All Chapters of TRANSFORMASI MANTAN ISTRI GENDUTKU: Chapter 21 - Chapter 30
67 Chapters
Part 21
Terbongkarnya rahasia Bagas dan Anisa"Mas Bagas, tolong jangan main kekerasan disini. Jika mas terus-terusan membuat onar silahkan meninggalkan desa ini. Saya selaku ketua Rt dikampung ini merasa terganggu akibat ulah mas. Saya tahu mas itu adalah menantu pak Andi, saya juga tak tahu duduk perkaranya apa? Kalau bisa kita duduk dan musyawarhkan semaunya disini. Mas juga telah menganggu ketentraman kampung malam-malam begini," ujar ketua Rt. Ya kebetulan setelah Pak Rt masuk kedalam rumah pak Andi, Pak Rt juga telah membubarkan kerumunan warga yang melihat pertengkaran dan perkelahian oak Andi. "Mereka itu serakah pak. Mereka mau menguasai semua warisan mendiang ayah saya, saya terpaksa menikahi Anisa lantaran mending ayah saya mengatakan mempunyai hutang budi yang besar kepada Pak Andi. Mau tak mau saya menikahi putrinya yang gendut itu, namun apa? Nyatanya wanita yang berstatus istri saya malah pergi meninggalkan rumah dan suaminya di kota.
Read more
Part 22
Pov Anisa Malam ini adalah malam yang terpanjang bagiku, malam yang membuat hati ini kembali terluka dan....... Ah... Entahlah. Sejujurnya rasa ini masih ada untuk mas Bagas, entah aku saja yang bod0h mencintainya harusnya aku membencinya, namun desiran halus dalam kalbu jika menatap mas Bagas masih selalu terasa. Benar dugaan mbak Jeni bahwa ia akan datang menemui aku, nyatanya sepulang kerja mas Bagas sudah ada didepan rumah dan langsung memarahiku, sifatnya yang selalu keras terhadapku selalu saja membuatku sedih. Malam ini sudah tak kuasa aku menahan apa yang ada didalam dadaku ini, semuanya aku keluarkan hingga menimbulkan keributan tentu para tetangga terganggu oleh pertengkaranku dan mas Bagas, bahkan pak Rt saja sampai datang meleraiku dan mas Bagas. Jelas besok pagi akan terdengar gosip keburukanku dan calon mantan suamiku ini. Tapi mau bagiamana inilah takdir yang harus ku jalani. Berkali-kali bapak meminta maaf kepadaku lantara
Read more
Part23
Dua bulan telah berlalu, kini Anisa tengah bersiap untuk menghadiri putusan sidang di kota dimana Bagas tinggal selama ini. Dua bulan juga Bagas tak menampakan lagi dikediaman Anisa. Anisa juga sudah menghubungi Pak Karyo waktu itu dan menceritakan apa yang telah terjadi. Bahkan Pak Karyo juga datang berkunjung dirumah Anisa. "Gimana, Nduk? Apa sudah siap?" "Sudah, Pak. Kita tinggal berangkat saja," Ya, Anisa berangkat sore hari lantaran jadwal sidangnya pagi pukul 9 tepat, ia tak ingin terlambat akan putusan itu. Kali ini. Kali ini Anisa dan keluarga ya diantarkan oleh Satria yang mana sekalian menyewa mobilnya, namun Satria dengan rela mengantarkan tanpa meminta imbalan apapun. Walaupun Anisa selalu menghindar, namun Satria tetap peduli padanya. Ia juga sadar bahwa status Anisa masih belum jelas, maka dari itu ia selalu memperhatikan Anisa dari jauh. Tepat pukul 10 malam rombongan Anisa telah tiba disalah satu hotel yang
Read more
Part 24
Ungkapan Satria "Bagas ada rahasia apa kamu dan Anisa? Apa yang kamu sembunyikan dari ibu, hah? Jangan bilang ini tentang warisan itu?" cecar Bu Mutia kala mereka telah tiba dirumah."Bu,,,, ibu tak usah dengarkan wnaita kampungan itu lah, bu. Percayalah sama Bagas. Bagas anak ibu loh," "Betul, bu. Mas Bagas tak mungkin menyembunyikan apa-apa dari wanita itu. Ia hanya belum terima saja akan perpisahannya apalagi sekarang aku yang tengah hamil anak mas Bagas. Pasti dia iri, bu." ujar Linda membela suaminya. "Tapi kok kayaknya dia serius banget, Gas? " tanya Wulan yang penasaran juga."Halah paling juga cuma akting mbak. Aku setuju apa kata mbak Linda daripada kata si gendut itu." Ungkap Nana yang kini duduk merebahkan dirinya di sofa."Awas kamu, Gas. Pokoknya desak terus Anisa untuk menyerahkan bagiannya pada kita, enak sekali dia mendapatkan setengah harta dari ayah kalian seorang diri." "Tenang saja, bu. Ibu gak us
Read more
Part 25
Perkara Rendang Sesuai permintaan Anisa, kini mereka masih tinggal disekitaran pantai. Satria memesan homestay untuk menginap malam ini. Satria kekeh ingin membayar tempat menginapnya. Mau tak mau Anisa mengalah dan membiarkan Satria yang akan membayarnya. "Terimakasih ya, Sat. Malah merepotkan kamu, padahal bapak mengajak kamu karen kamu yang bisa menyopir tapi kini malah kamu yang bayar sewa penginapan untuk kami." "Apaan sih, Nis. Aku ikhlas, lagian kemarin kamu juga yang sewa hotel untukku, belum lagi makan dan lainnya. Apa salahnya gantian aku yang membayarnya. Gak usah dipermasalahkan, yang penting kamu bahagia dan aku juga ikut bahagia." ucap Satria yang memandang lekat wajah Anisa. Anisa hanya tersenyum, senyum manis yang memikat hati Satria. Walau bagi Satria senyuman itu berbeda dari Anisa yang gendut. Walau berbeda tetapi masih terlihat manis. Ya kini keduanya menikmati malam bersama dipinggir pantai. Sedangkan kedua orangtua A
Read more
Part 26
"Haduh, punggung ini rasanya mau copot, bersih-bersih rumah segini besarnya belum lagi harus masak jiga. Udah kaya babu dirumah sendiri, punya anak perempuan gak ada yang peduli akan nasib ibunya, belum lagi Bagas punya istri baru bukannya mengurangi beban ku tapi malah menambah beban dan pekerjaanku. Dahulu ada Anisa justru aku bisa istirahat dan berpergian, pulang-pulang semuanya sudah rapi, bersih, makanan sudah tersedia kalau perlu apa-apa tinggal bilang dan pasti langsung dikerjakan.Sekarang mau bilang sama siapa? Mana uang yang diberikan Bagas dikurangi lagi, aku sudah gak bisa mengontrol keuangan Bagas gara-gara Linda." gerutu Bu Mutia yang kini merebahkan dirinya di sofa. Sedangkan Wulan dan Nana sudah pergi usai sarapan bersama tadi pagi. Entah kemana perginya Wulan bersama sang anak, setidaknya Bu Mutia bisa lebih cepat membereskan rumah. Rumahnya kini tidak selalu sebersih dahulu saat ada Anisa, namun setidaknya jika masuk kedalam rumah terlihat sediki
Read more
Part 27
Tak henti-hentinya Linda marah-marah malam ini. Ia menyalahkan bu Mutia terus menerus. Bagas sudah berusaha menenangkan sang istri namun usahanya sia-sia belaka. Apalagi mbak Wulan juga ikut dalam membela sang ibu. "Sudahlah sayang. Nanti aku belikan lagi baju baru. Ingat kamu sedang mengandung.. mbak juga lihat disana ada anak mbak sedang makan, apa kalian gak berpikir jauh sebelum bertengkar." "Itu juga karena istrimu, Gas. Kalau tak memancing emosiku jelas gak ada pertengkaran seperti ini. Hanya masalah sepele aja dibikin besar. Beda sama Anisa yang tak pernah membentak dan memberontak." "Apa! Jangan samakan aku dengan orang kampungan itu mbak. Aku lebih berkelas dan berpendidikan." Dengan terpaksa Bagas menarik tangan Linda untuk dibawanya memasuki kamar. Ia sudah pusing menengahi pertengkaran malam ini. Apalagi mbak Wulan juga membawa nama yang dibenci oleh Linda, bisa- bisanya pertengkaran ini tak akan selesai. Tak lupa ia juga meraih pl
Read more
Part 28
# 28 Sudah kepalang tanggung Bu Mutia malu akibat penuturan sang putra. Selama ini ia berkoar-koar lantaran Anisa tak ku jung hamil nyatanya sang putra sendiri yang tak menyentuhnya. "Nak Bagas, itu sama aja berdosa, jika dari awal tak menyukainya mengaoa nak Bagas menikahi Anisa. Setahu ibu Anisa itu wanita yang begitu baik dan tulus. Cantik itu bukan karena fisiknya tapi hatinya. Jaman sekarang wanita cantik makin banyak asal dapat perawatan. Kemarin saja ibu melihat Nisa begitu berubah, dia cantik, menarik dan semakin bersinar. Ibu yakin sebentar lagi ia akan semakin maju. Andai kamu mau memberikan biaya untuk perawatan tentu Anisa akan menjadi wanita yang cantik." "Maaf, bu. Ibu kok seolah menjelekan aku sih. Aku ini istri mas Bagas loh sekarang, dan saya sekarang sedang hamil anaknya. Kalau tak tahu perjalanan cerita kita jangan membandingkan aku dengan mantan istri gendut mas Bagas." sungut Linda yang tak terima. Ia merasa tersindir akan ucap
Read more
part 29
"Mas... Pak Karyo telfon ini." teriak Linda yang mana Bagas sedang mandi selepas pulang bekerja. Bagas segera keluar hanya mengenakan handuk yang melingkar di pinggangnya. (Halo, pak Karyo. Bagaimana, pak?)(Ya, mas Bagas. Saya sudah menghubungi Anisa tadi pagi, sudah saya jelaskan semaunya dan daya sudah cukup membantu. Maaf sekali, Anisa tak menginginkannya. Ia tetap bersedia jika anak mas Bagas telah lahir sesuai apa diisi surat wasiat itu. Saya mohon maaf sekali) (Apa? Ya, gak bisa begitu dong, pak. Itu kan ada hak saya juga disana. Biasanya Anisa juga akan menyetujuinya jika aku butuh uang. Gak bisa begitu dong pak?) (Maaf mas Bagas, itu keputusan Anisa) Bagas segera mematikan ponselnya dan melemparkannya di ranjang. Ia tertunduk lemas dengan menutup wajah dengan kedua tangannya. "Mas kenapa? Apa Anisa menolak?" "Sepertinya aku harus kesana dan memaksanya untuk menandatangani surat pencairan tabungan
Read more
part 30
Anisa tak menggubris teriak bahkan makian dari Bagas dan mantan mertuanya. Ia memilih segera makan karena waktu sudah menunjukan pukul setengah delepan pagi. Tak ingin terlambat gara-gara mantan keluarganya yang mencari masalah. "Mantan mertuamu iku loh nduk, matanya ijo aja kalau bahas duit. Takut banget apa gak dikasih nantinya." gerutu Bu Utari."Biarkan saja, bu. Kalau nanti mereka berbuat yang melebihi batas kita lapor polisi." "Bapak ini loh, lihat pipi anak kita aja memerah begitu, cap tangan lagi. Ini sudah tindakan kekerasan sudah kena pasal loh pak. Bisa ini kalau dilaporkan." Anisa yang masih menahan nyeri di pipinya seketika memiliki ide untuk membuat keluarga Bagas jera. Ia segera mengetik pesan, senyum tersungging disudut bibir Anisa yang sedikit berdarah. "Lihat saja, mas. Ini sedikit pembelajaran untukmu," gumam Anisa dalam hati. Usai sarapan Anisa menengok sejenak keluar dan ternyata diluar sudah tak ada man
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status