Share

KE RUMAH SEORANG SAHABATNYA

"Assalamu'alaikum ...." kuketuk pintu rumah di sebuah gang yang masih tertutup rapat itu dengan pelan setelah memarkirkan motorku di jalan depannya yang lumayan sempit. 

 

Hari minggu, biasanya aku hanya berdiam diri di rumah saja, apalagi jika Mas Arman kebetulan sedang ada acara keluar. Selama ini aku tak terbiasa pergi tanpa ijinnya. Namun kali ini, rasa keingin-tahuanku  sangat besar, hingga aku nekat menitipkan Keanu ke rumah orang tuaku hanya agar bisa bepergian sejauh 25 km dari rumahku demi mendapatkan informasi tentang suamiku. 

 

Aku tidak terlalu mengenal teman-teman kerja suamiku. Hanya tahu beberapa diantaranya dari foto-foto yang terkadang dia tunjukkan saat sedang bercerita tentang mereka. Atau terkadang jika ada yang sedang datang ke rumah untuk suatu keperluan. Itupun hanya sebatas tahu saja, tidak mengenal secara pribadi karena memang yang pernah datang ke rumah adalah teman-teman lelakinya. 

 

Tapi aku ingat, dulu saat awal menikah, Mas Arman pernah mengajakku berkunjung ke rumah salah satu wanita yang katanya adalah sahabatnya, namanya Mbak Mirna. Rumahnya lumayan jauh dari tempat tinggal kami. Namun beruntungnya, aku masih bisa manghafal jalan menuju kesana. Dan hari ini aku benar-benar nekat pergi kesana sendirian. 

 

Tak berapa lama setelah ketukan ketigaku, pintu rumah kecil itu pun terbuka perlahan, dan menyembullah sesosok wanita dengan penampilan masih acak-acakkan seperti habis bangun tidur. 

 

"Assalamu'alaikum, Mbak Mirna," sapaku ramah.

 

Wanita yang kusapa itu tidak segera menjawab, tapi justru memicingkan matanya ke arahku, sepertinya dia lupa padaku. 

 

"Siapa ya?" tanyanya. 

 

"Saya Raya, Mbak. Istrinya Mas Arman," kataku sambil tersenyum, berharap dia bisa mengingatku. 

 

"Oooh ... ya," katanya masih ragu. "Ada kepentingan apa ya?" 

 

Entah apa aku yang terlalu perasa, tapi sepertinya Mbak Mirna tidak begitu nyaman dengan kedatanganku. Berkali-kali kulihat dia menengok ke dalam rumah yang pintunya tidak dibukanya lebar itu. Entah apa yang sedang dilakukannya. 

 

Dan sikapnya kurasa juga tidak ramah seperti yang kuingat saat aku pernah kesini dulu bersama Mas Arman. Atau mungkin karena dia sedang bangun tidur? Aku mencoba tetap berpikir positif.

 

"Saya mau bertanya sedikit Mbak, boleh?" 

 

"Ooh, ya, masuk saja kalau gitu," katanya sedikit kaku saat perlahan melebarkan pintu untukku bisa masuk. 

 

Dengan sopan aku memasuki rumah kecil di dalam gang sempit itu. Tapi saat sebelah kakiku baru sampai di dalam, sempat kulihat ada sesosok pria bertelanjang dada yang secepat kilat melompat dari kursi tamu panjang berlari menuju ke dalam. Sepertinya tadi dia tidur di kursi itu saat aku masih di luar. 

 

Keadaan di dalam rumah Mbak Mirna terlihat sangat berantakan sekali dan sedikit kotor. Aku jadi tidak enak dengan Mbak Mirna. Dia belum sempat membereskan rumah saat aku datang. Walaupun sebenarnya, saat ini tidak terlalu pagi untuk bertamu. 

 

"Maaf Mbak, saya mengganggu ya?" ucapku dengan nada menyesal. 

 

"Eee, enggak kok. Nggak papa. Ada apa Mbak?" tanyanya kemudian setelah menyuruhku duduk di kursi tamu. 

 

"Saya ingin bertanya tentang Mas Arman," kataku.

 

"Ada apa dengan Arman?"

 

"Mbak Mirna masih bekerja satu kantor sama Mas Arman kan Mbak?"

 

"Iya masih."

 

"Mbak nggak ikut ke Surabaya?" tanyaku ragu. Sebenarnya aku kurang nyaman menanyakan hal-hal seperti ini. Tapi bagaimana, aku butuh informasi tentang suamiku. Dan aku tidak tahu harus bertanya pada siapa. 

 

"Kalau setauku sih hanya bagian marketing yang kesana. Aku kan nggak di marketing," jelas Mbak Mirna.

 

O iya, seingatku Mbak Mirna memang kerja di bagian administrasi, bukan di marketing.

 

"Maaf Mbak sebelumnya, mungkin pertanyaan saya ini agak aneh. Tapi saya sedang bingung. Saya nggak tau harus bertanya pada siapa. Saya hanya tahu Mbak sebagai teman suami saya." Aku sedikit ragu untuk melanjutkan kalimat. Kulihat Mbak Mirna pun sepertinya penasaran dengan apa yang akan kutanyakan. 

 

"Apa Mbak Mirna tahu, mungkin Mas Arman saat ini sedang dekat dengan seseorang di kantor?"

 

"Maksudnya gimana, Mbak? Mbak curiga Arman selingkuh gitu?" tanyanya langsung to the point. Aku sedikit gelagapan dengan pertanyaannya itu. 

 

"Iy-iyaa semacam itu, Mbak."

 

Tapi kemudian aku kaget saat dia tiba-tiba justru tertawa lebar. Kenapa?

 

"Nggak lah ya. Arman itu baik kok. Nggak mungkin kayak gitu, Mbak. Tenang saja, udah jangan khawatir. Suamimu nggak macam-macam kok," ucapnya begitu meyakinkan. 

 

Benarkah? Tapi kenapa justru yang kurasakan lain? Jawabannya yang secepat itu. Bukannya seharusnya dia tanya dulu kenapa aku berpikiran seperti itu? Tapi Mbak Mirna ini dengan tegas langsung membantah kecurigaanku. Dengan bukti yang aku lihat kemarin pagi di video call ku dengan Mas Arman, mungkinkah itu bukan berarti apa-apa?

 

Beberapa saat kemudian obrolan kami berlanjut dengan hal lainnya yang lebih ringan. Namun, sikap Mbak Mirna yang tetap saja kaku membuatku tidak begitu nyaman, hingga aku segera saja berpamitan. Mungkin aku memang tidak boleh berlama-lama mengganggu hari libur seseorang. Mungkin Mbak Mirna merasa sedikit terganggu dengan kedatanganku hingga akhirnya sikapnya jadi seperti itu.

 

 

Saat Mbak Mirna mengantarku ke teras, tiba-tiba lelaki yang tadi kulihat di dalam rumah itu muncul sudah dengan pakaian rapi. 

 

"Mir, aku pulang ya? Besok kujemput, ke kantor," katanya santai sambil berjalan ke arah sebuah motor yang terparkir di sudut teras.

 

"Oke," jawab Mbak Mirna.

 

Lelaki itu nampak sudah hendak menurunkan motornya dari teras rumah saat  kulihat dia juga sedang memperhatikan ke arahku.

 

"Istrinya Arman," kata Mbak Mirna tiba-tiba, seperti sedang menjawab pertanyaan si lelaki. 

 

"Ooh. Arman bukannya sedang ke Surabaya ya?" kata lelaki itu. Mbak Mirna nampak mengangguk.

 

Aku yang penasaran akhirnya ikut nimbrung dengan obrolan mereka. Menghentikan kegiatanku memakai jaket di dekat motorku.

 

"Mas temannya Mas Arman juga?" tanyaku pada si lelaki.

 

"Iya, tapi lain departemen," jawabnya.

 

Oooh, jadi lelaki ini juga teman Mas Arman? Terus apa yang dia lakukan di sini? Di rumah Mbak Mirna? Apa dia menginap disini? Sepertinya dia bukan suami Mbak Mirna. Karena seingatku suami Mbak Mirna dulu tidak bekerja satu kantor dengannya.

 

Apa mereka ini ..... Ah, segera kutepis pikiranku yang mulai macam-macam. Dan aku pun pamit meninggalkan rumah itu dengan setumpuk pertanyaan yang masih mengganjal. Sejujurnya aku masih belum yakin jika yang dikatakan Mbak Mirna tentang Mas Arman tadi benar. Mungkin saja Mbak Mirna mencoba menutupi sesuatu yang dia tahu. Bukankah Mas Arman pernah berkata jika mereka berdua itu sahabat?

 

 

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status