Mira mengganti pakaiannya, sekarang ia mengenakan celana selutut dengan kaos berwarna putih. Padahal cacing diperutnya sudah meronta sejak tadi, tetapi siapakah yang bisa mengerti keadaannya saat ini? Mira berdiam di tepi tempat tidur, ia takut disalahkan jika keluar tanpa ijin.
Tapi mana mungkin ia membiarkan dirinya mati kelaparan? Tidak! Aku harus berani menuntut hak mendapatkan makanan yang layak di dalam rumah ini! Tekadnya.
"Mira! Ini makananmu!" Mira kegirangan di dalam hati. "Kenapa nggak dari tadi?" Ia ingin menjawab seperti itu, tapi nggak mungkin.
Sepiring nasi lengkap dengan ayam goreng sudah menantinya. Mira bisa melihat Ferdian menyelesaikan sendokan terakhir di mulutnya. Lalu meneguk air putih dan bangkit dari kursinya saat Mira baru saja mendaratkan bokongnya.
Ferdian bahkan bersendawa dengan suara keras setelah itu, membuat selera makan Mira menurun.
"Menjijikkan!" Gumamnya. Mira sangat membenci orang yang bersenda
Ferdian merapikan kemejanya yang berwarna biru Turkish, lalu melepaskan satu anak kancing di bagian dada. Rambut coklat bergelombang hanya ia sela dengan jari-jari tangannya. Aroma parfum menguar ke seluruh walk and closed miliknya saat ia menyemprotkan parfum keluaran Lancome yang mengeluarkan aroma segar bunga Lilac dan lemon.Di kamar, Mira melihat jam yang menunjukkan pukul enam pagi."Haruskah aku mandi? Jam segini pastilah masih sangat dingin," gumam Mira. Ia sangat malas mandi sepagi itu, namun ia sangat takut dengan Ferdian. Sementara ia juga butuh untuk ke kamar mandi menyelesaikan hajatnya setiap pagi."Sial! Sudah jam enam lewat lima menit, masih tersisa lima menit lagi! Aku harus segera ke kamar mandi!" Mira berlari keluar kamarnya menuju kamar mandi. Syukurlah Ferdian belum keluar dari kamarnya. Dengan berjinjit Mira melewati pintu kamar Ferdian."Yaah, tahan dulu dong...," desakan ingin keluar sudah sangat terasa di ujung. Mira berusaha sekuat t
"Ah sial banget karena harus ngurusin yang beginian," gerutunya sambil memilih pembalut mana yang harus dia beli. Terlalu banyak merk yang berjajar di sana. Iapun mengambil keranjang dan memasukkan semua merek yang ada. Dia menghitung ada sekitar tujuh pack pembalut yang ia beli.Seorang wanita yang berdiri di sudut swalayan tampak memperhatikan Ferdian yang masih sibuk berbelanja. Ia juga membeli beberapa produk kecantikan yang barangkali dibutuhkan Mira. Sebab Ferdian tahu Mira tak membawa apa-apa."Kamu kayak emak-emak, Fer," sapa wanita itu yang ternyata Gea, teman masa kecilnya."Bisa dibilang begitu," jawabnya singkat."Apa yang kamu beli?" Gea mengintip isi kantong belanja Ferdian. "Pembalut? Emang kamu..." Gea melihatnya penasaran."Kenapa? Penasaran?" Ferdian berjalan cepat. Wajahnya datar tak bersahabat. Ia tak mau Gea semakin kepo."Fer, buat siapa?" teriaknya. Tapi Ferdian tak bergeming. Ia harus cepat sampai di rumah karena takut
Mira yang ditanya begitu hanya bisa menatap Ferdian kaget. Ia tak menyangka Ferdian ada di rumah dan melihat apa yang dilakukannya."Itu karena, eh..Mira nggak pernah pakai mesin cuci Om," katanya sambil menunduk."Kamu selalu memanggilku Om,""Oh, maaf. Ferdian.""Ambil bed cover itu, aku akan mengajarimu menggunakannya," katanya kemudian.Mira berusaha mengangkat bed cover tersebut, tapi ia tak menyangka kalau bed cover tersebut sangat berat setelah bercampur air. Mira kewalahan mengangkatnya."Astaga! Air apa ini" Ferdian terkejut saat aliran air yang keluar dari bed cover membanjiri area mesin cuci."MIRAAA!!" teriaknya kesal. Betapa bodohnya gadis ini, dan betapa sialnya hidupnya kini.Kekacauan demi kekacauan telah tercipta seperti petaka baginya."Astaga! Aku tak pernah merasakan kekacauan ketika hidup bersama Vivin, tapi denganmu?" Ferdian mengambil bed cover yang diangkat Mira lalu memasukkannya kedalam mesin cu
"Kau memang tampak lelah sejak tadi, kenapa memaksakan diri? Pulanglah saja kalau merasa kurang fokus atau tidak enak badan," ayahnya memberikan saran."Ah, tidak Yah. Aku sudah terlalu lama mengambil cuti, bagaimana bisa aku libur terus?" ujarnya."Hem, terserah padamu. Akan tetapi jangan sampai kesibukanmu membuat tubuhmu letih dan jadi sakit karenanya.""Ayah terlalu berlebih-lebihan, aku bisa menjaga diri Yah," ujarnya sambil membenarkan dasinya yang terbalik."Apa proyek ayah sekarang ini?""Benar, ayah mau memberi tahu kepadamu tentang brand yang sekarang di garap kita.""Apa itu Yah?""Itu adalah milik Suroya fashion, mantan kekasihmu."Ferdian melirik malas. Kenapa masih juga berkaitan dengan wanita itu?"Apa yang menarik? Aku bahkan merasa muak. Sebaiknya dia mencari agensi lain yang bisa mengurusinya. Dan bukan kita!" Ferdian mendengkus kesal. Ia tak bisa hidup tenang jika wanita itu masih ada kesempatan menemu
Kalau dulu memang perjodohan hal biasa, tapi sekarang? Ferdian nggak terima kalau harus dijodohkan."Bu, aku sudah ada pacar kok. Please nggak usah bingung sendiri. Cuma sekarang ini kita lagi nggak bagus hubungannya," kilahnya, ia berbohong supaya ibunya tidak mencarikan jodoh untuknya."Benarkah? Coba bawa sini gadis itu, ibu pengen berkenalan dengannya. Apa dia cantik?"Astaga! Apa dia salah mengambil langkah?"Bu, kapan-kapan saja ya, Ferdian masih sangat sibuk dengan pekerjaan. Dan dia juga masih sibuk dengan pekerjaan. Lain kali Ferdian bawa kesini.""Baiklah, dalam sebulan kalau kamu tidak membawanya kesini ibu akan menjodohkan kamu dengan Vina anak Tante Zeya, kamu ingat kan? Lagipula dia cantik dan baik, Vina juga menyukaimu. Jadi, tinggal kamu saja yang harus membuktikan apakah kamu beneran punya pacar atau tidak!"Ferdian merapatkan bibirnya. Situasi semakin tak kondusif.Dia mengenal Vina, gadis itu sempat menj
Gadis celaka!Entahlah, sejak hari-hari terakhir hidupnya seakan tertimpa banyak kesialan.Kekacauan selalu saja terjadi dan membuatnya frustasi.Mira masih terduduk memegangi bokongnya yang berdenyut-denyut karena terhempas di lantai tadi. Mengingat bagaimana Ferdian berteriak marah tadi ia punya firasat buruk."Hei bocah tengil! Kau apakan dapurku? Ck!" Ferdian mulai mengeluarkan tanduk.Bagaimana tidak? Dapur kesayangannya sudah hancur lebur tak berbentuk.Meja cantiknya telah penuh dengan bahan kue dan belepotan tepung. Kompor juga tertumpah adonan. Seluruh peralatan dapur seakan keluar dari tempatnya. Belum lagi lantai yang berserakan tepung yang tumpah menimpanya tadi.Mira meringis. Kali ini ia pasrah karena kesalahannya cukup fatal."Maaf," ucapnya pelan. Dari sudut matanya ia bisa melihat pria itu berdiri menjulang dengan berkacak pinggang.Tapi pemandangan itu menyita perhatiannya. Pria itu bertelanjang dada dengan rambutnya yang basah. Lil
"Berapa saudaramu?"Ferdian mengajak Mira ke sebuah minimarket. Ia kasihan dengan gadis itu dengan isi dompetnya yang hanya sepuluh ribu."Emm, kami tiga bersaudara Om," pelannya."Kau memanggilku Om lagi! Turunlah dari mobilku!" Ferdian menghentikan secara tiba-tiba karena Mira memanggilnya Om.Mira terhuyung, hampir saja terbentur dashboard."Tidak bisakah aku memanggilmu Kakak?" pinta Mira sedikit ragu.Ferdian menautkan alisnya. Panggilan itu membuatnya mengingat Vivin adiknya. Tapi mungkin itu masih lumayan daripada dipanggil Om, dia membenci Om Om yang identik dengan pria nakal'. Sebab, Mira memang bukan keponakannya."Baiklah, panggil aku Kakak. Aku benci dipanggil Om, kau tahu? Aku masih sangat muda."'Nggak nanya,' batin Mira."Apa yang akan kau beli?" tanya Ferdian kepadanya saat Mira sampai di depan minimarket."Aku?" Mira sedikit terkejut. Ia ingat uang itu hanya sepuluh ribu di dompetnya.
"Oke, kamu sudah tenang ya sekarang."Mira melirik Ferdian. Sebenarnya ia juga kasihan melihat Ferdian yang panik tadi, makanya ia berhenti menangis. Padahal lagi enak banget menangis meluapkan rasa kesal.Mengingat nama Andres dua benar-benar kesal dan trauma. Karenanya ia terpisah dengan keluarganya."Kak, aku rindu dengan Tante dan kedua adikku. Aku ingin sekali bertemu dengan mereka. Tapi Mira tahu Kakak nggak mengijinkan aku bertemu mereka. Dan lagi, Mira berjanji untuk memberi uang setelah mendapatkan kerja," ujarnya."Jadi kamu pergi dari rumah memang berniat untuk bekerja di kelab Cherry?" tanya Ferdian setengah membentak.Mira menunduk dalam. "Mira nggak tahu Kak, yang Mira tahu itu adalah kafe biasa.""Apakah Andres yang telah membawamu?"Mira mengangguk."Dimana kamu bertemu Andres?""Om Andres tinggal tidak jauh dari rumah Tante, Kak. Dia sudah seperti keluarga sendiri.""Bangsa*t! Jadi dia selal