Semua Bab Live with the CEO: Bab 11 - Bab 20
42 Bab
Ajang Pembalasan
"Aku ingin Elina mengelola Top Mirror.""Uhuk! Uhuk!" Elina tersedak minumannya sendiri usai mendengar Haris. "Aku? Coba diulang!"Bradly mengulang kembali ucapan Haris."Aku ingin Elina mengelola Top Mirror.""Kalian dengar? Haris memilih aku!" Elina sangat bahagia melihat tatapan sinis Elisha sekarang.Bradly melanjutkan videonya."Dengan syarat selama Elina mengelola Top Mirror, pekerjaannya dalam pengawasan Bradly. Jaga Top Mirror dengan baik."Elina melirik Bradly. "Kau harus mengawasiku ya?" "Sesuai yang disampaikan Pimpinan," jawab Bradly."Haris menitipkan Top Mirror ke Elina? Tuan Bradly, kau mungkin tidak tahu. Elina ini tidak bisa apa-apa. Bagaimana dia mampu mengelola perusahaan besar? Jika Top Mirror hancur-- ""Ayah! Aku bahkan belum mulai!" protes Elina.Elisha sedekap dada. "Tetap saja kau disuruh mengganti peran tanpa dapat apa-apa.""Saya harap Nona Elisha tidak salah paham." Haris merahasiakan sesuatu dari keluarganya yang dia ketahui. "Delapan persen aset Pimpinan
Baca selengkapnya
Siapa yang Mereka Bahas?
"Sedang apa dia?" tanya Riana setelah memerhatikan Deva duduk menyendiri di bebatuan sambil makan ikan bakar."Tidak tahu," jawab Aira yang ada di sebelahnya.Riana memikirkan segala hal yang tidak penting setiap berkumpul dengan mereka."Lain kali jangan turuti Deva!"Mereka bertiga harusnya duduk melingkar di tengah api unggung menikmati ikan bakar bersama sambil bersenda gurau seperti di film-film."Anehnya aku tidak bisa menolak," jawab Aira."Itu dia masalahmu," cicit Riana.Meskipun mereka tidak mendongeng seperti biasanya, kali ini pandangan ketiganya terpaku pada kerlap-kerlip lampu jauh di seberang pulau.Riana menghembuskan napas panjang. "Kapan aku bisa pergi ke Kota?" Pertanyaan tiba-tiba yang mewakili isi hati Aira itu memiliki banyak harapan yang tak pernah putus."Mungkin beberapa tahun lagi?" "Aku tidak akan bisa ke sana. Uang dari mana."Lupakan saja bermimpi pergi ke kota besar. Uang saja cukup buat makan besok."Pasti ramai sekali di sana saat malam hari. Itukah a
Baca selengkapnya
Keributan Riana dan Deva
"Pria yang dijelaskan Riana tadi. Nama khayalannya Griffin," alibi Aira.Riana mengangguk santai walaupun ragu Deva percaya begitu saja. "Ya. Aku tidak menyukai nama pria yang aku sukai. Griffin nama yang bagus.""Ibuku yang memberi nama Deva. Protes saja padanya kalau kau tidak suka," kata Deva."Aku tidak bilang suka padamu!" kesal Riana.Deva menertawakan Riana yang tidak mengakui perasaannya."Kalian tidak berniat jadi pasangan? Aku bosan setiap hari jadi penengah." Aira berkata jujur."Aku?" Deva menunjuk wajahnya. "Dia cuma mengagumiku, mana bisa aku jadi pasangannya.""Dengar dia Riana," adu Aira."Riana masih terjebak saat aku menyelamatkannya dari gempa bumi. Aku ingat betul tatapannya padaku saat itu. Dia-- hmph!" Riana yang geram menyumpal mulut Deva dengan ikan bakarnya."Hei!" "Apa!" teriak Riana. "Bicara lagi kalau berani. Aku sumpal mulutmu dengan pasir laut!" ancamnya tak bercanda."Aku menyelamatkanmu karena butuh pertolongan. Tidak bisa menjadi alasan menyukaiku.
Baca selengkapnya
Pengaruh Aira Dalam Pandangan Griffin
Sambil membawa obor untuk penerangan jalan, Aira mempercepat langkah.Begitu mendekati rumah Aira memperjelas penglihatannya barangkali halusinasi.Sedang apa Griffin duduk memeluk lutut di teras sendirian?"Kenapa kau di sini bukannya masuk rumah?"Griffin menunggu Aira pulang seperti anak kecil."Menunggumu."Aira melihat ke atas langit karena Griffin mendongak cukup lama. Sinar bulan memang tak ada tandingan.Griffin berdiri menepuk bokongnya barangkali kotor sehabis duduk."Acara kalian sudah selesai? Katanya sampai pagi.""Kecuali listrik padam. Ayo masuk, banyak nyamuk di luar."Griffin tanpa sadar mengizinkan nyamuk menghisap darahnya akibat serius lihat bulan purnama."Kulitku jadi merah semua," cicit Griffin menggaruk lengan bergantian supaya nyamuk yang hinggap pergi.Bak melewati kegelapan tanpa batas, Aira melangkah pelan-pelan mencari lilin."Kau tidak takut gelap, kan?"Griffin mengikuti suara Aira takut ketinggalan. "Tentu saja."Aira berhenti di depan pintu kamar, teta
Baca selengkapnya
Rapat Perihal Pencarian Haris
Bruk!Bradly memberi tumpukan berkas pada pimpinan baru."Selesaikan hari ini. Baca dengan teliti."Elina mendelik tak suka. "Kau pasti sudah baca. Namaku tidak dipajang, untuk apa berusaha keras menyelesaikan semua dengan cepat?""Memang benar." Bradly mengakui.Papan nama Haris tidak diganti nama Elina meskipun peranya dialihkan sementara."Bradly, jujur semua pekerjaan Haris bisa diselesaikan olehmu tanpa aku, kan?" Elina meletakkan pulpen yang sejak 3 jam lalu digunakan menandatangani dokumen."Benar.""Jawab selain kata 'benar', 'iya', 'memang', 'hm' !""Haris memintamu secara langsung. Aku bisa apa?"Elina mendengus. "Lihat dirimu. Kemarin di depan ayahku menyebut Tuan Muda Haris, sekarang namanya saja.""Kami terbiasa bicara santai, seperti teman."Mereka berdua sama-sama menyebalkan dan membosankan. Entah mengapa Elina harus hidup di sekitar mereka selagi bisa bersenang-senang di luar sana. Ya, jika punya banyak uang setelah bekerja sambilan di Top Mirror pasti dia pergi."Kem
Baca selengkapnya
Memutuskan Bergabung
"Apa maksudnya?" Aira bergumam"Apa lagi yang kau pikirkan, hah?" sahut Riana lewat di belakangnya. "Griffin baik-baik saja semalam?" "Hm, dia sehat.""Jangan tinggalkan dia sendirian. Kalau ada yang ambil bagaimana?" Aira menoleh perlahan. "Pikirmu Griffin sebuah benda?" "Kalau begitu beritahu Deva.""Kau terus menyuruhku memberitahunya!" Aira kesal sekaligus bingung. Tanpa diingatkan dia juga berpikir setiap hari."Rahasia tidak akan selamanya tersimpan. Nanti Deva bakal tahu sendiri.""Lebih baik awasi Deva supaya tidak sering melaut.""Cih, aku tidak peduli."Dini hari listrik menyala, usai Griffin mengatakan sesuatu yang membuat jantung Aira berdegup. Bukan cuma itu, asam lambungnya ikut naik.Pertanyaan Aira adalah dia tersipu atau enek mendengar pernyataan Griffin?Riana menilik lapak sebelah. "Lama sekali Novita pergi belanja."Sepekan sekali Novita pasti menitipkan t
Baca selengkapnya
Siapa Dirimu, Griffin?
"Terima kasih atas pengertiannya."Tentu Deva akan terus memerhatikan mereka. "Jika dia berbahaya segera lapor aku."Yang dibicarakan sedang belajar memasak diajari Riana."Nanti malam ajak dia. Aku ingin cepat masalah ini selesai.""Hm.""Riana!" panggil Deva setengah teriak."Apa?" "Kau masih mau di sini?""Kau pulang duluan saja," jawab Riana."Tidak ada yang waras di antara kalian. Aku pulang," pamitnya berdiri."Hati-hati." Aira menatap punggung Deva sampai dia keluar.Mengagumkan baginya melihat respon Deva. Riana pernah bilang Deva takkan marah jika dia bicara lebih awal. Alasannya adalah Deva tak biarkan masalah kecil membuat persahabatan mereka renggang.Ucapan Riana terbukti. Deva justru ingin ikut membantu meski sisi lain mengatakan dia tak ingin Griffin tinggal lebih lama di rumahnya."Aira yang memberi nama Griffin?" tanya Riana."Ya, benar.""Rupa tampan seper
Baca selengkapnya
Kembar Bermusuhan
"Grifffin, apakah kau CEO kaya raya yang identitasnya tersembunyi seperti di drama?" Seketika suasana diisi suara ombak. Mereka saling tatap canggung."Halumu itu, lho." Sekali saja Deva ingin menyentil jidat Riana. Imajinasinya menganggap Griffin orang penting di tengah ketidaktahuan asal usulnya."Bagaimana kalau aku orang biasa?" tanya Griffin."Lebih baik begitu. Aku suka kesederhanaan," jawab Aira."Selagi kau tidak tinggal di sini hidupmu dikatakan lebih mampu dari kami," tutur Riana.Griffin menganggukkan kepala mengerti."Aku ambil ikan dulu." Deva beranjak. "Hei, Aira.""Apa?""Kau tidak sembunyikan pria selain dia, kan?"Pertanyaan Deva mengundang tawa mereka."Rumahku bukan tempat penampungan.""Baguslah."*Elina meregangkan jari jemarinya yang hampir putus mengetik surat pemberitahuan atas perintah Bradly."Wakil Direktur, lama-lana kau seperti pimpinan ya suka menyuruh ini itu.""Begitu?""Begitu?" tiru Elina. "Sudah dikirim ke e-mail tuh."Bradly meninjau kotak masuk
Baca selengkapnya
Hiduplah untuk Dirimu Sendiri
"Bukankah terlalu nyata menganggap semuanya mimpi? Apakah pencapaianmu juga termasuk? Haha, senang mendengarmu mengakui itu.""Tidak, justru sekarang adalah hidupku yang sesungguhnya.""Aku tidak peduli. Lepaskan," suruh Elina baik-baik."Kau itu sama sepertiku! Jangan munafik!" "Dari sudut mana? Kita sangat berbeda! Jangan menyamakan sifat kotormu dengan aku yang berusaha menjadi orang baik. Itu tidak pantas diucapkan, tahu tidak!"Elina membalas kakaknya dengan menarik rambutnya juga."Elina!" teriak Elisha nyaring. "Lepas, tidak!""Kau dulu lepaskan tanganmu dari rambutku!"Bradly yang baru keluar lift membelalak kaget melihat aksi pertengkaran saudari kembar di ruang tunggu tamu."Hentikan! Kalian ini pimpinan! Kasih contoh yang baik!""Aku tidak mau bersikap baik padanya!" jawab Elina."Pikirmu aku sudi? Cih!" sahut Elisha.Pancaran mata mereka berdua terlihat berapi-api.Tidak bisa
Baca selengkapnya
Dua Ratus Dollar
Di malam penuh aura mencekam Griffin, Deva, dan Riana berkumpul di rumah Aira mendengarkan acara horor dari saluran radio bertajuk "Rahasia di Balik Pintu".Aira menyiapkan ubi dan singkong rebus sebagai kudapan tengah malam dengan teh panas untuk teman-teman yang bersantai di ruang tamu."Menurutmu mereka pura-pura atau tidak?" Riana menanyakan pendapat mereka lantaran acara uji nyali yang diadakan di Pulau Marina terkesan berlebihan."Entahlah." Deva tidak begitu peduli selagi menghibur.Griffin menyuarakan pendapatnya. "Bisa iya, bisa tidak." "Dari kita berempat yang pernah ke Pulau Marina cuma Deva," ucap Riana."Serius?" Griffin penggemar berat acaranya sampai bermimpi pergi ke Pulau Marina."Sekadar singgah. Istirahat," jawab Deva berusaha rendah hati.Di belakang terdengar suara tawa yang berasal dari Aira. "Seingatku pulang dari sana kau demam satu minggu karena menantang hantu."Riana ikut tergelak. "Haha, rasakan itu." "Artinya benar banyak hantu di sana... " lirih Griffi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status