Share

(3) Lawan Mereka ((?))

Kali ini Bella sedikit terlambat datang ke sekolah. Kelasnya sudah ramai, sudah banyak yang datang. 

Bella berjalan kearah mejanya, pandangannya sedikit menunduk, banyak pasang mata yang menatapnya terang-terangan.

Baru saja Bella mendudukkan diri, sudah ada gadis yang menghampirinya. Bella hanya menatapnya, menunggu gadis itu membuka suara. Jika tidak salah, namanya Tari.

"Hai, Bel! Baru dateng ya?" Ucap Tari sekadar basa-basi sesaat. Bella hanya mengangguk sekilas sambil tersenyum samar.

"Tau gak, Bel hari ini aku ulang tahun. Ih, aku seneng banget, Papa aku ngerayain di Do Eat & Café Resto. Kamu tahu, kan disana mahal banget, uang muka aja 6 juta, kamu nanti malem datang ya!" Bella hanya mengangguk lalu tersenyum samar.

"Eh, Bel rasanya jadi anak yatim piatu gimana sih?" awalnya Bella sedikit kaget mendengar pertanyaan seperti itu, kemudian ia hanya tersenyum saja.

"Ya kayak gini, Tari." Ucap Bella tersenyum tipis.

"Kamu pasti kesepian ya, Bel haha kasian banget. Oh iya, Bel kamu nanti datengnya pakai baju yang bagusan dikit ya. Bukan apa-apa, itu 'kan restoran yang mahal, aku gak mau kamu malu-maluin di acara ulang tahun aku!" Lagi-lagi Bella kembali mengangguk saja.

"Jangan lupa bawa hadiah ya! Eh, tapi 'kan kamu pasti ngasih hadiah harga 100 ribuan. Yaudah ini aku pinjemin uang buat kamu beliin aku hadiah!"

"Gak usah, Tari... aku masih punya uang kok..." Tari menilai Bella dari atas sampai ke bawah.

"Emang uang kamu berapa? Udah deh, ini pakai uang aku aja beli hadiahnya. Kamu tau 'kan itu restoran mewah, aku gak mau ya ulang tahun aku hancur gara-gara kamu! Sekalian beli dress buat kamu pakai nanti malam ya!" Bella hanya tersenyum, dirinya tetap tidak ingin menerima uang dari Tari.

"Uang tabungan aku ada kok, Tari..." Tari masih memindai Bella, berbohongkah atau tidak.

"Yaudah kalo gitu. Aku mau kado yang mahal ya, gak mau yang harga 100 ribuan!" Setelah itu Tari kembali ke mejanya.

Bella menghela nafasnya setelah Tari pergi, rasanya sangat susah mengambil nafas didekat Tari tadi. Bella mengambil buku di tasnya dan mulai tenggelam di dunianya selagi guru belum masuk ke kelas. 

Bella merasa seperti ada orang yang menatapnya. Pandangan gadis ini beralih, dan benar saja, Alfa sedang berdiri di samping mejanya. Bella hanya mentap Alfa, cowok ini masih diam.

"Ini kartu lo, dan ini ponsel kemarin! Thanks!" Setelah itu, anak-anak kelas sepertinya penasaran mengapa Alfa memberikan kartu ATM kepada Bella.

"Wah apa itu, Alfa?" Ucap Gerry memancing.

"Oh, ini gue ngembaliin Kartunya Bella!" Balas cowok ini santai. 

Gerry tertawa dan berkata, "Maksudnya ngembaliin?" 

Alfa tersenyum miring, menatap Bella sekilas, "Bella minjemin gue duit kemarin."

Gerry menatap Bella mengejek, "Wow, mengesankan! Bella pinjemin gue uang dong!"

"Hahaha! Bella gue juga mau minjem dong!" Ucap Sennie yang tidak tahu dari kapan sudah ada di samping Bella.

"Oh, pantesan gak mau minjem uang aku, Bella sekarang udah kaya. Udah minjemin uang ke Alfa, ini Alfa lo, Bel. Keluarganya punya ternak sapi terbesar di kota! Kamu punya apa? Hahaha cuma anak yatim piatu aja belagu!" Tari menimpali dari mejanya. 

Bella sekarang jadi bahan olok-olokan teman sekelasnya. Banyak yang menertawai kebodohannya.

"Haha ada-ada aja, mana masih muda!"

"Malu-maluin banget!"

"Benci banget gue sama tu cewek! Emang sok banget!"

Dika tertawa melihat pertunjukkan di kelasnya, "Makanya jangan songong lo!" Setelah mengatakan itu, Dika mendekat dan menjambak kasar rambut Bella.

Alfa tertawa menyeringai, "Emang sombong nih cewek! Belagu banget, lo dapet uang dari mana? Jadi pelacur om-om ya?"

Dika duduk di kursi samping Bella, "Mending kerja sama gue, gue bayar satu juta semalam, gimana?"

Sennie tertawa mengejek kearah Bella, "Murah banget, Dik!"

Dika merangkul bahu Bella, lelaki ini masih saja tertawa, "Dia aja murah, kenapa harus dibayar mahal?"

Satu kelas tertawa terpingkal-pingkal. Mereka sangat suka melihat pertunjukkan gratis, sangat menyenangkan dan menghibur.

Sennie kembali berkata, "Emang lo mau sama barang murah, Dik?"

Dika tertawa sarkas, "Bukan buat gue tapi, buat satpam di rumah gue!"

Gerry bertepuk tangan, "Sial, humor gue anjlok! Hahaha"

Andra yang sedari tadi diam tidak tahan untuk tidak mengejek, "Sekalian tukang kebun gue, duda lo, Bel!"

Revan tiba-tiba datang dan ikut memeriahkan suasana, "Kalo sama sopir, mau gak lo?"

Gerry tertawa ngakak, "Bangsat! HAHAHA."

Bella berdiri dari tempat duduknya dan berjalan keluar kelas. Hatinya sangat sakit, ingin membantah semua tuduhan itu tapi ia terlalu takut.

Bella berjalan memasuki lift dan menekan angka 8. Bella ingin menangis rasanya. Setelah sampai, Bella menaiki tangga sebentar sebelum sampai di rooftop sekolah.

Pemandangannya sangatlah indah dan sangat menenangkan. Disinilah Bella memangis menumpahkan semua kesedihannya.

Dari awal seharusnya ia tidak menerima beasiswa ini. Kesenjangan sosial amat sangat kentara. Ia hanyalah anak yatim piatu, tidak ada siapa-siapa.

Mengapa dunia sangat kejam? Setidaknya, datangkan kekayaan untuknya agar tidak ada yang merendahkannya seperti tadi. Tidak peduli seberapa pintar Bella, jika miskin orang-orang akan menghinanya.

Orang-orang akan berteman dengan orang kaya, bukan dengan orang miskin apa lagi anak yatim piatu seperti Bella.

Gadis ini menangis tersedu-sedu, air matanya tidak bisa berhenti, "Mama Papa, Bella kangen..."

"Hati Bella sakit banget... Bella gak gitu, Mama. Bella gak gitu, Papa. Bilangin sama mereka..."

"Mereka jahat..."

Seseorang berjalan mendekat kearah Bella, "Hei, kenapa lo nangis?"

Bella menatap orang itu, dengan cepat Bella menghapus air matanya. Bella hanya menggeleng dan beranjak pergi.

Cepat-cepat orang itu mencegatnya, "Nangis aja, jangan malu. Gue Daniel,"

Bella hanya menunduk, tidak berani berdekatan dengan Daniel yang notebene-nya lelaki yang Bella sukai.

Daniel yang melihat Bella menunduk itu pun membuka kembali suaranya, "Nama lo siapa? Gue pendengar yang baik, siapa tahu lo butuh teman buat cerita."

Bella menatap Daniel walau masih ada keraguan, "Aku Bella. Makasih, Daniel aku gak papa."

Daniel tersenyum sangat manis, "Kalo gitu kenapa nangis, Bella?"

"Gak mungkin cuma kelilipan, kan?" Lanjut Daniel sebelum Bella membuka suara.

Bella diam saja, Daniel tersenyum manis lagi. "Lo tahu, Bel. Saat sapi terluka karena dipukuli manusia, sapi itu pengen banget melawan tapi gak bisa karena sapi diiket dan gak bisa ngomong buat berhentiin manusia tadi."

Daniel memindai apakah ada perubahan dari raut wajah Bella. Tapi, tidak pandangan Bella tetap kosong dan datar. "Manusia punya kebebasan, manusia punya mulut buat melawan segala bentuk tindasan." 

Daniel diam sejenak, lelaki ini tersenyum samar saat Bella mulai merubah raut wajahnya. "Jangan diam aja saat orang lain nindas lo, Bel. Lo gak diiket kayak sapi, lo punya mulut dan bisa bicara,"  

Bella menatap Daniel, lelaki ini tersenyum lagi. Tangan Daniel mengelus rambut kepala Bella dan berkata, "Lawan mereka yang merundung lo, Bella!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status