Setelah pulang dari sekolah, Bella memasuki Toko Baju depan Sekolahnya. Niatnya, untuk mencarikan hadiah ulang tahun Tari yang acaranya malam ini.
Langkah pertama Bella sudah disambut oleh pegawai toko, "Selamat datang, nona ada yang bisa saya bantu?"
Bella tersenyum dan berkata, "Saya ingin mencari hadiah ulang tahun untuk teman saya, apakah bisa dibantu?"
Pegawai toko itu memindai Bella dari atas sampai ujung kaki, mengernyit sebentar lalu berkata, "Cewek atau cowok, nona?"
'Walapun pelanggan ini adalah orang biasa saja, setidaknya harus bersikap sopan dan professional.' pikir pegawai itu.
Bella tersenyum samar, "Cewek," setelah mengatakan itu Bella berkeliling sambil memegang beberapa baju, sesekali Bella mengambilnya dan melihatnya dengan gembira.
Pegawai toko yang melihat itu sedikit geram dan merebut baju itu sedikit kasar, "Maaf, nona ini koleksi baju yang eksklusif di toko kami. Harganya sudah pasti mahal!"
"Dilihat dari penampilan Anda, sepertinya nona bukan dari kalangan atas. Baiklah, ini baju yang cocok untuk ulang tahun teman Anda, Nona. Harganya tidak terlalu mahal, hanya 2 juta saja. Silahkan dilihat."
Bella mengambil baju yang diberikan oleh pegawai toko itu, "Harganya terlalu tinggi untuk saya, apakah ada yang lebih murah?" Bella berucap dengan sopan.
"Jika tidak memiliki cukup uang jangan datang di toko kami, disini menjual barang yang asli bukan barang palsu seperti sepatu yang Anda pakai!" pegawai itu berucap sinis dan menatap rendah Bella.
Saat itu ada banyak pelanggan membuat Bella ditatap rendah oleh semua orang. Bella sangat malu, Bella bersumpah tidak akan memasuki toko di depan sekolahnya lagi.
Bella menunduk, bahunya sedikit bergetar, "Maaf, saya akan keluar..."
Pegawai dengan nametag Sunni itu menatap Bella tajam, "Jangan pernah datang ke toko kami, Nona! Jika ingin datang pastikan punya uang yang cukup, memalukan!"
Di perjalanan menuju kediamannya, Bella menitikkan air matanya. Lagi-lagi orang mencemoohnya karena miskin. Bella tidak memiliki keberanian untuk menegakkan pandangan, rasanya sangat malu.
***Bella sedang menaikj ojek online yang ia pesan dengan tujuan Do Eat & Café Resto. Awalnya Bella tidak ingin datang, tapi Bella merasa tidak enak pada Tari, teman sekelasnya itu sudah mengundang. Artinya, ia dianggap keberadaanya di kelas. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.Bella memberikan uang kepada pengemudi sesuai yang tertera pada aplikasi. Sebelum meninggalkan motor buntut yang mengantarkan Bella, tidak lupa tersenyum dan berucap, "Terima kasih, pak..."
Bapak ojek itu membalas senyuman Bella, "Sama-sama, nona. Saya permisi dulu ya..." Bella mengangguk sebagai balasan.
Bella mulai melangkah memasuki Do Eat & Café Resto. Tari tidak berbohong, restoran ini sangat mewah. Bella baru pertama kali memasuki Do Eat & Café Resto, Bella menatapnya dengan takjub.
Senyuman Bella menghilang, "Apakah Anda nona Isabella Florentina Wilson?"
Bella membulatkan matanya, kakinya gemetar, "B-bagaimana Anda tahu nama saya? D-dan W-wilson? Tidak ada yang tahu sebelumnya, s-siapa Anda, Tuan?"
Pria yang di hadapan Bella ini tersenyum senang, "Astaga, setelah sekian lama saya mencari Anda, akhirnya..."
Pria tua ini menarik lengan Bella, "Mari nona saya akan membawa Anda ke ruangan yang lebih privat."
Bella melepaskan cekalan tangannya dari pria tua ini, "Tidak!!! Siapa Anda, Tuan. Jangan bersikap tidak sopan!"
"Maaf, nona bukan itu maksud saya. Baiklah, saya Thomas, saya adalah pemilik dari Do Eat & Café Resto, maksud saya sampai beberapa menit yang lalu saya adalah pemiliknya, tapi sekarang tidak lagi. Saya sudah menemukan pemilik yang sesungguhnya, yaitu Anda, Nona."
"Maaf, Tuan sepertinya Anda salah orang. Saya tidak pernah..." Bella masih tidak percaya, Bella tidak tahu harus menjelaskan apa lagi, ini terlalu tiba-tiba.
"Saya sangat yakin jika tidak salah orang, Anda sangat mirip dengan istri sahabat saya, Andreas Wilson. Bukankah, itu nama Ayah Anda, Nona?" Bella tidak bisa menahan tubuhnya lagi, ini terlalu tiba-tiba dan sangat mengejutkan.
"Tuan, tolong..." Setelah itu Bella pingsan. Kenyataan yang ia terima sangatlah tiba-tiba. Bella tidak bisa menerimanya begitu saja.
***Saat Bella membuka matanya, pria tua yang bernama Thomas yang pertama Bella lihat. Bella bergerak agak menjauh.Thomas mendekat dan memegang kening kening, "Bagaimana keadaan Anda, Nona?""Maaf tuan jika ini terlihat tidak sopan, tapi apa Anda bisa memberikan bukti jika semua ini... benar." Setelah sadar, Bella langsung berucap dengan suara sedikit bergetar.
Thomas terlihat seperti mengambil sesuatu dan meletakkannya di hadapan Bella, "Ini adalah photo saya dan mendiang ayah Anda, Nona. Dan ini bukti jika Anda adalah pemilik dari Do Eat & Café Resto. Ini atas nama Anda, Nona. Sebanyak 80 Persen saham dari Do Eat & Café Resto adalah milik Anda, Nona."
Bella mengambil photo Papanya dengan seksama, dan benar, ini adalah mendiang ayahnya. Namanya pun sama, Andreas Wilson.
Bella mengusap air matanya yang mengalir di pipinya, "Papa... J-jadi ini benar, Tuan?"
Thomas tersenyum tipis, "Benar, nona. Maafkan saya, Nona saya baru bisa mengatakannya sekarang. Saya tidak tahu wajah Nona, tapi saat melihat Anda pertama kali, saya yakin jika Anda adalah orang yang saya cari selama ini. Putri dari mendiang sahabat saya,"
Thomas mengalihkan pandangannya, suaranya sedikit bergetar, "Wajah Anda mengingatkan saya pada sahabat saya dan Fiona Wilson, Ibu Anda, Nona."
Bella menghapus air matanya yang lagi-lagi mengalir di pipinya, "Mama..."
"Tuan... Jadi semuanya benar?" Tanya Bella sekali lagi."Sebelumnya, jangan panggil saya Tuan, Nona Wilson. Anda adalah atasan saya, panggil saja Thomas, Nona. Dan ini benar."
Thomas tersenyum tipis saat melihat Bella yang masih bingung, "Ah iya, ngomong-ngomong apa yang Anda lakukan disini, Nona?"
Bella menjawab pelan, "Saya ingin menghadiri pesta ulang tahun teman sekelas saya, T-thomas..."
Thomas mengangguk mengerti, "Baiklah, apakah Anda sudah menyiapkan hadiah, Nona?"
Bella yang baru tersadar akan hal itu pun mencari hadiah yang ia simpan di dalam tasnya, "Thomas, apakah Anda tahu dimana tas yang kubawa?"
"Maaf, Nona sepertinya terjatuh saat Anda pingsan tadi. Saya terlalu khawatir, jadi tidak sadar jika ada barang Nona yang terjatuh." Ucap Thomas menjelaskan.
"Begini saja, saya akan menyiapkan hadiah dalam 5 menit. Jangan khawtir nona semuanya akan siap."
Thomas berjalan agak menjauh dan mulai menelpon seseorang. "Siapkan hadiah untuk usia 17 tahu dalam 5 menit!"Tidak lama kemudian seseorang sudah datang dan membawa hadiah yang diminta oleh Thomas.
"Saya sudah membawa hadiah ysng sudah Anda perintahkan, Tuan."
Bella memandang hadiah itu takjub, "Thomas, apa ini tidak berlebihan?"
"Tidak, Nona. Mari saya antar."
Sebelum Bella berjalan mengikuti Thomas, terlebih dahulu Bella mengatakan, "Thomas, tolong rahasiakan semuanya..."
Thomas memandang putri dari mendiang sahabatnya, "Baik, Nona Wilson jangan khawatir."Bella bergabung bersama teman sekelasnya. Ia mendudukkan diri di paling pojok agar tidak mengundang perhatian banyak orang.Dika yang pertama kali menyadari kehadiran Bella langsung saja berkata, "Punya nyali gede lo dateng setelah kejadian di sekolah?"Semua pasang mata teman sekelasnya menyorotnya terang-terangan. Gerry langsung membuka suara, "Nih, Tar temen lo udah dateng telat, pake baju biasa lagi. Nggak ngehargai yang punya acara aja!"Sennie tidak menghiraukan perkataan Gerry. Fokusnya menatap kado yang Bella bawa, "Bawa apa lo, Bel?"Tari menatap Bella marah, "Kenapa kamu nggak sopan banget sih, Bel? Dateng telat biar apa sih? Kan aku udah bilang, kalo nggak punya dress aku beliin!"Bella merasa bersalah, "Maaf, Tari..."Tari mencoba sabar, ia tidak ingin menghancurkan mood-nya karena gadis yatim piatu seperti Bella."Yaudah, mana hadiah aku!"Bella berjalan mendekat kearah Tari, jemari lentiknya menyerahkan kado yang suda
Baru saja Bella melangkahkan kakinya ke dalam kelas orang-orang langsung menyindirnya sinis.Bella berjalan menuju ke mejanya namun langkahnya dihadang oleh Xavia. Bella terjembab ke depan seperti sujud di hadapan Tari.Orang-orang tertawa melihat Bella seperti itu. Bahkan ada yang memvideokan untuk dibagikan di halaman situs Lit High School.Bella hanya menahan tangis, ia tidak ingin dianggap lemah hanya diperlakukan seperti ini.Xavia menarik rambut Bella untuk memaksanya berdiri, "Denger cewek pecundang! Bisa-bisanya perbuatan lo kemarin bikin kita malu! Lo udah hancurin pesta ulang tahun Tari, dan lo masih berani nampilin wajah lo pagi ini!?"Bella menegakkan kepalanya dan menatap Xavia dengan deraian air mata karena sudah tidak tahan, jambakkan dirambutnya sangat sakit, "Sakit, Xavia... Apa salah aku...?"Xavia mendelikkan matanya dan menarik rambut Bella dan membenturkannya ke tembok kelas, "Apa salah lo...? Lo
Jari-jari Daniel bergerak menyapu wajah Bella. Air mata Bella kembali mengalir dengan deras. Daniel dengan cekatan menghapus air mata yang mengalir,"Jangan nangis, Bella. Ada gue...""Mau peluk?" ucap Daniel menawarkan dan membawa kepala Bella pada pundaknya."Nggak, Daniel... makasih."Bella menghela napas. Ia menegakkan kepalanya dan berdiri sambil menatap langit. Cuaca sudah cukup terik karena sudah pukul 10.Bella berjalan dan berdiri di pembatas rooftop sambil menghembuskan napas. Rasa sesak di dadanya belum juga berkurang. Bella memutuskan untuk kembali ke kelas karena tidak ingin membolos terlalu lama, terlebih ia adalah murid beasiswa.Daniel yang melihat Bella mulai berjalan ke pintu pun memanggil namanya,"Jangan ke kelas dulu."Bella membalikkan badannya dan tersenyum tipis, "Makasih, Daniel udah ngekhawatirin aku, tapi aku mau ke kelas sekarang..."Bella melanjutkan langkahnya
Setelah meletakkan tasnya di meja, Bella berniat ingin membaca buku di perpustakaan. Sepertinya ia sedikit terlambat, walaupun sudah berangkat pagi pasti kursi di perpustakaan sudah penuh.Dan benar saja, setelah Bella melangkahkan kakinya di perpustakaan, kursi sudah tidak ada yang kosong lagi. Bella langsung menuju rak buku dan mengambil buku yang ingin ia baca.Bella berdiri sambil mencari-cari kursi yang kosong, siapa tahu ada yang sudah beranjak. Bella berjalan mendekat saat ada orang yang beranjak pergi, sambil menunggu orang itu pergi dari kursinya Bella berdiri di samping meja orang lain yang sebenarnya adalah Daniel.Daniel memegang tangan Bella dan gadis ini terlonjak kaget sambil memegangi dadanya. Bella akhirnya tahu jika Daniel yang memegang tangannya. Lelaki ini tersenyum tipis dan Bella membalasnya."Silahkan." Daniel berdiri mempersilahkan Bella untuk menduduki kursinya.Bella menggeleng pelan karena sudah mendapatkan kursi, "Ak
Bella berjalan sambil menunduk, rambutnya yang masih berantakkan ia biarkan saja. Koridor sedang sepi karena murid-murid Lit High School sedang belajar di kelas. Bella tidak peduli lagi, hatinya sangat sakit, lebih baik Bella pulang dan menenangkan diri. Langkah Bella terhenti saat ada orang yang memanggil namanya. Bella menoleh sebentar untuk memastikan siapa yang memanggilnya. Setelah tahu, Bella melajutkan langkahnya. Bella akan menjauhi lelaki itu, Bella tidak akan pernah menampakkan wajah di hadapan Daniel lagi. Harusnya dari awal Bella sadar diri, berdekatan dengan Daniel adalah malapetaka untuk Bella. Tetapi, Bella tetap saja tidak peduli pada otaknya yang menyuruh menjauh. Dan penyesalan datang setelah kejadian hari ini. Rasa malu menyelimuti Bella, rasanya ia tidak ingin menginjakkan kakinya lagi di Lit High School. Hinaan, cacian, dan rasa sakit fisik yang Bella rasakan sudah cukup, ia tidak ingin diperlakukan seperti itu
Setelah memberikan alamatnya pada Stefen lewat Chat pribadi, lelaki yang mengaku sebagai orang kepercayaan Nenek pun sedang menunggu Bella di ruang tamu. Bella bergerak sedikit cepat karena merasa tidak nyaman berada disatu ruangan dengan seorang lelaki dewasa seperti Stefene. Bella sudah selesai bersiap-siap dan melangkahkan kakinya keluar kamar, disana Stefene sedang berbaring sambil memejamkan matanya. Bella merasa tidak enak pada lelaki itu, apalagi tadi ia sedikit membentaknya dan meluapkan emosi yang seharusnya tidak ia lakukan pada Stefene. Bella hanya berdiri sambil menunggu Stefene yang akan membuka mata dengan sendirinya, dan benar saja, tidak lama dari itu Stefene langsung berdiri dan menundukkan badan pada Bella. Bella hanya mengangguk dan langsung berjalan keluar. Stefene menuntun Bella untuk memasuki mobil yang akan membawa Bella kembali pada Keluarga Wilson. Hati Bella sedikit berdebar, tidak Bella sangka hayalan yang selama ini ia lak
Seperti yang diperintahkan oleh Nenek kemarin, mulai hari ini Bella akan menjadi President dari W’s Corporate. Hati Bella sedikit berdebar saat Nenek mulai memperkenalkan dirinya pada pegawai lain. Di pandang oleh ribuan orang tidak pernah Bella bayangkan. Ada rasa tidak percaya, tapi lebih mendominasi rasa bahagia.Nenek mengisyaratkan agar Bella berbicara, Bella yang paham itu pun mulai membuka suara dan meluruskan pandangannya seperti yang diajarkan oleh Stefene kemarin malam.“Saya adalah putri dari Bapak Andreas dan Ibu Fiona, cucu dari Nyonya Besar Wilson. Saya harap kita bisa bekerja sama untuk memajukan W’s Corporate. Silahkan nikmati pesta yang tidak terlalu mewah ini, terima kasih!”Setelah itu Bella mengelus dadanya untuk menetralkan debaran yang ada di hatinya. Nenek yang paham itu pun langsung membawa Bella pada ruangan khusus President yang ada di lantai teratas gedung W’s Corporate.Setelah tiba, pandangan Bell
Bella sedang di rumah sakit tempat Mark dirawat. Pakaian kantornya masih melekat pada tubuhnya karena setelah bekerja, Bella langsung ke Rumah Sakit tanpa pulang ke Kediaman Nenek terlebih dahulu.Bella duduk di sambing brangkar sambil menatap wajah mark yang dibaluti oleh kain kassa. Hati Bella sakit melihat keadaan sepupunya yang belum juga sadar, sekali lagi pandangan Bella mengarah kearah Mark.Bella menarik nafasnya, “Mark… aku udah pulang. Ayo bangun! Aku udah kerja sekarang, mau aku traktir nggak, Mark?”Bella mengelus tangan Mark pelan, pandangannya masih mengarah pada Mark yang tengah terbaring. Bella kembali berkata, “Mark… ayo bangun! Kamu nggak kangen sama aku, Mark? Kita udah lama nggak main bareng, ada banyak hal yang mau ceritain sama kamu…”Air mata Bella menetes melewati pipi mulusnya. Bella menghapus air matanya terlebih dahulu sebelum mengeluarkan suara kembali, “Mark… aku sering