Share

Reza Yang Kasar

Aku sontak melihat badanku dan ternyata masih full, pakaianku pun masih sama seperti tadi hanya saja sweaternya yang terlepas. Mbo yang melihatku lalu tersenyum seraya mengajakku untuk turun ke bawah dan makan malam bersama.

“Mbo duluan aja, ya? Nara mau ke kamar mandi dulu,” mbo mengangguk dan meninggal Nara sendirian.

“Loh mbo? Nara kemana?” tanya Reza.

Sontak membuat raut wajah Reyhan menjadi kebingungan.

“Masih ada di kamar tuan, katanya mau ke kamar mandi dulu. Mbo ke dapur dulu ya tuan.”

“Ka? Ada Nara di sini?”

Reza berdehem sebagai jawabannya. “Hmm.”

Sedangkan Aku? aku masih bingung mau melakukan apa. Jujur terlebih lagi saat ini aku baru bangun tidur pasti nyawaku belum terkumpul dengan sempurna, apa iya Reza mau menculikku dan memaksa untuk menikahinya.

Ah, ini gila!

Di ruang makan, aku yang duduk di sebelah Reza dan Reyhan yang berada di depanku. Reza yang sedari tadi mencuri-curi pandangan dariku. Aku ga mempedulikannya.

"Reyhan?" tanyaku sambil menyenggol lengan dia.

"Nama kamu, Reyhan? Ganteng deh ga kayak yang di sampingku."

“UHUK UHUK UHUK UHUK!”

Reza yang keselek dengan minumnya sendiri, aku langsung menuangkan air putih ke dalam gelasnya dan menepuk-nepuk pundaknya.

"Kamu kenapa si?" tanyaku yang sedikit sewot.

"Kamu yang kenapa yang puji Reyhan, huh?" Reza menatapku dengan tajam seakan-akan mau menikam.

"Iya gapapa dong kan puji aja," jawabku sambil mengerutkan bibirku ke depan.

“Ngapain digituin bibirnya?”

"Rey jawab!" desakku tapi aku tidak bohong Reyhan memang ganteng terlebih lagi dengan sikapnya yang selalu sopan.

"Iya, Nara," ujarnya seraya tersenyum sedangkan Reza hanya menatap sengit Reyhan.

"Itu aja?"

"Ya terus mau apa lagi? Nara Charlie?!" Reza yang sudah terlihat geram, aku jadi heran kenapa tiba-tiba jadi seperti itu. Apa salahnya aku puji Reyhan? Memang kenyataannya Reyhan seperti itu kan.

"Apasi marah-marah mulu!" aku bangkit dari duduk namun, Reza menahan lenganku.

“Kamu ngapai jadi kepo-kepoan?”

“Ga ya, aku cuman tanya aja,” aku yang gamau kalahnya dengannya

“Tanya apa? Kenapa harus tanyain Reyhan?” aku mengelum bibirku ke bawah, ntah kenapa aku sedikit jadi sensitif.

Mereka berdua menghiraukan keberadaan Reyhan yang sedari tadi melihat pertengkaran konyol mereka berdua. Reyhan terkekeh melihat sifat Reza yang seperti kekanak-kanakan, ia sangat berharap lebih pada Nara.

"Mau kemana?" tanyanya seraya mencekal tanganku lagi.

"Pulang lah. Mau ketemu mama," cetusku.

Reza yang mendengar perkataanku langsung menatap emosi, ia langsung menarik kasar tanganku dan menyeretku untuk masuk ke kamarnya.

"Kamu apa-apansi Reza!" Aku yang terus berontak namun, nanasnya keberanianku tak sekuat dirinya. Hilang sudah kesabaran Reza.

“REZA! SAKIT!” pekikku. Reza mencengkeram tanganku yang terlalu kuat sehingga menimbulkan tanda kemerarahan.

Reza membanting kasar tubuhku ke kasur. Aku sudah dibuat takut pada sisi gelap yang dimiliki Reza, aku takut kalau dia macam-macam sama aku.

"Mau pulangkan?!" desisnya seraya mendekatan diri secara perlahan dan berhasil membuatku tak bisa menutupi rasa ketakutanku sekarang. Aku memundurkan badanku dan sialnya badanku sudah menabrak kepala kasur.

Aku menggelang keras dan menutup kedua mataku dengan selimut. Aku mencengkeram kuat selimut sehingga pundakku bergetar hebat, Reza yang melihatnya langsung menampilkan senyuman smirk. Satu tangannya meraih pucuk kepalaku namun, aku menepisnya dan satu tanggannya lagi masih berusaha mengelus punggungku. Ia masih mencoba untuk mendekatiku dan tanggannya masih setia meraih punggungku.

"Maaf yang tadi aku kelepasan," ujarnya dibuat seolah-olah ia menyesal.

“Ta-takut hiks…mama,” aku tak sanggup membuka selimut dan menatap ke arahnya. Wajah ketakutan yang dimiliki Nara berhasil membuat Reza tersenyum kemenangan dalam hati.

"Ga sekarang sayang, kamu melihat sifat asli aku," batin Reza.

Reza mendekapkan  tubuh Nara pada bidang datarnya untuk menyalurkan kehangatan, Pundak Nara masih bergetar hebat. "Kamu takut?" aku yang bisa mengangguk lemah.

"Gapapa, aku suka," ujarnya sambil menarik kunciranku. Reza menangkup pipiku lalu satu tangannya menghapus jejak air mataku tatapannya turun pada mataku dalam beberapa kami berdua saling bertatapan. Reza bisa melihat dari sorotan mata Nara yang terbesit rasa  ketakutan. “Jangan nangis,” batin Reza, ia mulai merasakan sakit ketika gadisnya menangis pilu.

"Kamu bobo ya? Udah malam. Aku ada masih ada urusan," ucapnya yang menjadi lembut, netra Reza tak sengaja melihat pergelangan tangan kiri gadisnya yang membiru. Ia mengusapnya dengan tulus lalu memeluk tubuh gadisnya, perlahan tangisanku mulai mereda.

Aku melepaskan pelukannya beberapa menit aku beradu tatap olehnya. "Aku ga bobo sama kamu, kan?" tanyaku pelan seraya menarik ingusku ke dalam.

Tangan Reza refleks menghapus air mataku yang terus mengalir dan mencubit idungku yang merah tanpa jiji sedikit pun. "Ga ko, aku tidur di bawah."

“Jorok, Za,” aku spontan mengelap inguskus pakai tangan.

"Good night," ucapnya seraya mencium pucuk kepalaku dan segara berjalan pergi meninggalkanku sendirian di kamarnya.

Aku melihat Reza yang sedikit tergesa-gesa.

"Kenapa sulit banget nebak pikiran dia," monologku yang masih terisak tangis.

Seketika pikiranku menjadi ke arah mama, aku masih penasaran sama omongan mama. Aku takut terjadi kenapa-napa padanya.

"Mama ga kenapa-napa, kan," monologku seraya menyibak selimut, saat aku turun dari kasur dan berjalan ke arah mandi. Langkahku terhenti saat ada yang mengetok pintu kamar.

“Reza balik lagi?” monologku.

Tok tok tok tok

"Non ini mbo," huh untung aja mbo.

Aku membuka pintu kamar mendapati mbo Siti yang membawa perlengkapan baju perempuan.

"Non ini dari tuan, kata tuan non harus mandi dulu baru bobo biar bersih non badannya," jelas mbo Siti.

Tanganku terulur untuk mengambil pakaian yang ia bawa sambil tersenyum padanya. "Makasih ya mbo."

Aku berjalan ke kamar mandi dan segera menyelesaikan ritualku setelah itu bergegas untuk bobo walau sekarang pikiranku masih ga tenang dan perasaanku berubah menjadi tak enak. Pikiranku sudah dipenuhi sama mama, sekolah, dan caranya aku melamar kerja lagi untuk mendapatkan penghasilan.

Rasanya mau ketemu ayah di atas sana.

Disisi lain Reza, Reyhan, dan beberapa anak buah Reza lagi berada di markas milik Reza. Markas milik Reza digunakan untuk mengeksekusi para-para tikus nakal di perusahannya. Ini sudah menjadi bagaian permainannya dalam perusahan MaLvi Company.

Reza masuk ke dalam ruangan seraya bertepuk tangan dan menyesap rokoknya. "Tuan Axell," panggilnya seraya berjalan perlahan lalu menghembus asap rokoknya tepat di muka tikus kecilnya.

Axell langsung terbatuk karna menghirup asap rokok, ia sudah tau jika berhadapan dengan Resza akan membawa petaka baginya.

"Ko batuk? Mau mati, ya?" ejeknya seraya ujung rokoknya di tempelkan di pipi sebelah kiri Axell.

"AAARRGHHHHH!!" Axell meringis kesakitan.

"Ini belum seberapa," ujarnya dengan suara santai tapi terdengar sangat dingin sambil memerkan senyuman iblisnya.

"Jawab pertanyaan gue dengan cepat! Brengsek!" hardik Reza.

"APA YANG LO CURI DARI GUE?!" gertaknya seraya mencengkeram kuat kerah Axell.

"Bukannya lo udah tau? Kenapa masih tanya, BODOH!!" desis Axell yang sudah membangun singa yang sedang tertidur lelap.

“Brengsek!” hardiknya.

BUGH!

BUGH!

Reza menonjok keras tepat di rahang tajam Axell. 

BUGH!

BUGH!

Axell tersungkur jauh, pukulannya terlalu keras sehingga tali yang menjadi pengikat Axell terlepas. Reza yang sudah bersatu dengan semua persetanan ini, ia sudah membabi buta lawannya. Baik Reyhan atau anak buah lainnya sama sekali tidak bisa berkutik sama sekali. Kalau pun mereka mengambil jalan yang salah bisa-bisa aja mereka yang akan kena imbasnya, dengan kasarnya Reza menghempaskan tubuh Axell.

Siapa pun yang menjadi lawannya, ia dikenal sebagai si pendendam yang tak mandang bulu. Masih ingat?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status