"Mira," Ferdian tercekat melihat Mira yang kacau balau. Matanya bengkak dan merah, begitu juga bibirnya seperti tersengat tawon. Rambutnya berantakan dan sebagian basah karena membasuh wajah, begitu juga pakaiannya terdapat noda lipstik di ujung kemeja dan lengannya, itupun sebagian basah karena air yang terciprat.
"Mira, maafkan aku," Ferdian menghampiri Mira dan menggenggam tangannya lembut. Tangan itu sangat dingin."Astaga, ayolah kemari aku buatkan minuman hangat untukmu," ajaknya sambil membimbing Mira ke meja kerjanya.Secangkir teh hangat telah berada di tangannya, lalu ia mengambil sendok untuk menyuapi Mira."Aku terlalu egois tadi, aku tidak bermaksud melecehkanmu tadi, itu karena aku tak punya cara untuk membuatnya pergi." Mira menerima suapan Ferdian. "Bisakah aku kembali ke rumah tanteku? Aku sungguh ingin kembali," lirih Mira kepada Ferdian.Kalau Mira kembali ke rumah tantenya, bukankah peluang untuk bertemu Andres juga"Lagi?"Ferdian mengangguk. Tak ada cara lain karena ia sudah terlanjur mengatakan kepada ayahnya, ibunya dan juga Suroya. Apa jadinya kalau tiba-tiba mengatakan bahwa mereka sudah putus."Itu karena kau sepakat mengembalikan uang seratus juta itu hanya dengan berpura-pura menjadi pacarku.""Tuan Ferdian, apakah tidak ada cara lain?""Tidak Nona Mira, hanya itu yang bisa menyelamatkan dirimu dari hutang. Atau aku akan mengembalikan dirimu kepada Nyonya Cherry."Mira menyerah, ia tak bisa mengelak lagi."Oh ya, bagaimana dengan pakaianmu yang berantakan itu? Jangan sampai orang mengira aku melakukan hal-hal yang melampaui batas," cicit Ferdian yang tentu saja hal itu membuat Mira memutar bola matanya. Bukankah baru saja Ferdian melecehkan dirinya?*Mira memainkan ponsel yang baru saja diterimanya dari Ferdian. Bahkan Nomor pria itu sudah berada disana.Andai saja waktu itu dirinya sempat mengemas pakaian yang ada di rumah Elis, mungkin di
Mira termenung, ia memikirkan tawaran Ferdian untuk bertemu dengan Tantenya dan juga adiknya.'Haruskah aku ceritakan semuanya? Menceritakan bagaimana aku hampir diperkosa si Botak lalu berakhir dibeli Ferdian?' Mira mengucek matanya, bibir tipisnya beberapa kali menjadi sasaran gigitannya sendiri. "Hei! Jangan mikirin yang enggak-enggak, aku udah bilang khilaf, tapi kamu masih diinget terus.""Hah? Maksudnya?""Tadi..."Ferdian menunjuk bibir Mira. "Kau menggigiti bibirmu, apa itu ciuman pertama kamu? Seolah kamu mengingat kejadian tadi. Nggak usah baperan, itu tak akan terulang lagi!" Wajah Mira bersemu merah, apa hal itu biasa dikalangan orang dewasa? Sehingga tidak segan-segan lagi untuk membahasnya? Itu sungguh memalukan baginya.Mira melengos, lalu bangkit meninggalkan Ferdian. Tapi Ferdian mengatakan sesuatu yang membuatnya berbalik melihatnya. "Oh ya, ini gaji bulan pertama aku bayar di mu
Mira memandang dengan mata yang berkaca-kaca. Kedua orang tuanya berada dalam isolasi disebuah rumah sakit. Dengan ventilator yang terpasang di wajah mereka. Pemandangan sedemikian rupa hanya dilihatnya melalui handphone milik tetangganya yang keluarga mereka juga berada dalam satu rumah sakit yang sama. Sehingga Mira meminta tolong kepada mereka untuk memvideokan kedua orang tuanya. Mira tak mungkin untuk menjenguk mereka. Pertama, karena dirinya dicurigai juga terinfeksi virus mematikan itu. Sehingga ruang geraknya dibatasi. Kedua karena dia harus mengurus kedua adiknya berusia tujuh tahun dan dua tahun. Dan yang terakhir adalah Mira tak punya cukup uang untuk bisa datang ke rumah sakit itu.Sebelumnya Mira sebagai mana kebanyakan orang yang tak percaya. Bagaimana virus yang seperti tak pernah ada ini tiba-tiba menjadi badai yang besar. Mira tidak terlalu menggubris kehebohan yang ada. Hingga suatu hari Ayahnya jatuh sakit. Semakin hari kondisi ayahnya tidak membaik d
"Ini uang dari Tante dan ini uang dari bantuan orang-orang disini." Tante Vina menyerahkan dua buah amplop berisi uang, sepuluh hari yang lalu. Mira membuka amplop yang sudah kusut itu."Aduh, kok tinggal segini ya?" Mira menggigit bibir bawahnya."Kenapa kak?" Adel bertanya karena mengira Mira berbicara dengannya. Sejak tadi Adel bermain mobilan Truk bersama Ais, mobilan itu juga didapatkan dari pemberian tetangganya."Ah enggak dek, cuma uang kita kok sudah mulai habis ya? Adel besok gak usah jajan dulu ya?"Adel memancungkan bibirnya."Kakak, kalau aku sudah besar aku akan bekerja kaya Ayah. Tapi, Ayah kok belum sembuh ya kak?" Mira sedikit kaget. Adel tidak tahu kalau Ayahnya tidak akan lagi kembali bersama mereka selamanya. Mira berjongkok mengelus kepala Adel."Adel akan sehat dan kuat, Adel pasti punya uang yang banyak jika sudah besar nanti." Hampir saja air bening menyembul diantara kelopak matanya, tapi ia bisa menahannya.
Mira memasukkan beberapa setel pakaian yang dimilikinya. Tidak lupa handuk, sabun mandi dan pasta gigi. Inilah pertama kali ia akan menempuh perjalanan jauh. Jakarta - Bandung baginya perjalanan terjauh seumur hidupnya."Jam berapa Andres akan menjemputmu?" tanya Tante Vina."Satu jam lagi Tante," Mira duduk disamping tantenya di tepi dipan. Tangannya meraih Ais yang sejak tadi memperhatikannya mengemas pakaian. Adel kemudian ikut duduk disampingnya."Kakak, kakak harus hati-hati ya!" ucap Adel yang kini usianya menginjak dua belas tahun."Iya. Adel juga harus hati-hati dalam bergaul. Ingat, kakak bekerja untuk kepentingan Adel bukan?" Adel mengangguk.Mereka berpelukan sebelum berpisah. Tante Vina tak hentinya meneteskan air mata melihat Mira mengangkat tas pakainnya. Terdengar suara mesin mobil yang berhenti di depan rumahnya. Itu pasti suara mo ol Om Andres."Sudah siap?" Andres menyapa mereka dari dalam mobil, dan membuka bagasinya. Mira
"Apa yang kita kerjakan di klub malam itu?" Mira mendesak Lilis untuk menceritakan seperti apa klub malam itu. Lilis yang sedang mengenakan stoking melirik Mira sebentar."Nanti kau akan tahu sendiri," jawabnya santai."Tapi aku ingin tau sekarang!" Mira memohon."Tentu saja melayani tamu yang ingin minum sambil menikmati musik atau tarian kalau ada yang menari.""Hanya mengantar minuman bukan?" Lilis mengangguk."Ayo, cepatlah pakai stokingmu dan baju yang sudah aku pilihkan tadi!"Mira akhirnya diam dan menuruti perintah Lilis. Lilis telah meriasnya dengan riasan yang lebih ringan dari dirinya.Lilis mendekati Mira berhadapan dengannya "Aku akan membocorkan sesuatu kepadamu. Kita sudah berada disini, jadi usahakan untuk tidak membuat keributan kalau kamu tidak mau dapat masalah!" Mata Lilis menjurus kearah Mira. Tampaknya itu adalah hal yang harus Mira ingat.Mira memperhatikan cara Lilis membawa dan menyajikan mi
Ferdian mengeluarkan seluruh uang dan dompet yang ada di dalam pakaian Bobby pria botak itu."Apa yang kau lakukan?" Mira heran dengan apa yang dilakukan Ferdian terhadap temannya sendiri."Apakah kau baik baik saja?" tanyanya.Mira mengangguk lemah."Ingatlah kata-kataku dengan baik, katakan pada Cherry bahwa ada seseorang yang merampoknya. Setelah itu tunggulah aku besok malam di meja yang sama!" Ferdian mengucapkan perlahan, dan menatap Mira yang sudah lemah."Kamu harus mengingat kata-kata ini dengan baik, percayalah padaku! Kamu tidak akan bisa keluar dari sini begitu saja, jadi berhati-hatilah!" Mira hanya mengangguk. Dia hanya membutuhkan sedikit harapan untuk bisa selamat malam ini. Dan dia akan mencoba mempercayai pria itu.Ferdian mengenakan topeng itu lagi. Mira terpaku melihat pria botak yang masih pingsan di lantai. Namun tak lama kemudian ia ingat pesan Ferdian untuk segera melaporkan kejadian ini sebagai perampokan
Mira terusik dengan suara dengkuran seseorang. Badannya juga terasa pegal karena duduk terlalu lama tertidur di dalam mobil. Perlahan Mira membuka matanya mencari arah suara dengkuran seorang pria. Mira tersadar bahwa dia sedang bersama seorang pria bernama Ferdian. Sayup-sayup terdengar suara deburan ombak dihadapannya, ia tak bisa melihat dengan jelas karena masih gelap. Mira melihat angka yang tertera didalam jam digital di mobil itu. Waktu masih menunjukkan pukul tiga dini hari.Emmmhhh!Mira pura-pura memejamkan mata saat melihat gerakan pada tubuh Ferdian. Dia tidak mau kepergok sedang memperhatikan tidurnya."Kalau capek, kamu bisa tidur di belakang," tiba-tiba Ferdian berkata.Mira terpaksa membuka mata dan melihat ke arah Ferdian. "Tidak perlu, sepertinya aku sudah tak mengantuk lagi." mereka terdiam."Kemana kita akan pergi?" tanya Mira."Kerumahku," jawab Ferdian singkat."Kerumahmu? Jangan bercanda Om, tolong turunkan saja