Semua Bab Selamat Malam Duniaku: Bab 1 - Bab 10
23 Bab
Cobaan Pertama
Mira memandang dengan mata yang berkaca-kaca. Kedua orang tuanya berada dalam isolasi disebuah rumah sakit. Dengan ventilator yang terpasang di wajah mereka. Pemandangan sedemikian rupa hanya dilihatnya melalui handphone milik tetangganya yang keluarga mereka juga berada dalam satu rumah sakit yang sama. Sehingga Mira meminta tolong kepada mereka untuk memvideokan kedua orang tuanya. Mira tak mungkin untuk menjenguk mereka. Pertama, karena dirinya dicurigai juga terinfeksi virus mematikan itu. Sehingga ruang geraknya dibatasi. Kedua karena dia harus mengurus kedua adiknya berusia tujuh tahun dan dua tahun. Dan yang terakhir adalah Mira tak punya cukup uang untuk bisa datang ke rumah sakit itu.Sebelumnya Mira sebagai mana kebanyakan orang yang tak percaya. Bagaimana virus yang seperti tak pernah ada ini tiba-tiba  menjadi badai yang besar. Mira tidak terlalu menggubris kehebohan yang ada. Hingga suatu hari Ayahnya jatuh sakit. Semakin hari kondisi ayahnya tidak membaik d
Baca selengkapnya
Cobaan bertubi
"Ini uang dari Tante dan ini uang dari bantuan orang-orang disini." Tante Vina menyerahkan dua buah amplop berisi uang, sepuluh hari yang lalu. Mira membuka amplop yang sudah kusut itu."Aduh, kok tinggal segini ya?" Mira menggigit bibir bawahnya."Kenapa kak?" Adel bertanya karena mengira Mira berbicara dengannya. Sejak tadi Adel bermain mobilan Truk bersama Ais, mobilan itu juga didapatkan dari pemberian tetangganya."Ah enggak dek, cuma uang kita kok sudah mulai habis ya? Adel besok gak usah jajan dulu ya?" Adel memancungkan bibirnya."Kakak, kalau aku sudah besar aku akan bekerja kaya Ayah. Tapi, Ayah kok belum sembuh ya kak?" Mira sedikit kaget. Adel tidak tahu kalau Ayahnya tidak akan lagi kembali bersama mereka selamanya. Mira berjongkok mengelus kepala Adel."Adel akan sehat dan kuat, Adel pasti punya uang yang banyak jika sudah besar nanti." Hampir saja air bening menyembul diantara kelopak matanya, tapi ia bisa menahannya.
Baca selengkapnya
Perjalanan hidup baru
Mira memasukkan beberapa setel pakaian yang dimilikinya. Tidak lupa handuk, sabun mandi dan pasta gigi. Inilah pertama kali ia akan menempuh perjalanan jauh. Jakarta - Bandung baginya perjalanan terjauh seumur hidupnya."Jam berapa Andres akan menjemputmu?" tanya Tante Vina."Satu jam lagi Tante," Mira duduk disamping tantenya di tepi dipan. Tangannya meraih Ais yang sejak tadi memperhatikannya mengemas pakaian. Adel kemudian ikut duduk disampingnya."Kakak, kakak harus hati-hati ya!" ucap Adel yang kini usianya menginjak dua belas tahun."Iya. Adel juga harus hati-hati dalam bergaul. Ingat, kakak bekerja untuk kepentingan Adel bukan?" Adel mengangguk.Mereka berpelukan sebelum berpisah. Tante Vina tak hentinya meneteskan air mata melihat Mira mengangkat tas pakainnya. Terdengar suara mesin mobil yang berhenti di depan rumahnya. Itu pasti suara mo ol Om Andres."Sudah siap?" Andres menyapa mereka dari dalam mobil, dan membuka bagasinya. Mira
Baca selengkapnya
Klub malam
"Apa yang kita kerjakan di klub malam itu?" Mira mendesak  Lilis untuk menceritakan seperti apa klub malam itu. Lilis yang sedang mengenakan stoking melirik Mira sebentar."Nanti kau akan tahu sendiri," jawabnya santai."Tapi aku ingin tau sekarang!" Mira memohon."Tentu saja melayani tamu yang ingin minum sambil menikmati musik atau tarian kalau ada yang menari.""Hanya mengantar minuman bukan?" Lilis mengangguk."Ayo, cepatlah pakai stokingmu dan baju yang sudah aku pilihkan tadi!"Mira akhirnya diam dan menuruti perintah Lilis. Lilis telah  meriasnya dengan riasan yang lebih ringan dari dirinya.Lilis mendekati Mira berhadapan dengannya "Aku akan membocorkan sesuatu kepadamu. Kita sudah berada disini, jadi usahakan untuk tidak membuat keributan kalau kamu tidak mau dapat masalah!" Mata Lilis menjurus kearah Mira. Tampaknya itu adalah hal yang harus Mira ingat.Mira memperhatikan cara Lilis membawa dan menyajikan mi
Baca selengkapnya
Ferdian
Ferdian mengeluarkan seluruh uang dan dompet yang ada di dalam pakaian Bobby pria botak itu."Apa yang kau lakukan?" Mira heran dengan apa yang dilakukan Ferdian terhadap temannya sendiri."Apakah kau baik baik saja?" tanyanya.Mira mengangguk lemah. "Ingatlah kata-kataku dengan baik, katakan pada Cherry bahwa ada seseorang yang merampoknya. Setelah itu tunggulah aku besok malam di meja yang sama!" Ferdian mengucapkan perlahan, dan menatap Mira yang sudah lemah."Kamu harus mengingat kata-kata ini dengan baik, percayalah padaku!  Kamu tidak akan bisa keluar dari sini begitu saja, jadi berhati-hatilah!" Mira hanya mengangguk. Dia hanya membutuhkan sedikit harapan untuk bisa selamat malam ini. Dan dia akan mencoba mempercayai pria itu.Ferdian mengenakan topeng itu lagi. Mira terpaku melihat pria botak yang masih pingsan di lantai. Namun tak lama kemudian ia ingat pesan Ferdian untuk segera melaporkan kejadian ini sebagai perampokan
Baca selengkapnya
Apakah aku harus melayanimu?
Mira terusik dengan suara dengkuran seseorang. Badannya juga terasa pegal karena duduk terlalu lama tertidur di dalam mobil. Perlahan Mira membuka matanya mencari arah suara dengkuran seorang pria. Mira tersadar bahwa dia sedang bersama seorang pria bernama Ferdian. Sayup-sayup terdengar suara deburan ombak dihadapannya, ia tak bisa melihat dengan jelas karena masih gelap. Mira melihat angka yang tertera didalam jam digital di mobil itu. Waktu masih menunjukkan pukul tiga dini hari.Emmmhhh!Mira pura-pura memejamkan mata saat melihat gerakan pada tubuh Ferdian. Dia tidak mau kepergok sedang memperhatikan tidurnya."Kalau capek, kamu bisa tidur di belakang," tiba-tiba Ferdian berkata.Mira terpaksa membuka mata dan melihat ke arah Ferdian. "Tidak perlu, sepertinya aku sudah tak mengantuk lagi." mereka terdiam."Kemana kita akan pergi?" tanya Mira."Kerumahku," jawab Ferdian singkat."Kerumahmu? Jangan bercanda Om, tolong turunkan saja
Baca selengkapnya
Dalam apartemen
Ferdian membuka sebuah pintu dengan nomor sandi. Mira melihat kesana kemari. Kenapa lorong disana-sini sangat sepi. Di lift tadi mereka bertemu dengan penghuni lantai atas, tapi Ferdian tidak bertegur sapa dengan mereka."Pemukiman apakah ini?" Mira membatin."Tinit tinit" pintu terbuka."Masuklah!" Perintah Ferdian.Mira berjalan pelan memasuki pintu apartemen Ferdian. Hatinya hanya  serasa galau saat pintu itu tertutup kembali."Itu ruanganmu!" Ferdian menunjuk pada sebuah pintu yang terbuka. "Diruangan itu ada almari yang banyak pakaian seukuranmu, pakailah sesukamu," lalu Ferdian berlalu dari hadapan Mira.Mira memasuki kamar dengan nuansa pastel itu, banyak foto-foto bergantungan disana. Mira bisa memastikan bahwa foto itu foto adik Ferdian karena mereka tampak sangat mirip. Di ujung kamar tersebut masih ada sebuah pintu lagi. Mira membukanya perlahan, iapun mengagumi semua yang terpajang didalam sana hingga tak terasa kakinya menu
Baca selengkapnya
Awal hidup baru
Mira mengganti pakaiannya, sekarang ia mengenakan celana selutut dengan kaos berwarna putih. Padahal cacing diperutnya sudah meronta sejak tadi, tetapi siapakah yang bisa mengerti keadaannya saat ini? Mira berdiam di tepi tempat tidur, ia takut disalahkan jika keluar tanpa ijin. Tapi mana mungkin ia membiarkan dirinya mati kelaparan? Tidak!  Aku harus berani menuntut hak mendapatkan makanan yang layak di dalam rumah ini! Tekadnya. "Mira! Ini makananmu!" Mira kegirangan di dalam hati. "Kenapa nggak dari tadi?" Ia ingin menjawab seperti itu,  tapi nggak mungkin. Sepiring nasi lengkap dengan ayam goreng sudah menantinya. Mira bisa melihat Ferdian menyelesaikan sendokan terakhir di mulutnya. Lalu meneguk air putih dan bangkit dari kursinya saat Mira baru saja mendaratkan bokongnya. Ferdian bahkan bersendawa dengan suara keras setelah itu, membuat selera makan Mira menurun. "Menjijikkan!" Gumamnya. Mira sangat membenci orang yang bersenda
Baca selengkapnya
Peristiwa memalukan
Ferdian merapikan kemejanya yang berwarna biru Turkish, lalu melepaskan satu anak kancing di bagian dada. Rambut coklat bergelombang hanya ia sela dengan jari-jari tangannya. Aroma parfum menguar ke seluruh walk and closed miliknya saat ia menyemprotkan parfum keluaran Lancome yang mengeluarkan aroma segar bunga Lilac dan lemon.Di kamar, Mira melihat jam yang menunjukkan pukul enam pagi. "Haruskah aku mandi? Jam segini pastilah masih sangat dingin," gumam Mira. Ia sangat malas mandi sepagi itu, namun ia sangat takut dengan Ferdian. Sementara ia juga butuh untuk ke kamar mandi menyelesaikan hajatnya setiap pagi."Sial! Sudah jam enam lewat lima menit, masih tersisa lima menit lagi! Aku harus segera ke kamar mandi!" Mira berlari keluar kamarnya menuju kamar mandi. Syukurlah Ferdian belum keluar dari kamarnya. Dengan berjinjit Mira melewati pintu kamar Ferdian."Yaah, tahan dulu dong...," desakan ingin keluar sudah sangat terasa di ujung.  Mira berusaha sekuat t
Baca selengkapnya
Kesibukan tambahan
"Ah sial banget karena harus ngurusin yang beginian," gerutunya sambil memilih pembalut mana yang harus dia beli. Terlalu banyak merk yang berjajar di sana. Iapun mengambil keranjang dan memasukkan semua merek yang ada. Dia menghitung ada sekitar tujuh pack pembalut yang ia beli. Seorang wanita yang berdiri di sudut swalayan tampak memperhatikan Ferdian yang masih sibuk berbelanja. Ia juga membeli beberapa produk kecantikan yang barangkali dibutuhkan Mira. Sebab Ferdian tahu Mira tak membawa apa-apa."Kamu kayak emak-emak, Fer," sapa wanita itu yang ternyata Gea, teman masa kecilnya."Bisa dibilang begitu," jawabnya singkat."Apa yang kamu beli?" Gea mengintip isi kantong belanja Ferdian. "Pembalut? Emang kamu..." Gea melihatnya penasaran."Kenapa? Penasaran?" Ferdian berjalan cepat. Wajahnya datar tak bersahabat. Ia tak mau Gea semakin kepo."Fer, buat siapa?" teriaknya. Tapi Ferdian tak bergeming. Ia harus cepat sampai di rumah karena takut
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status