Menjelang siang, Dahlia sudah tiba di kota Semarang. Biasanya jika pulang ke rumah orang tuanya hatinya akan sangat bahagia karena pasti kerinduan sudah begitu terasa. Tapi kini saat melewati jalan dan tempat-tempat yang dikenalinya, hatinya terasa perih. Semakin mendekati rumahnya, Dahlia semakin ingin menangis.
Tapi Dahlia harus tegar, tidak boleh tepuruk di depan bapak dan ibunya. Dahlia sangat sedih dan tidak bisa membayangkan reaksi orang tuanya saat melihat Dahlia pulang dan mengatakan bahwa ia akan bercerai. Semoga saja orang tuanya kuat menerima berita menyedihkan dan mengejutkan ini. Selama ini Dahlia selalu mengatakan kepada orang tuanya bahwa pernikahannya bahagia dan baik-baik saja. Bahkan, Dahlia menutup rapat semua perlakuan mertuanya pada dirinya.Dahlia turun di depan rumahnya, ia memandang ke rumah sederhana itu, tak banyak perubahan sejak dia terakhir kali mengunjunginya. Dahlia membayar biaya sewa mobil dan berterimakasih pada sopir mobil itu. Lalu Dahlia berjalan mendekati rumah orang tuanya dan membuka pintu pagarnya.Dahlia mengetuk pintu beberapa kali. Ia menarik nafas panjang dan berusaha tersenyum. Ibu menjawab dari dalam dan segera datang membukakan pintu untuk Dahlia. Ibu begitu terkejut dan senang melihat Dahlia."Bu, Dahlia pulang," kata Dahlia.Dahlia mencium tangan Ibu dan memeluknya erat."Eh, Nak. Koq ga kasih kabar dulu mau pulang? Kamu datang dengan siapa, Nak?" tanya Ibu sambil memandang ke sekelilingnya."Lia sendiri, Bu," jawab Dahlia mencoba mengukir senyum di bibirnya.Ibu menatap Dahlia dan walaupun Dahlia berusaha tersenyum, Ibu bisa merasakan bahwa putrinya itu tidak sedang baik-baik saja."Ayo, masuk dulu. Ibu kangen sekali sama kamu," kata Ibu sambil membawa plastik yang dibawa Dahlia."Lia juga kangen sama Ibu dan Bapak. Ibu dan Bapak sehat, kan?" tanya Dahlia."Sehat, Nak. Kamu juga sehat, kan? Ibu lihat kamu bertambah kurus," kata ibu sambil membelai wajah Dahlia."Sehat koq, Bu," kata Dahlia.Dahlia menarik koper nya masuk ke dalam rumah. Lalu Dahlia duduk di kursi sederhana di ruang tamu. Kursi kayu yang tidak pernah berubah, sepertinya kursi itu sudah dipakai sejak Dahlia masih kecil."Bapak mana, Bu?" tanya Dahlia."Oo, Bapak tadi pamit keluar sebentar membeli makanan ayam. Sekarang kami ternak ayam beberapa ekor di belakang rumah, Nak," jawab Ibu."Wah, Ibu dan Bapak hebat masih rajin dan bekerja keras. Jangan terlalu lelah, Bu!" kata Dahlia."Nak, orang tua itu malah harus ada pekerjaan dan rutinitas, biar tetap sehat dan bersemangat, ya kan? Jadi sambil olahraga, tapi bisa menghasilkan uang juga. Tidak mungkin Bapakmu itu bekerja keras menjadi buruh untuk selamanya, kan? Sekarang saja badannya sudah sering pegal dan linu kalau habis bekerja," kata Ibu sambil tersenyum.Dahlia tersenyum dan menganggukkan kepalanya, dalam hati ia mengagumi Bapak dan ibunya, yang walaupun hidup sederhana, bisa bertahan sampai saat ini dalam pernikahan yang bahagia, saling memahami dan melengkapi."Nah, itu Bapak," kata Ibu ketika motor butut Bapak sampai di depan rumah.Dahlia melihat tubuh Bapak kurus dan renta itu menurunkan karung yang dibawanya."Pak, ini Lia pulang." kata Ibu dengan antusias."Loh, Lia. Koq ga bilang dulu mau pulang?" tanya Bapak yang langsung memeluk Dahlia."Iya Pak, kan biar jadi kejutan. Dahlia kangen sekali sama Bapak dan Ibu," jawab Dahlia."Eh, ayo ganti bajumu, terus bantu Ibu masak dulu. Nanti kita makan siang sama-sama," kata Ibu."Iya Bu, Lia ke kamar dulu ya buat ganti baju," kata Dahlia.Dahlia dan Ibu memasak sayur asem, tempe goreng dan sambal. Makanan sederhana tapi selalu membuat Dahlia rindu rumah.Setelah makan siang, Bapak dan Ibu mengajak Dahlia berbicara."Nak, sebenarnya ada apa? Apa kamu berantem sama Aditya?" tanya Ibu.Dahlia menatap Bapak dan Ibu dengan sedih."Maafkan Dahlia Pak, Bu. Dahlia tidak bisa mempertahankan pernikahan ini," kata Dahlia perlahan.Ibu dan Bapak sangat terkejut mendengar perkataan Dahlia."Tapi kenapa, Nak? Apa yang terjadi, apakah tidak bisa dibicarakan lagi baik-baik?" tanya Bapak.Dahlia menarik nafas panjang dan menghapus air matanya yang mulai luruh."Pak, Bu, baru kemarin Dahlia mengetahui bahwa Mas Adit sudah memiliki wanita lain dan bahkan sudah menikah dengannya." kata Dahlia dengan suara bergetar."Apa?! Kurang ajar anak itu! Dia sudah menyakiti anak kita, Bu," kata Bapak.Ibu turut menangis mendengar cerita Dahlia itu."Bapak akan menemui dia, akan menghajar dia. Ga bisa dia menghina dan menginjak harga diri anak kita seperti ini. Walaupun orang susah, kita ini punya harga diri Bu." kata Bapak dengan marah."Sabar Pak, sabar.." kata Ibu. "Lalu Ibu mertua mu bagaimana, Nak? Apa dia mengetahui masalah ini?""Yang lebih menyedihkan bagiku, Bu, ternyata Ibunya Mas Adit yang mencarikan wanita itu untuk Mas Adit dan menyuruh mereka menikah." kata Dahlia sambil menangis tersedu."Ya ampun, jahat sekali. Memangnya kenapa, Nak? Apa alasannya?" tanya Ibu."Karena aku belum bisa memberikan anak, Bu. Dan juga katanya aku tidak pantas untuk suamiku. Hati Lia sangat sakit, Bu." jawab Dahlia.Ibu langsung memeluk Dahlia dan menangis bersama. Sementara Bapak mengepalkan tangannya penuh amarah. Andai Dahlia dan Ibu tidak menahan Bapak, mungkin Bapak saat ini sudah pergi menemui Aditya dan menghajarnya.Setelah tiga hari di rumah, Dahlia mulai lebih tenang dan bisa berpikir jernih. Tidak mungkin dirinya akan terpuruk dan bersedih terus. Sebaliknya Dahlia harus bangkit, kembali merencanakan yang terbaik untuk diri dan masa depannya. Sebelum menikah, Dahlia sempat bekerja di sebuah salon kecantikan. Bahkan sebenarnya karir Dahlia cukup baik. Dua tahun bekerja di salon itu, Dahlia sudah menjadi asisten make up artis. Banyak konsumen yang menyukai riasan Dahlia dan merasa cocok dengan kemampuannya.Setahun setelah menikah, Dahlia masih bekerja di salon itu. Ia suka bekerja di salon itu, karena apa yang dikerjakannya sesuai dengan bakat dan minatnya. Jadi Dahlia tidak merasakan pekerjaannya itu sebagai suatu beban atau melelahkan. Tahun kedua pernikahan, Ibu mertua Dahlia mulai menyuruh Dahlia keluar dari pekerjaannya. Alasannya agar anaknya lebih terurus jika Dahlia menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, juga agar Dahlia bisa fokus pada program kehamilannya. Dahlia awalnya menolak dan i
Tak terasa tiga bulan sudah Dahlia dan Aditya berpisah. Kini Dahlia masih menyibukkan diri dengan salon baru nya, sementara Aditya menikmati pernikahannya dengan Sinta. Wajah cantik dan tubuh molek Sinta akhirnya memang bisa membius Aditya. Walaupun awalnya Aditya tidak mencintai Sinta, akhirnya Aditya luluh juga dengan rayuan Sinta. Sinta sangat bahagia karena kini semua gaji Aditya ada di tangannya. Aditya tidak perlu membagi dengan istri pertamanya itu. Hampir setiap hari Sinta menghamburkan uang Aditya, dengan ke salon, perawatan, berbelanja, belum lagi kartu kredit yang hampir terpakai full oleh Sinta. Jujur Aditya pun pusing melihat perilaku Sinta yang berbeda jauh dengan Dahlia yang selalu berhemat dan mengelola keuangan dengan baik. Tapi Aditya tidak mampu berbuat apapun, apalagi Ibu Aditya selalu membela Sinta. Tapi kebahagiaan Sinta dan Aditya tidak berlangsung lama. Suatu hari ada pengumuman di kantor, ada kebijakan dari kantor pusat yang mengejutkan semua karyawan cabang
Aditya sudah tidak bisa membayar angsuran rumahnya. Pihak bank sudah beberapa kali menghubungi Aditya dan menanyakan mengenai pembayaran cicilannya. Namun, karena Aditya tetap tidak mampu membayar sampai batas waktu yang ditentukan, akhirnya dengan terpaksa rumah itu disita oleh pihak bank. Mobil Aditya juga sudah terjual untuk membayar hutang kartu kredit, hutang lainnya dan biaya hidup Aditya dan Sinta selama Aditya tidak bekerja. Aditya dan Sinta terpaksa mengemasi barang dan pindah ke rumah Ibu Aditya. Sepanjang perjalanan Sinta terus menangis, ia tidak mau tinggal di rumah Ibu Aditya yang menurutnya jelek itu. Akhirnya Aditya dan Sinta sampai ke rumah Ibu Aditya. Baru saja sampai, Sinta berulah. Sinta menatap rumah kecil milik Ibu Aditya dengan tatapan merendahkan dan jijik. "Mas, aku ga mau tinggal di sini," kata Sinta. "Terus kita mau tinggal dimana, Sin? Jalanan? Kolong jembatan? Kamu kan tahu kalau rumah kita baru disita. Sementara kita tinggal di sini dulu, sampai aku d
Aditya terduduk lemas, dalam sekejap hidupnya hancur, segala miliknya hilang lenyap. Semua kebanggaan, kekayaan dan istri pun pergi meninggalkan dirinya. Di saat ia susah dan terpuruk seperti ini, teman-temannya juga seakan menghilang, tidak ada yang mau menolongnya memberi pinjaman atau mencarikan pekerjaan. Ibu Aditya menangis dengan sedihnya melihat kondisi Aditya. Melihat kondisi anak yang selalu dibanggakannya, kini berbalik seratus delapan puluh derajat tentu membuat hatinya sedih dan hancur. "Ibu puas sekarang?" tanya Aditya. "Apa maksudmu, Nak?" tanya Ibu Aditya. "Lihat hidupku jadi seperti ini karena Ibu. Ibu yang membuat rumah tanggaku dengan Dahlia hancur. Ibu selalu ikut campur dan mengatur kehidupanku. Lihat menantu pilihan Ibu, yang kata Ibu jauh lebih baik dari Dahlia, apa dia mau bersamaku saat aku jatuh dan susah seperti ini?" kata Aditya. Ibu Aditya menangis lebih keras lagi, ia tidak menyangka tindakannya justru menghancurkan hidup anaknya. Aditya bahkan kini m
Usaha salon Dahlia mulai dikenal luas. Dahlia juga sering mendapatkan pekerjaan merias pengantin di berbagai tempat. Awalnya Dahlia harus menyewa mobil setiap kali ada jadwal merias di tempat yang cukup jauh. Jika jaraknya masih terjangkau, Dahlia menggunakan sepeda motor. Karena banyaknya konsumen yang datang ke salon, Dahlia memperkerjakan dia orang karyawan. Sekaligus mengajari mereka agar bisa membuka usaha seperti dirinya suatu saat nanti. Dahlia tidak pelit berbagi ilmu pada para karyawannya. Ia percaya rejeki tetap sudah diatur untuk setiap orang sesuai porsi masing-masing. Sedikit demi sedikit akhirnya Dahlia bisa menabung uang dari hasil pekerjaannya. Pertama-tama ia membelikan motor baru untuk Bapak, agar bisa beraktivitas lebih baik dan tidak sering direpotkan dengan motor butut nya yang sering rewel. Bapak sangat senang dan terkejut ketika Dahlia membawa pulang motor yang dibelinya secara tunai, dan memberikan kuncinya pada Bapak sebagai hadiah ulang tahun Bapak. Setel
Hari ini Dahlia ada jadwal merias pengantin di luar kota. Jarak kota itu cukup jauh dari rumah Dahlia, yaitu dua jam perjalanan. Jika ada pekerjaan merias pengantin seperti itu, Dahlia harus rela jika waktu istirahat dan tidurnya jauh berkurang.Biasanya jika acara akad nikah berlangsung pagi hari, Dahlia harus mulai merias pengantin wanita mulai pukul tiga dini hari, karena selanjutnya masih harus merias ibu dan saudara-saudara perempuan calon pengantin itu. Jadi jika tempat acaranya jauh, Dahlia harus berangkat dari rumah pukul sebelas atau dua belas malam. Di siang hari, biasanya Dahlia harus kembali memperbaiki riasan pengantin, mengganti pakaian untuk resepsi dan sebagainya. Rasa lelah dan mengantuk pasti ada, tapi melihat pengantin tersenyum puas dan bahagia, terlihat cantik di hari yang paling istimewa membuat Dahlia sangat bahagia. Semua rasa lelah terbayar lunas melihat senyuman mereka. Seringkali Dahlia harus menghadapi konsumen dengan berbagai tipe, ada yang mempercayakan
Aditya mendengus kesal dan melangkah gontai ke teras rumah. Ia menyalakan rokok nya dan menghisapnya dalam-dalam, dan menghembuskan asap itu ke udara, seakan ingin membuang gundah nya jauh-jauh seperti asap yang mengepul itu.Di satu sisi Aditya merasa iba melihat ibu yang mengandung dan melahirkannya lemah tak berdaya, tapi di sisi lain ia merasa begitu geram akan tindakan Ibu nya itu. Dalam kondisi sulit seperti ini, ia baru mengetahui jika ibunya selama ini memiliki hutang yang bagi mereka saat ini begitu besar jumlahnya.'Mengapa Ibu begitu nekat dan berani berhutang seperti itu, hanya demi mengadakan pesta meriah satu hari?' pikir Aditya. Aditya teringat betapa mewahnya pesta pernikahan keduanya itu. Ibu meyakinkan Aditya bahwa semua dananya tersedia, Aditya tidak perlu memusingkan masalah biaya atau segala persiapan pernikahan itu. Ibu dan Sinta begitu antusias mempersiapkannya. Mereka memilih gaun, salon, dekorasi terbaik, dan katering ternama di kota itu.Padahal untuk melaksa
Sudah satu jam lamanya Aditya memandangi layar HP nya, sesekali ia mencari kontak di HP nya dan menelepon beberapa orang yang dikenalnya. Aditya menelpon seorang temannya yang bekerja di Semarang."Hallo Mas, saya Aditya. Mau menanyakan apakah ada lowongan kerja di kantor Mas?" tanya Aditya."Kayaknya belum ada, Dit. Kalaupun ada juga lowongan untuk menjadi sopir kantor, karena sopir yang lama baru saja pensiun," kata orang tersebut."Ga apa-apa, Mas. Jadi sopir pun aku mau," kata Aditya."Apa Dit? Kamu serius? Kamu tadinya seorang manajer loh. Kamu mau melamar menjadi sopir? Kamu ga bercanda, kan?" tanya orang itu dengan terkejut."Iya Mas. Aku baru saja di PHK. Aku sangat membutuhkan uang," kata Aditya."Ya sudah, Dit. Kalau begitu kamu kirim saja surat lamaran mu ya, nanti saya serahkan ke bagian HRD," kata teman Aditya itu."Iya Mas, terimakasih banyak untuk bantuan dan informasinya. Mas kirimkan saja alamatnya, ya. Saya akan kirim surat lamaran saya segera," kata Aditya.Aditya s