Lahat ng Kabanata ng CEO Yang Hilang Ingatan: Kabanata 211 - Kabanata 217
217 Kabanata
210. Ketakutan Wulan.
~Hidup terlalu singkat untuk digunakan membahas masa lalu. Kehidupan yang sekarang adalah sebaik-baiknya pilihan yang sudah kita ambil.~*** Kucium kening Wulan. Istriku mengerjap, bulu mata lentiknya bergetar ia menatapku sejenak, "Gak tidur?" Aku menggelengkan kepala pelan. Mengelus rambut sehitam jelaganya.  "Jam berapa sekarang?" "Pukul 00.15 Sayang," jawabku.  Sejak kami resmi menjadi suami istri, entah sudah berapa kali aku bercinta dengannya. Seakan-akan tak pernah puas, dan selalu kurang. Wulan pasti kelelahan meladeni keinginanku.  
Magbasa pa
211. Penerbangan Pertama Wulan.
Pukul sembilan pagi aku dan Wulan sudah selesai bersiap-siap. Abah Dadang dan dua asisten rumah tangga mengantar sampai di teras.    "Abah jaga diri ya, Jangan lupa makan. Kalau Wulan telepon harus diangkat."   "Iya, Neng geulis."   Keduanya melepaskan pelukan. Aku ganti bersalaman dengan Abah Dadang.    "Kami berangkat dulu," pamitku kemudian.    Mengajak istriku segera masuk ke dalam mobil. Dua jam dari sekarang pesawat akan take off. Perjalanan dari villa menuju bandara memakan waktu sekitar satu setengah jam.    "Ini pertama kalinya Wulan, naik pesawat."  
Magbasa pa
212. Tiba Di Hotel.
KLIA 2, Malaysia.    Aku menggandeng istriku, telapak tangan Wulan terasa sangat dingin, "Apa kamu kedinginan?"   Wulan menggeleng pelan, "Wulan kalo gerogi emang suka panas dingin begini."   Tersenyum menatap wajah istriku itu. Ini pengalaman pertamanya naik pesawat terbang. Aku berjalan lebih cepat. Satu langkah kakiku sama dengan dua kali langkah Wulan. Sontak istriku itu menarik tangan, "Kenapa sih, cepet-cepet?"   "Pelan-pelan," katanya lagi.    Aku tersenyum tak menjawab pertanyaan Wulan, hanya memelankan jalan. Keluar dari koridor para penumpang berbelok ke arah kiri menuju baggage claim area. Ada banyak passenger lain yang juga mencari koper mereka.   
Magbasa pa
213. Tempat Ternyaman.
~Tempat ternyaman~   Aku memeluk Wulan dari belakang. Kami menikmati malam pertama di tengah kota Kuala Lumpur dari balkon hotel. Gedung-gedung tinggi menjulang membuat kota ini terlihat seperti kota metropolitan. Bias lampu warna-warni berpendar menyemarakkan malam.    Di bawah sana jalanan beraspal padat oleh berbagai kendaraan. Bunyi klakson dan mesin mobil menggema hingga balkon, tempat kami berdiri.    "Apa kau suka dengan bulan madu kita?"   "Tentu saja, ini pertama kalinya Wulan keluar negeri."   Wulan mendongak ke wajahku. Aku menghadiahinya sebuah ciuman hangat. Ia tersenyum.   
Magbasa pa
214. Tujuan Bulan Madu Pertama
"Terima kasih untuk malam yang indah ini, Sayang." Wulan mencium bibirku setelah berkata.    "Sudah tugasku untuk membahagiakanmu," ucapku sambil menatap mata bulat Wulan, "tidurlah, besok kita akan mulai jalan-jalan."   Wulan tersenyum, wajahnya lebih ceria dari saat pertama aku mengenalnya dulu. Tak terlihat wajah lelah bahkan mengantuk seperti sebelum kuajak dia mengunjungi Suria KLCC.    "Kemana? Besok kita akan kemana?" tanya Wulan bersemangat.    "Tidurlah, besok kamu akan tahu kemana tujuan kita."   Aku menaikkan selimut sampai dadanya. Ia menurut dan mulai memejamkan matanya. Malam ini akan menjadi malam yang takkan terlupakan oleh Wu
Magbasa pa
215. Bertemu Ibu Wulan
"Nak order ape?"   Pelayan tadi kembali mengajukan pertanyaan. Menatap bingung pada kami berdua. Duduk di kursi restoran tapi tak memesan makanan.    "Emak …." Suara Wulan bergetar. Matanya berkaca-kaca dan memerah.    Pramusaji yang mendatangi meja kami refleks. Menatap Wulan dengan serius, kedua alisnya mengernyit, "Wulan?"   "Kamu teh, Wulan Kirana?"   Akhirnya. Perjumpaan yang kubayangkan seperti perkiraan.    Istriku $ berdiri dari kursinya memeluk pramusaji di depannya. Sang pramusaji membeku. Kertas catatan order dan bolpoinnya terjatuh.   
Magbasa pa
216. I Love You Wulan
~Perpisahan paling menyakitkan adalah terpisahnya dua hati tanpa kejelasan alasan. Saling memendam perasaan tanpa bisa menjelaskan.~ "Wulan sedih Ali, ternyata selama ini Emak Wulan masih hidup, tapi dia gak pernah kasih kabar sedikit pun," ungkap Wulan di sela isak tangisnya.  "Sudahlah Wulan. Mungkin semua ini sudah takdir." Aku menepuk-nepuk punggung Wulan. Setelah bertemu dan saling mengungkapkan isi hati dengan ibunya beberapa jam, kami kembali pulang.  "Emak Jahat, Ali. Dia tega ninggalin Wulan dan abah." "Bukan ibumu yang meninggalkan, tetapi takdir memaksanya meninggalkan kalian. Dia juga terpaksa." 
Magbasa pa
PREV
1
...
171819202122
DMCA.com Protection Status