Share

Bagian 3

Benar saja, Niar sedang sibuk menjemur baju. Sedangkan Ibu dan Kak Ayu malah sibuk diskusi mencari baju seragam. Apa Niar tak pernah diajak pengajian, ya?

Aku menghampiri Niar dan membantunya. Aku tuh biasanya tak pernah sekhawatir ini. Biasanya aku biarkan saja Istriku berbuat sesukanya.

Kali ini senyuman itu hilang. Aku penasaran dengan apa yang terjadi dengannya.

Aku mengambil sebuah baju untuk ku jemur juga di sebelah baju yang Niar sudah jemur. Lalu, Niar malah mengambilnya kasar, dia tak mau aku membantunya.

"Sayang, ayo kita jalan-jalan ke Alf*. Abang lihat, Istri-istri lain pada seneng jalan-jalan, walau cuma ke Alf*." Aku tersenyum semanis-manisnya.

Niar tak menggubris perkataanku. Dia malah sibuk menjemur semua baju. Hingga aku merasa jamuran ada di sebelahnya.

"Niar, jawab pertanyaan Abang!" ucapku tegas.

Niar tersentak. Dia menepuk-nepuk dadanya, lalu menghela napas kasar.

"Abang mau apa sih? Kerjaan Niar belum selesai, Bang! Nggak ada waktu!"

Benar saja, tak lama Ibu berteriak dari dalam. Aku pun mengamati Niar dari jauh.

"Niar ... Mana minum untuk teman-teman Ibu?"

Niar langsung ke dapur. Membuatkan minuman untuk para tamu.

Setelah disuguhi minuman, Ibu meminta Niar membawakan cemilan. Tapi kok nggak ada cemilan apa-apa di dapur.

Kemudian ku lihat Niar menuju kamarnya. Ia mengambil uang dari dompetnya. Ia ke luar, ke warung dekat rumah. Ternyata dia membeli kue-kue untuk tamu-tamunya Ibu.

'Astaga, jadi selama ini Niar melakukan ini semua,' gumamku.

Niar menyuguhkan pada tamu Ibu. Lalu dia kembali ke belakang, tanpa ikut bergabung dengan mereka.

Ya Allah, kasihan sekali Niarku. Maafkan aku Istriku. Kamu malah jadi seperti ini, karena memang aku yang salah dari awal.

***

Aku melihat Niar sekarang sudah di kamar, sedang menyusui Farhan. Mungkin ia sedang tertidur. Aku tak mau mengganggunya.

Tak lama terdengar suara Icha yang berteriak dari kamar mandi.

"Mama, udah!" Icha mengatakannya berkali-kali.

Terdengar suara Kak Ayu bicara pada Icha.

"Icha, berisik! Mamamu malas banget, pasti sedang tidur dia!"

Aku langsung naik pitam. Yang malas bukannya Kak Ayu? Istriku sudah kerja dari bangun tidur.

Aku langsung menghampiri Icha. Mencoba untuk menc*bokinya.

"Deni, kamu nggak boleh menc*boki anakmu! Itu tugas perempuan. Bisa-bisa nanti kamu jadi budak istrimu! Belum lagi, Icha kan anak perempuan, sebaiknya sama Istrimu!" Ibu melarangku.

"Nggak apa-apa dong, Bu. Lagian Icha masih kecil. Niar juga sedang tidur, Bu!" jawabku pada Ibu.

"Apa? Jam segini dia tidur? Kalau sedang punya bayi, dilarang tidur jam segini!"

"Ah, Ibu ada-ada aja. Lagian Farhan sekarang sudah satu tahun kok!"

"Kamu ini, dikasih tau malah ngeyel! Cepat panggil Istrimu buat ceb*kin Icha!" kata Ibu.

Aku bergeming, tak mau beranjak. Ibu gusar.

"Apa harus Ibu yang panggil?" katanya

"Jangan, Bu. Biar aku saja," kataku. Kemudian aku membangunkannya. Aku tak tega sih sebenarnya, tapi Ibu tak bisa dibantah.

"Sayang, bangun. Tolong ceb*kin Icha. Dia habis BAB," kataku.

Kemudian Niar terbangun, dia langsung menuju kamar mandi,lalu menc*boki Icha.

Icha semringah melihat Mamanya datang.

***

Aku mendatangi ruang tamu. Masih berantakan, gelas-gelas dan piring-piring bekas acara Ibu tadi. Lalu Ibu memanggil Kak Ayu karena melihatku.

"Ayuuu ... Cepat kamu bereskan ini!"

Kak Ayu keluar dari kamarnya dengan cemberut.

"Apa sih, Bu. Biasanya juga kaaan ..."

Ketika melihatku, dia mencoba tersenyum manis.

"Eh, iya biar Ayu aja yang beresin, Bu." Kak Ayu mengambil semua bekas makanan dan minuman.

Aku mengernyitkan dahiku. Ternyata kelakuan Ibu dan Kak Ayu kurang ramah pada Niar.

"Bu, aku mau bicara sama Ibu, bisa?"

"Iya, bicara tentang apa?"

"Tentang Niar. Ibu menyuruh Istriku berbagai pekerjaan di rumah ini. Sementara Ibu dan Kak Ayu santai saja ku lihat dari tadi." Aku langsung ke pokok pembicaraan.

Wajah Ibu berubah. Ia menjadi khawatir dan ketakutan.

"Eh, itu. Begini, jadi biasanya kita bareng-bareng kok ngerjainnya. Cuma hari ini aja kita rasa ribet. Jadi Niar yang ngerjain semua. Kadang Kak Ayu yang ngerjain seharian juga pernah. Tergantung situasi dan kondisi," jelas Ibu.

Aku manggut-manggut mendengar penjelasan Ibu.

"Baiklah, berarti besok Niar nggak boleh kerja. Giliran Ibu atau Kak Ayu. Aku mau ajak Istriku dan anak-anak jalan." Aku memanas-manasi Ibu.

"I-iya. Silahkan aja. Memang sesekali Niar harus diajak jalan. Kasian kalau di rumah terus."

"Iya, Bu. Terima kasih dukungannya. Semoga kata-kata Ibu murni keluar dari hati Ibu." Aku mengangkat bokongku. Lalu meninggalkan Ibu yang masih membulatkan kedua matanya.

'Maaf, Bu. Deni mau menguji ketulusan Ibu saja. Semoga Ibu memang tidak berpura-pura.' Aku bermonolog saat berjalan menuju kamar.

"Niar, aku mau ajak kamu main besok!" Aku membuka pintu kamar.

Niar sedang menangis. Aku tak tau kenapa dia menangis lagi.

"Bang, jangan suka sok pahlawan!"

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Niar yang malang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status