Share

Bercerai dan Pergi dari Rumah

"Bu, kita kemana ini?" tanya sopir mobil itu setelah melihat Dahlia sudah agak tenang. 

"Maaf Bapak harus menunggu lama, kita pulang saja, Pak. Kita kembali ke rumah saya tadi. Besok tolong Bapak jemput saya dan antar saya ke Semarang ya, Pak," kata Dahlia. 

"Baik, Bu." jawab sopir itu. 

Sopir itu melihat Dahlia dengan perasaan campur aduk, bisa merasakan kesedihan Dahlia, karena ia juga memiliki seorang anak perempuan yang baru saja menikah. Sopir itu berdoa dalam hati, agar kejadian pahit yang baru saja dilihatnya tadi tidak terjadi pada putrinya.

"Bu, yang sabar dan ikhlas ya. Saya berharap Ibu  mendapatkan jalan keluar terbaik nantinya. Saya yakin Ibu pasti kuat dan bisa melewati semua ini," kata sopir itu pada Dahlia dengan wajah prihatin.

"Terimakasih ya, Pak," kata Dahlia sambil mengusap air matanya yang mengalir lagi. 

Dahlia mengalihkan pandangan ke luar jendela mobil. Hari mulai gelap, ditambah rintik hujan yang mulai turun, seperti hati Dahlia yang sedang sendu dan menangis saat ini. 

Sesampainya di rumah Dahlia hanya bisa diam dan merenung. Walaupun sejak sore belum makan, ia tidak merasa lapar, tidak berselera sedikitpun untuk menyentuh makanan atau minuman. Air mata nya tidak dapat berhenti mengalir. Dahlia hanya duduk di tepi tempat tidurnya, memandangi album foto pernikahan di tangannya. 

HP Dahlia berdering berulangkali, beberapa pesan masuk pun tak dibacanya. Aditya menghubungi Dahlia, namun Dahlia tak menanggapi. Tak ada kata maaf untuk pekhianatan suaminya itu. Tekad Dahlia bulat, ia tidak mau dimadu, tidak sudi berbagi suaminya dengan wanita lain. Biarlah Dahlia yang mengalah, merelakan suaminya untuk wanita itu. Biarkan mereka tertawa saat ini, Dahlia berjanji dalam hatinya, ia hanya akan menangis malam ini. Esok hari ia tidak akan menghabiskan waktu untuk menangis dan meratapi kehancuran pernikahannya ini. 

Dahlia melepaskan cincin di jari manis tangan kanan nya. Cincin yang sudah ia kenakan selam lima tahun, pengikat cinta dengan suaminya. Masih teringat jelas janji pernikahan yang Aditya dan Dahlia ucapkan bersama, cincin yang mereka sematkan di jari manis tangan kanan mereka masing-masing. Cincin itu biasanya membuat Dahlia begitu senang, seringkali Dahlia memandangi nya jika rindu pada Aditya. Tapi kini ia hanya merasa jijik, tak ingin memakai benda itu lagi. Dahlia melemparkan cincin itu ke meja rias nya. Cincin itu jatuh berdenting ke lantai. 

Tanpa sadar Dahlia tertidur karena lelah menangis. Ia baru terbangun ketika sinar mentari sudah masuk melalui celah jendela kamarnya. Dahlia melihat jam di HP nya, lalu berjalan ke kamar mandi untuk mandi agar terasa lebih segar. Di cermin Dahlia melihat sepasang mata yang bengkak karena lama menangis. 

Dahlia menghela nafas panjang, ia harus membereskan semua barangnya dan meninggalkan rumah ini. Akhirnya ia harus kembali ke rumah orang tuanya dan mengatakan semuanya dengan jujur. Tidak ada tempat lain untuk pulang dan mengadu bagi Dahlia. 

Ketika Dahlia mulai menyiapkan koper dan melipat pakaiannya, ia mendengar suara pintu diketuk dengan keras dan cepat. Dahlia segera membuka pintu. Tampak Aditya berdiri dengan wajah kusut, rambut dan pakaiannya berantakan. 

Dahlia menatap tajam pada pria itu tanpa bicara. Perasaan cinta Dahlia pada Adotya kini hilang dan berganti menjadi sakit hati dan benci.

"Lia, bisakah kita bicara?" tanya Aditya. 

"Mau bicara apa lagi, Mas?" tanya Dahlia. 

"Mas mohon, kita jangan bercerai," jawab Aditya.

"Apa Mas? Mas punya istri lain di luar sana tanpa aku ketahui. Dan Mas meminta aku menerima semua perbuatanmu dengan ikhlas? Egois sekali kamu, Mas! Kamu pikir aku ini benda mati yang tidak punya perasaan?" kata Dahlia. 

"Lia, sabar.. Mas tahu Mas sudah melakukan kesalahan besar. Tapi itu bukan kemauan Mas. Kamu dengar sendiri kan? Semuanya kemauan ibu," kata Aditya. 

"Tapi Mas akhirnya menikmatinya kan? Sinta yang lebih muda dan cantik dari aku, ya kan? Hari ini aku akan pergi dari rumah ini, Mas. Tolong segera urus perceraian kita. Kalau kamu mau bersama Sinta, lepaskan aku, Mas!" kata Dahlia kembali masuk ke kamar dan melanjutkan melipat pakaian dan mengemasi barang yang akan dibawanya. 

Aditya melihat koper dan semua barang yang sudah siap dibawa oleh Dahlia. Ia tidak menyangka Dahlia akan secepat itu bertindak. 

"Kamu mau kemana, Lia?" tanya Aditya. 

"Apa pedulimu sih, Mas? Sejak kamu mengkhianati pernikahan kita, maka bagiku kita bukan lagi suami istri. Hanya tinggal menunggu surat cerai resmi nya saja," jawab Dahlia. 

Aditya terduduk dan menatap Dahlia dengan lemas. 

Dahlia mencibir dan mengatakan pada dirinya sendiri, jangan sampai tertipu dengan suaminya itu. Pasti saat ini Aditya hanya pura-pura sedih, padahal dalam hati bersorak girang karena sebentar lagi bisa bersama Sinta tanpa ada penghalang apapun lagi. 

Suara klakson mobil di depan rumah memecah keheningan di antara Dahlia dan Aditya. Dahlia menarik kopernya dan beberapa plastik barang bawaannya. 

Mobil yang disewa Dahlia kembali menjemput Dahlia. Dibantu sopir itu Dahlia segera memasukkan barang-barangnya ke dalam bagasi mobil. 

Aditya hanya berjalan gontai sambil menatap kepergian Dahlia. Sejenak Aditya menatap ke seluruh ruangan rumah itu. Timbul di salam hatinya setiap kenangan saat dirinya dan Dahlia masih bersama, berdua menghabiskan waktu dengan bahagia di setiap ruangan rumah itu. Rumah itu sekarang terasa berbeda, sepi, kosong, dan hampa. 

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Vonny Elyana
Terimakasih sudah mampir baca Kak ...
goodnovel comment avatar
Etien Kurniarin
kenapa harus keluar dr rumah biarkan Adit yg keluar atau jual dulu rumahnya
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
pantas dibilang mertua wanita kelas rendah. cuman mampu mundur seperti pecundang.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status