Share

AKU MENANG

ELA

“Mas Adnan beneran cinta sama aku? Bohong dosa, loh!” rajukku pada lelaki yang hatinya telah kubeli. Sedikit sentuhan jari di tubuhnya saja, ia akan menggelepar. Selemah itu pertahanannya ternyata.

“Ela masih ragu, nih? Apa belum cukup perhatian Mas selama ini?” jawabnya dengan napas tertahan. Ia pastilah sedang menahan hasrat kelelakiannya.

Aku menyandarkan kepala pada dada bidang pria bercambang tipis ini. Lalu, menggerakkan kepala untuk menggodanya.

Kami berdua menikmati suasana kota Jakarta dari arah jendela kantor. Pinggangnya dilingkarkan pada perutku sementara kepala ini bersandar di dadanya

“Kapan Mas akan bercerai dengan mba Rida. Aku udah gak enak, loh dengan desas-desus di kantor ini tentang hubungan kita. Aku gak mau dituduh terus sebagai pelakor, Mas! Lagipula ayah sudah bertanya lagi apakah Mas serius padaku,” cecarku sebagai bentuk tekanan psikologis pada manajer keuangan, sekaligus bosku di perusahaan ini.

Nama ayah harus kubawa agar menguatkan tekanan. Tujuanku menjadi istri sah mas Adnan harus tergapai secepatnya. Hubungan kami sudah berjalan selama satu tahun dan kurasa cukup untuk diresmikan.

Selama ini aku menutup telinga dari gunjingan teman sejawat. Mereka hanya tahu nyinyir saat mas Adnan dekat denganku. Huh, belum tahu saja, bisa jadi suami mereka di luar sana pun punya skandal yang sama.

Lelaki sekarang mana ada yang bisa dipegang omongannya. Di senggol hatinya sedikit saja langsung terkapar. Apalagi disuguhi gulali rayuan dari hari ke hari. Pastilah langsung nempel tanpa bisa lepas lagi.

Cantiknya istri di rumah bukan jaminan tertahannya mata suami di luaran. Apalagi kalau tak cantik, bisa makin parah keliaran matanya.

Dunia kebebasan yang menaungi kehidupan manusia memang sebrengsek ini. Dan aku adalah pelaku kebebasan yang jauh sekali dari tuntunan agama. Jelaslah kuhalalkam segala cara demi mencapai kepuasan dunia. Yang penting bisa hidup dengan gelimangan harta, persetanlah dengan norma-norma.

Sudah dapat kubayangkan enaknya jadi nyonya Adnan Saputra. Takkan kekurangam materi pastinya. Mereka yang merendahkanku pun akan berubah jadi penjilat. Secara ‘ya istri dari manajer gitu.

Dalam zaman liberal begini, standar kehormatan’ kan harta dan jabatan. Tak punya itu, siap-siap direndahkan. Jadi, pernikahanku dengan mas Adnan pastinya untuk mengangkat derajat kehidupan.

“Kalau Mas tidak bisa bercerai dengan mba Rida, aku mundur saja. Aku gak tahan dengan gosip di luaran. Sakit, loh mas dinyinyirin terus sama netijen. Aku juga gak siap jadi istri kedua, pastinya nanti bakal dibully.”

Aku melepas tangannya dari pinggang ini, lalu menjauh untuk memberi tanda bahwa ucapan tersebut serius. Kusandarkan bokong pada meja kerja mas Adnan, lalu dari posisi ini dapat terlihat dengan jelas raut wajah lelaki yang tengah dterpa kegamangan.

Mas Adnan bukan pria binal. Selama jalinan asmara ini pun ia tak pernah meminta hubungan badan lebih. Katanya tak mau menyentuh wanita sebelum sah jadi istrinya. Bagus juga sih sebab dengan begitu dia akan makin penasaran.

Yang kuperhatikan selama ini, ia juga suami dan ayah yang baik. Perhatiannya pada istri dan anak membuatku makin khawatir ambisi ini tak tercapai. Untuk itulah harus diberi tekanan lebih agar secepatnya mengakhiri pernikahannya dengan mba Rida.

Aku tak mau jadi istri kedua sebab akan kalah dalam banyak hal. Yang pasti tak bisa menguasai utuh raga dan harta mas Adnan. Belum lagi pandangan buruk orang-orang, bisa mati muda aku menghadapi itu.

Mas Adnan menghampiriku yang sedang memasang tampang sedih. Ia menangkup tangannya di pipiku lalu berkata, “Mas akan menceraikan Rida bulan depan.”

*

Hari ini aku harus merayakan kemenangan atas resminya perceraian mas Adnan dan mba Rida. Tarik ulur kekasihku akan keputusan perpisahan itu telah menemui ujungnya.

Jalan untuk menjadi nyonya tunggal Adnan Saputra terbentang di depan sana. Tak ada lagi hambatan berarti yang akan menghalangi ambisi ini. Patutlah aku mendapat award sebagai wanita paling beruntung saat ini.

Tapi, aku tak boleh menampakkan dengan kentara kebahagiaan di tengah duka mas Adnan. Biarkan saja dulu ia menikmati kebaperan akibat kehilangan. Nanti juga move on. Dan aku yakin itu takkan lama.

Baiknya aku fokus mempersiapkan pernikahan kami. Akad saja dulu, yang penting sah secara agama dan negara. Pestanya nanti juga tak apa. Yang utama aku menyandang gelar nyonya Adnan Saputra.

Kalau kami sudah resmi menikah tentu itu akan memudahkan saat berhadapan dengan keluarga mas Adnan. Pastilah akan ada penolakan apalagi mba Rida itu digolongkan tak memiliki cela sebagai menantu.

But, tenang saja. Aku yakin mas Adnan takkan goyah meski dihadang sana-sini. Buktinya menceraikan mba Rida yang baik saja sanggup. Pun merenggut paksa kebahagian dua darah dagingnya. Artinya lelaki itu cinta mati padaku.

*

Hari ini, tepatnya seminggu setelah perceriaannya, resmi sudah aku menjadi istri Adnan Saputra. Akad nikah yamg berjalan sederhana ini berjalan lancar tanpa hambatan berarti. Tidak dihadiri keluarga lelaki sebab pernikahan ini sengaja disembunyikan dari mereka.

Kucium tangan lelaki yang kini berstatus sebagai suami. Saat tatap kami bertemu, pendaran kebahagiaan di matanya telah menyingkirkan duka akibat perpisahan.

Mas, mulai saat ini kau miliki. Takkan kubiarkan siapapun mengambilmu dari sisiku, termasuk anak-anakmu!

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
dasar wanita jahat... selamat datang di neraka pelakormu adnan
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Lha emank lu pelakor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status