari keringat mas Denis. Jika ini balasan mas Denis, aku harus bertindak, tidak akan kubiarkan jika pengkhianatan ini benar adanya.

 

"Jangan menangis, Ma. Mereka tidak layak untuk ditangisi."

 

"Haruskah kita melakukan tes DNA?"

 

"Sebentar, aku lihat dulu." 

 

Nana sibuk menyentuh layar ponselnya. Dari ketikan yang terlihat, dia mencari tahu tentang prosedur tes DNA. Kenapa aku tidak kepikiran mencarinya di geogle. Aku terhanyut dengan keresahan hati jika benar mas Denis yang tampak baik, ternyata berselingkuh dan punya anak dari wanita lain. Betapa hancurnya hatiku, ini baru sebatas praduga.

 

"Setelah kulihat di geogle, tes DNA sekitar satu sampai dua Minggu, terus biayanya 8 sampai belasan juta gitu, Ma. Caranya lebih gampang menggunakan rambut," jelas Nana sambil melihat layar ponsel.

 

"Di mana, Na?"

 

"Di rumah sakit, Ma," jawab Nana.

 

"Sebaiknya kita tanya dulu ke rumah sakit, setelah itu baru kita ambil diam-diam rambut Ayu dan Papamu."

 

Kami terdiam sejenak. Ada suara mobil masuk karena terdengar suara pagar dibuka.

 

"Itu Papa, Ma. Kita tidak usah bahas masalah itu dulu," ucap Nana lalu sibuk dengan ponsel.

 

Kunyalakan televisi seperti sedang menonton.

 

"Assalamu'alaikum," ucap mas Denis dari pintu.

 

"W*'alaikumsalam, mau minum kopi, Mas?"

 

"Tidak usah, aku sudah minum bersama Jhoni," ucap suamiku sambil meletakkan kunci mobil di meja.

 

"Na, tadi kata Ratih, kamu diminta ke rumah nenek, dia mulai usaha jualan kue besok." Suamiku duduk di samping Nana.

 

"Oke Pa," jawab Nana.

 

"Oh ya, El. Kamu ada uang lima ratus ribu? Aku pakai dulu, ya."

 

"Untuk apa Mas?" tanyaku.

 

"Bantu berobat Nayla. Uang Jhoni habis buka toko mainan, kasihan mereka, Nayla butuh vitamin untuk kandungannya," jawab mas Denis.

 

Aku dan Nana langsung beradu pandang sesaat. Mata kami saling berbicara setelah mendengar jawaban suamiku.

 

Bersambung ....

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status