Share

Selamat Malam Duniaku
Selamat Malam Duniaku
Author: Dewanu

Cobaan Pertama

Mira memandang dengan mata yang berkaca-kaca. Kedua orang tuanya berada dalam isolasi disebuah rumah sakit. Dengan ventilator yang terpasang di wajah mereka. Pemandangan sedemikian rupa hanya dilihatnya melalui handphone milik tetangganya yang keluarga mereka juga berada dalam satu rumah sakit yang sama. Sehingga Mira meminta tolong kepada mereka untuk memvideokan kedua orang tuanya. Mira tak mungkin untuk menjenguk mereka. Pertama, karena dirinya dicurigai juga terinfeksi virus mematikan itu. Sehingga ruang geraknya dibatasi. Kedua karena dia harus mengurus kedua adiknya berusia tujuh tahun dan dua tahun. Dan yang terakhir adalah Mira tak punya cukup uang untuk bisa datang ke rumah sakit itu.

Sebelumnya Mira sebagai mana kebanyakan orang yang tak percaya. Bagaimana virus yang seperti tak pernah ada ini tiba-tiba  menjadi badai yang besar. Mira tidak terlalu menggubris kehebohan yang ada. Hingga suatu hari Ayahnya jatuh sakit. Semakin hari kondisi ayahnya tidak membaik dan berlanjut dirawat di Rumah Sakit. Tak lama kemudian Ibunya jatuh sakit dan berakhir dirawat di Rumah Sakit juga. Mereka dinyatakan positif terjangkit covid. Mira harus  menerima kenyataan itu, mengurus semua keperluan dirinya dan kedua adiknya.

Gadis itu bahkan belum beranjak dewasa. Usianya masih 14 tahun. Wajahnya yang imut membuat siapapun suka melihatnya. Rambut indah menjuntai sepinggang menambah kecantikannya. 

Gadis manis itu mengikat rambutnya dengan ikatan ekor kuda. Sementara adiknya menangis di atas dipan. Tangannya dengan sigap meraih adiknya dan menggendong dipinggangnya.

"Cup, cup , cup... sebentar kakak buatkan susu yah...Ais duduk sini dulu..." Mira mengambil botol susu dan mengisinya dengan susu formula, menambah air hangat dan mengocoknya sebentar. Ais menghisap silicon berwarna bening itu yang membuat tangisnya terhenti. Lalu Mira pun membawa Ais ke dipan kembali agar Ais bisa melanjutkan tidurnya. 

Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Mira telah membuat telur dadar dan meletakkannya diatas meja makan. Matanya menangkap Adel yang menggeliat ditempat tidur. Mira mendekati Adel dan menggerakkan tubuh kecil itu agar segera bangun.

"Adel...bangun yuk...!" Mira sedikit mengguncang tubuh Adel. Bukannya bangun Adel malah menggeliat lagi dan menyembunyikan wajahnya dibalik bantal.

"Adel...!" Mira menggeser bantal itu dan mencubit pelan pipi Adel. "Huuh, kakak..!" Adel menggerutu.

"Ayuk cepet bangun! Sarapan sama kakak yuk!"

Adel bangkit dan pergi ke kamar mandi.

"Kak! Odolnya habis..." Adel meneriaki Mira dari kamar mandi. Mira yang sedang menyuap ke mulutnya berhenti dan meletakkan kembali suapannya. Ia ingat jumlah uang disaku bajunya tidaklah cukup untuk membeli pasta gigi.

Mira menghampiri Adel. 

"Sini dek odolnya!" Mira meminta bungkus odol yang sudah tipis itu. Iapun memencet pipih pembungkus odol sehingga pasta yang masih tersisa sedikit keluar. Lalu mengusap dengan sikat gigi yang dipegang Adel.

"Nah, masih ada kan?!" Mira memberikan sikat gigi itu. Adel tersenyum dan mulai menggosok gigi. 

"Gosoklah yang bersih Adel!" Pesannya.

Mira masuk ke kamar orangtuanya. Ini adalah hari ke dua belas semenjak orangtuanya ada di Rumah Sakit. Mira membongkar lemari pakaian ibunya, barangkali menemukan sesuatu. Mira mencari sesuatu berupa uang atau barang berharga yang bisa dijualnya. Karena seluruh persediaan sudah menipis. Kalau soal bantuan, tadinya bantuan itu mengalir cukup banyak diawal musibah itu, tetapi semakin kebelakang hanya beberapa orang saja yang masih konsisten mengirimkan bantuan. Mereka adalah tetangga dan juga bantuan dari pemerintah. Bahkan sekarang uang itu tak lebih dari dua ribu rupiah lagi.

Mira menggigit bibirnya saat tak menemukan apapun. Karena penasaran, Mira mengangkat spring bed milik orang tuanya. Barangkali ada simpanan yang tersembunyi disana. Tapi nihil. Mira masih tak menemukan apapun.

Mira terpekur, tubuhnya merosot di dinding kamar. Ia mendekap lututnya menumpu dagunya diatas lututnya. Menatap bingung pada kamar yang telah porak poranda. Kelelahan menerpanya, ia sangat letih dan berat.

Menetes air matanya mengingat kedua orang tuanya. Selama ini dia hanya tahu meminta dan meminta. Tak pernah terfikirkan dari mana uang didapatkan. Baginya itu tampak mudah dan selalu tersedia. Sekarang barulah ia merasakan, uang tidaklah tersedia begitu saja.

Sekarang apa yang akan dia lakukan jika uang itu benar-benar tak ada?

Mira menggeleng. Bagaimana jika susu Ais habis? Bagaimana jika beras habis? Bagaimana jika .. bagaimana jika... Mira menangkup kepalanya dengan kedua lengannya. Dia tak sanggup berfikir.

Tak pernah terfikir hal-hal semacam itu. 

Terdengar suara Ais yang merengek berjalan kearahnya. Mira melihat Ais dengan pandangan kosong. Hingga Ais memeluknya, mengelus air mata yang mengalir di pipinya.

Ais seperti mengerti apa yang dirasakan Mira. Tangan mungil itu mengelus lembut buliran air mata Mira. 

"Kakak... Ais mau mamam..." Mira tersenyum, tadi dia belum menyuapi Ais karena Ais teridur lagi setelah minum susu."Ais mau mamam pake telol ya kak..." Mira geli dengan pelafalan Ais yang belum bisa melafalkan huruf "r". Diapun menangkup pipi Ais yang gendut dan menciumnya.

"Tok tok tok !"

Mira berlari ke ruang tamu. Biasanya ketukan itu memiliki arti rezeki yang akan memasuki pintu rumahnya. Mira mengintip lewat teralis jendela di samping pintu. Tante Vina ?

"Mira ?!" 

"Sebentar Tante, Mira lagi buka pintunya nih..!"

Tante Mira masuk sesaat kemudian. 

"Mira..." Tiba-tiba tante Vina memeluk Mira.

"Tante... Mira ODP Tante..." Mira mendorong tubuh Tante Vina agar menjauh. Tapi Tante Vina malah mendekapnya erat. Terdengar Tante Vina seperti menangis.

"Deg!" Apakah khabar buruk? Mira membatin. Mira membiarkan Tante Vina melanjutkan dekapannya hingga beberapa lama. 

"Ada apa Tante ?" Mira membuka suara dengan sedikit bergetar. Tante Vina mengajak Mira duduk di kursi tamu sambil terus memegangi tangan Mira. "Tante...?"

"Ya Tuhaaan..., kenapa Tante susah sekali ngomong nya...ya Tuhaaan..." Bukan berbicara, Tante Vina justru lebih keras lagi menangis.

Sekarang Mira benar-benar yakin bahwa itu adalah berita buruk. Bisa jadi tentang orang tuanya? Air mata Mira mengucur kembali.

"Maafkan Tante sayang... maafkan Tante.." Mereka berpelukan dan menangis bersama.

"Kapan Tante, Ayah meninggal?" Mira mengusap air matanya.

"Tadi malam Mir, jam dua malam,"

"Kalau Ibu? Gimana keadaan Ibu Tante?" wajah Vina lebih muram dan sedih. Tentu saja itu membuatnya sedih, karena dia tahu kondisi kakak perempuannya tidak juga membaik.

"Kita hanya tinggal berdoa dan pasrah Mir.” katanya.

Mira memeluk Tante Vina, Tante Vina adalah orang yang sangat perhatian terhadap keluarganya. Saat ini, Tante Vina yang selalu disibukkan dengan mengurusi Mira dan adik-adiknya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status