All Chapters of Hati Yang Terpilih: Chapter 1 - Chapter 10
52 Chapters
Bab 1
Sudah seminggu ini Nazwa resah. Ia tak mengerti mengapa Rafi begitu keberatan dengan rencana pernikahannya dengan Kafka. Ia merasa ada yang Rafi inginkan darinya. Ia kenal tabiat Rafi. Nazwa masih saja termangu mengingat percakapannya dengan Rafi saat ia mengantar Salsabila dan Hanif ke rumahnya. Pekan ini adalah jatah Salsabila dan Hanif bersamanya, setelah beberapa pekan yang lalu mereka berada di rumah Rafi.“Benar apa yang dikatakan Bila, kalau Kafka ingin menikahimu?” tanpa pengantar apapun, Rafi bertanya pada Nazwa yang betul-betul tak menduga kalau Rafi akan membahas masalah pribadinya.“Mengarah ke sana. Sebetulnya kami sedang mempersiapkan segalanya,” urai Nazwa pelan.“Secepat itukah hati kamu berubah terhadapku, Naz?” tanya Rafi.“Maksudnya?” taut Nazwa tak mengerti.“Ya. Secepat itu kamu bersedia menjalani hubungan menuju pernikahan. Padahal kita resmi berpisah baru dua tahun sepuluh
Read more
Bab 2
Nazwa bergegas memasuki Kafe yang didirikannya setelah bercerai dengan Rafi. Hobinya memasak dan membuat kue-kue ternyata berguna bagi dirinya sekarang. Ia sangat bersyukur, mampu berdiri di kakinya sendiri dan membuktikan kepada Rafi bahwa ia baik-baik saja. Tunjangan yang didapat dari Rafi tak sedikitpun ia sentuh. Baik untuk anak-anak maupun dirinya sendiri. Bukan ia tidak menghargai, hanya saja rasa kecewanya yang begitu besar telah membuatnya berlaku seperti itu.Rasa kecewa yang berlipat karena tak pernah mengetahui alasan sebenarnya ia diceraikan. Kehidupan rumah tangga mereka selama ini baik-baik saja dan harmonis. Tentu saja itu membuat ia kaget dan shock karena harus menerima perceraian. Jujur, sampai kini pun ia masih bertanya-tanya alasannya. Dan itulah yang membuat ia mau bertemu dengan Renata.Nazwa mengenal Renata sebagai sahabat keluarga mereka dari pihak Rafi khususnya. Karena orang tua Renata adalah orang tua angkat Rafi. Walaupun belum pernah bertemu
Read more
Bab 3
“Kedatangan saya bukan atas kemauan Rafi. Ini kemauan saya sendiri. Saya ingin mengaku dosa kepadamu, karena telah menghancurkan hidupmu, Rafi dan anak-anak. Saya tak tenang, Naz. Apalagi sejak ayah meninggal. Saya merasa Rafi ... Rafi tak sungguh-sungguh ingin menghabiskan hidupnya bersama saya.” Renata tertunduk sesaat.“Maksudnya?” tanya Nazwa tak mengerti.“Sebagai seorang suami, Rafi adalah suami yang baik. Ia memberikan saya nafkah lahir yang lebih dari cukup. Tapi sebagai seorang laki-laki, ia bukan laki-laki pembohong. Ia tak bisa melenyapkan bayanganmu darinya. Dan itu yang membuat ia tak bisa menggenapkan nafkah batinnya kepada saya, Naz. Mungkin kamu tidak percaya, tapi saya berkata jujur.” Renata menatap mata Nazwa. “Sejak kami menikah, saya belum pernah disentuh Rafi,” lirih Renata pelan.“Astaghfirullah alaziem,” ucap Nazwa dalam hati. Ditatapnya lekat-lekat mata Renata. Dan ia tidak menem
Read more
Bab 4
“Keluarga kecilmu bisa dipersatukan satukan kembali, Naz. Saya akan melepaskan Rafi. Kalian bisa menikah kembali. Dan anak-anak tidak akan kehilangan ayah dan bundanya,” Ucap Renata berusaha meyakinkan.Nazwa terdiam sejenak. Kemudian bertanya, “Ta, Rafi-kah yang memberitahu rencana pernikahan saya?”Renata hanya memandang Nazwa dalam.“Tolong, jujur pada saya, Ta!” ujar Nazwa lagi karena Renata tak menjawab.Renata menghembuskan nafasnya sebelum berbicara. “Ya. Rafi yang memberitahuku. Dan dia juga bilang, bahwa ia tak pernah benar-benar ingin  melepaskanmu. Kalau ada yang bisa ia lakukan untuk mendapatkanmu kembali, dia akan melakukan apa saja, walaupun mempertaruhkan nyawanya. Asalkan kalian bisa bersatu lagi,” Jawab Renata pada akhirnya.“Aku sudah curiga. Karena saat dia tahu rencana ini, dia menyatakan keberatannya. Tapi ya, alasannya adalah anak-anak,” adu Nazwa berkeluh kesah.
Read more
Bab 5
“Assalamu’alaikum. Rafi, aku ingin bertemu. Bisa kamu datang ke Kafe Wien jam tiga nanti?” Nazwa berbicara cepat saat suara di seberang telinganya berkata halo.“Nazwa? Ada apa? Salsa dan Hanif ada masalah?” tanya Rafi kaget. “Mereka baik. Hanya ada yang aku mau bicarakan! Aku tunggu di sana ya.” Nazwa langsung menutup panggilannya. Ia tak ingin berbasa-basi dengan Rafi. Sesungguhnya ia enggan untuk membicarakan hal ini, tapi tak bisa dibiarkannya tindakan Rafi yang menurutnya sudah sangat menyebalkan. “Mama, bicara dengan siapa?” Pertanyaan Salsabila, putri pertamanya, mengagetkan Nazwa yang sempat melamun setelah menelpon Rafi tadi.  “Astaghfirullah, Kakak. Kaget Mama, Nak,” Nazwa mengusap dadanya.   “Mama kenapa sih? Sudah seminggu ini Salsa melihat Mama sering melamun,” Salsa kembali bertanya.  Nazwa tersenyum. Diulurkan tanga
Read more
Bab 6
Rafi menunduk sejenak. Kemudian ditatapnya Nazwa. “Maafkan aku, Naz. Aku memang terlalu pengecut untuk berkata jujur. Renata pastinya sudah bercerita kepadamu kejadiannya. Jujur, Naz. Aku tak pernah ingin berada dalam situasi seperti ini. Kalau aku bisa mengulang kembali cerita hidupku, ingin rasanya aku tak berhutang budi kepada orang tua Renata. Sehingga aku tak harus memenuhi permintaan ayah angkatku untuk menikahi Renata,” Keluh Rafi.“Aku tak meminta pembelaan dirimu, Fi. Yang terjadi pastilah yang harus terjadi. Aku hanya ingin kamu tidak berbohong padaku dan anak-anak! Kamu sendiri yang bilang, bahwa apapun yang akan kita lakukan itu berkaitan dengan anak-anak dan mereka mempunyai hak yang harus kita pertimbangkan dengan langkah yang akan kita ambil. Ingat, saat kamu mengetahui Kafka ingin menikahiku? Kamu kesal karena aku tak menanyakan pendapat anak-anak tentang itu. Bagaimana dengan kamu sendiri? Satu tahun bukan waktu yang sebentar, Fi!” tan
Read more
Bab 7
Golden Tower            “Maaf menunggu lama, Naz.” Ujar Kafka begitu masuk ke ruang rapat tempat Nazwa menunggunya. “Ada apa, Naz. Tiba-tiba datang ke sini. Ada hal penting sampai tak bisa menunggu aku datang ke rumahmu, Mmh? Besar sekalikah desakan kerinduanmu untukku?” goda Kafka.            “Sepertinya hari ini cuaca hatimu sedang cerah ya?” Nazwa menyunggingkan senyum sinis.            “Mmh ... ya.  Aku berhasil memenangkan tender, Naz. Itu tender besar. Jelas aku excited sekali,” Jelas Kafka dengan senyum mengembang.            “Oh ya? Bukan karena telah berhasil mendapatkan rival untuk memperlihatkan seberapa besar kekuatan kamu memikat wanita?” sin
Read more
Bab 8
             Rafi cukup terkejut dengan cerita yang dialami Kafka.            “Tapi aku memaafkannya, Fi. Mengingat anak kami masih kecil. Saya minta Ewi untuk bersabar menunggu saya kembali memulihkan kondisi ekonomi kami. Tetapi bisnis saya tak mengalami kemajuan, dan saat bisnis saya benar-benar hancur, Ewi tidak terima. Ia memilih laki-laki lain yang bisa memuaskannya secara materi. Ia lebih memilih untuk menikahi seorang duda yang usianya di atas usia ayahnya sendiri. Sekarang anaknya menjadi lima orang. Satu anak kami dan empat orang anak duda itu. Ewi bilang itu bukan masalah, asal secara materi ia berkecukupan. Ya jelas saja, duda itu seorang direktur di salah satu bank swasta terkemuka. Cerita yang klise bukan, Fi? Tapi ya itu yang terjadi,” Hela Kafka.            “Hidup memang terkadang kejam, Kaf. Kadang juga seperti mempermainkan kita,” s
Read more
Bab 9
          Setelah merasakan kekuatan yang tiba-tiba merasuk ke hatinya setelah kepasrahan dan permohonan yang ia panjatkan. Nazwa membuka matanya dan menatap dalam kedua mata Kafka. Mata teduh dan kelam itu begitu menentramkan hatinya acapkali dipandang. Jujur, pesona itu merebut hatinya untuk mau melabuhkan hatinya. Kafka memberikannya kedamaian, ketenangan juga perlindungan saat berada di dekatnya. Laki-laki sejati yang ia cari. Laki-laki tegar yang ia perlukan. Dan ia telah tahu ketegaran seorang Kafka saat ia ditinggalkan kekasih hatinya. tapi, Nazwa juga harus jujur pada dirinya sendiri saat ini.            “Kafka, tolong. Aku butuh waktu untuk diriku sendiri saat ini. Setelah semuanya, aku betul-betul butuh berbicara dengan hati dan pikiranku. Kamu tahu kan, kita sudah pernah mengalami hal yang sangat menyakitkan dalam kehidupan kita masing-masing. Dan aku tidak in
Read more
Bab 10
Belum lagi Salsa menjawab, hp Nazwa kembali berdering kencang. Rafi calling. Nazwa hanya meliriknya sebentar dan mengacuhkan panggilan itu.Kembali Nazwa mengulangi pertanyaannya. “Hanif kemana, Sa? Masih di kamar?”“Tadi pamit main sepeda sama Rio ke lapangan.”“Kok ngga pamit Mama?”“Tadi Mama sedang di kamar mandi, jadi pamitnya ke aku,” terang Salsa.“Oh begitu.” Nazwa menganggukan kepalanya. Tak lama ia membawa sebuah baki yang berisikan dua buah piring macaroni schotel dan dua buah gelas yang satu berisi coklat hangat untuk Salsa dan lemon tea hangat untuk dirinya sendiri.“Mmh . . . It’s look yummy,” Salsa menggesekkan kedua telapak tangannya sambil bergumam melihat makanan dan minuman yang dipindahkan oleh Nazwa dari baki ke atas meja.Nazwa tersenyum melihat reaksi Salsa. Inilah alasannya mengapa ia se
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status