Share

Waiting For Ending
Waiting For Ending
Penulis: nanda alfiana

Syarat Nasi Goreng

Mansion mewah berdesain klasik yang mempunyai kualitas yang tidak usah diragukan lagi serta dilengkapi dengan fasilitas berkelas tinggi hampir semua teknologi yang dipakai serba otomatis dan bersandi hanya sidik jari, mansion ini telah dibeli oleh seseorang tuan muda besar yang merupakan CEO dari perusahaan terbesar sepanjang masa dunia perbisnisan yang tak lain adalah MaLvi Company.

Reza Abrisam Malviano ialah pemilik mansion itu dan juga seorang CEO dari perusahaan besar MaLvi Company. Reza memiliki segudang aset mewah yang ia beli untuk kepuasan pribadinya. Dengan sifatnya yang arogan, sombong, dan angkuhnya tak luput dengan banyaknya orang-orang yang mau menghancurkan dirinya terlebih lagi dengan kedudukannya di MaLvi Company.

Tok tok tok tok

“Masuk,”titahnya seraya membenarkan kaca mata yang ia pakai.

“Tuan.”

Namanya Reyhan Sebastian Putra, ia merupakan tangan kanan Reza atau bisa dibilang asisten pribadinya. Reza dengan kenal Reyhan, saat ia berkunjung ke sebuah panti yang biasanya ia kunjungi disetiap hari pekan. Di sana ia melihat Reyhan yang lagi belajar bela diri, kemampuannya tak hanya itu saja. Reyhan juga memiliki segudang prestasi yang lagi tak usah lagi untuk diragukan. Reza menemui Reyhan dan mengatakan ia akan mekrekrut Reyhan sebagai asisten pribadinya. Tak hanya itu saja Reza pun membiayai pendidikan Reyhan serta memberikan Reyhan fasilitas mewah.

“Ada apa?” tanyanya to the point.

Dalam keadaan seperti ini bagi Reza tak penting terlalu banyak basa-basi dalam berbicara itu hanya mengulur banyak waktu dan menjadi topik yang omong kosong.

“Saya sudah menemukan gadis yang tuan cari,” jelas Reyhan, membuat Reza tersenyum smirk di balik layar laptopnya.

“Dimana dia sekarang?” tanya Reza yang masih terfokus dengan laptopnya.

“Dia tinggal di kediaman Charlie bersama mamanya.”

“Lalu?”

Reyhan terdiam, ia ragu untuk mengatakan ini.

“Kenapa diam? Bisu?!” ucapnya sambil menutup laptop dan menatap tajam Reyhan.

“Dia masih SMA, tuan,” ucapnya menunduk.

“Silahkan keluar!” bentaknya berhasil membuat Reyhan bergegas keluar ruangan.

Reza memutar kursi kerjanya untuk menghadap ke kaca jendela gedung yang disuguhi oleh pemandangan kota Seoul. Reza melepaskan kaca matanya seraya menarik nafas dalam.

“Jadi kamu masih diasingkan sama Charlie dan masih SMA ya, sayang. Tak masalah akanku buat hidupmu lebih menderita, melebihi apa yang aku rasakan sampai sekarang,” monolognya seraya menatap foto gadisnya yang sedang tersenyum manis.

Tok tok tok tok

“Masuk!”

“Tuan ini data gadis yang bernama Nara Briella Charlie.”

“Hmm, taruh di meja saya.”

“Baik tuan,” setelah itu Reyhan kembali ke meja kerjanya dan melanjutkan aktivitasnya kembali.

Reza tidak pernah mengatakan ‘terima kasih’ atau ‘maaf’ itulah sifat yang selalu dibenci sesama rekan kerjanya dan karyawan lain di sini. Reza membuka map biru yang bertulis ‘Nara Charlie’ ia membuka lembaran pertama yang berisikan data gadisnya lengkap dengan alamatnya, lembaran kedua berisikan kegiatan Nara selama ini, dan lembaran terakhir berisikan foto keluarga Nara. Mata Reza memanas melihat foto Cleo Charlie ayah dari Nara Charlie.

“Sudah cukup mainnya, Charlie. Akan aku buat, anak beserta istrimu akan menemui ajalnya secepatnya sepertimu,” tekadnya yang sudah bulat.

Selama ini Reza menyuruh Reyhan untuk mengawasi kegiatan Nara dan memberitahukan padanya. Reza memendam semuanya, memendam satu kejadian yang berhasil membuat dirinya jadi seperti ini. Ia akan melakukan apa pun demi sebuah kemenangan dan membagakan dirinya atas keberhasilan meskipun ia melakukannya dengan cara yang salah.

Reza sudah mencari gadisnya sejak lama dan sekarang waktu yang tepat untuk menemuinya.

Disisi lain aku yang berada di kamar ruang inap mama yang hendak pergi.

“Mama, aku berangkat kerja dulu ya. Mama cepet sehat biar kita pulang,” ucapku mencium tangan kanan mama. Kondisi mama saat ini yang semakin lemah terbaring di rumah sakit. Aku berjalan ke tempat administrasi untuk mencicil biaya pengobatan mama.

“Permisi sus, atas nama Sherlie Charlie kamar 407 block C,” ucapku dengan rasa takut, aku takut kalau biayanya akan semakin mahal dan semakin lama pula aku melunasinnya.

Dari kejauhan Reza sudah melihat langsung seperti apa gadisnya, terdapat senyuman smirk yang terpancar saat gadisnya sedang merasa kekatukan tapi berusaha untuk menutupinya.

“Tunggu sebentar ya ka,” jawab salah satu suster.

“Total biayanya masih ada 46 juta, ya ka. Ka Nara baru lunasin 4 juta aja ka.”

Aku tercengang mendengar semua jumlah total selama ini yang aku lakukan demi pengobatan mama.

“Maaf sus sebelumnya, Nara baru ada 2 juta aja sus,” ucapku sambil memberi uangnya.

Setelah dari tempat administrasi aku berjalan ke depan ruangan mama dan duduk. Pikiranku menjadi sangat kalut terlebih-lebih saat mendengar jumlah total biaya yang harus aku tanggung seorang diri. Air mataku yang terus mengalir membahasi pipi.

“Nara cape,” ngeluhku sambil menutup mata dan membiarkan pipiku terus  menerus basah karna air mataku yang tak kunjung berhenti.

“Aku rasa kamu butuh ini,” ucap pria yang duduk di sampingku, aku membuka mata dan menatap  keheranan padanya.

“Menggemaskan,” batin Reza.

Reza menyodorkan tisu sama susu kotak rasa strawberry. Tanganku terulur ragu mengambilnya tapi tiba-tiba pemuda ini menaruhnya di pahaku. Aku membuka pembungkus tisunya dan menyekat air mataku.

“Makasih,” Reza hanya mengangguk.

“Untung strawberry bukan vanila,” batin seraya meninum susunya.

Keheningan mulai meyelimuti kita.

“Di dalam ada siapa?” tanya Reza seraya menatap pintu ruangan.

Aku hanya menundukan kepala. “Mama.”

Reza hanya tersenyum miring seraya melihat gadisnya yang sudah bertunduk lemas, itulah yang Reza inginkan  membuat mangsanya bertunduk lemas.

“Sakit apa?” tanya Reza seraya membenarkan posisi duduknya.

aku tidak menjawab pertanyaannya, buat apa menjawabnya? lagi juga dia orang asing.

Reza semakin dibuat penasaran dengan gadis yang berada di sampingnya. “Kamu udah makan?” aku hanya menggeleng, karna memang faktanya aku belum makan dari tadi pagi.

“Mau makan?” tanyanya sambil menyamakan posisi kita. Aku menatapnya dengan mata sembab sambil menarik ke dalam ingusku.

“Nara ga punya uang lagi, udah abis,” saat ini posisiku dan pemuda ini sedang duduk berhadap-hadapan.

“Lucu banget kamu,” batin reza.

“Aku ada uang. Ayo makan di kantin!” ajaknya seraya meraih lenganku. Aku sontak di buat kaget sama perilakunya yang menurutku ini udah ga sopan. Aku menarik tanganku kembali.

“Kenapa?” tanya Reza mengerutkan dahinya.

first impression Reza bertemu dengan Nara, tidak terlalu buruk seperti yang ia pikirkan. Nara jauh lebik baik sifatnya dibandingkan keluarganya.

“A-aku bisa jalan sendiri,” ucapku lalu berjalan cepat mendahuluinya.

“Polos banget,” gumam Reza sambil berjalan mendekati Nara.

Sesampainya di kantin Reza memesankan 2 nasi goreng sama es jeruk. Canggung, itulah yang ku rasakan saat ini.

“Makasih,” ucapku dengan tersenyum padanya sambil tanganku meraih kotak tisu lalu mengarahkan tisunya ke bibirku yang berminyak.

Reza yang tak sengaja melihat senyumanku dibuat salting dan mengarahkan pandangannya ke yang lain.

 “Ah sialan! Begitu manis,” umpatnya dalam hati.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status