"Sudah siap semua?" suara ibu Bagas mengagetkan Lily yang sedang menunduk menghitung banyaknya kardus makanan yang sudah terkumpul di ruang tamu. Lily mengangguk. Tangannya masih sibuk menunjuk puluhan kardus kecil lalu menghitungnya dan menulis di buku catatannya.
"Ma, bolu yang kemarin mama buat sudah dipotong?" tanya Tya setengah berteriak dari dapur. Ibu Bagas menepuk dahinya lalu berlari kecil menuju dapur. Lily tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
Di luar, Bagas tengah sibuk menata kursi yang selesai ia bereskan. Lily mengambil satu botol air mineral lalu membawanya untuk Bagas. Ia yakin pasti pria yang saat ini menjadi kekasihnya itu sedang kehausan.
"Diminum dulu." botol air mineral yang dibawa Lily pun berpindah ke tangan Bagas.
"Ah, nikmatnya. Di dalam sudah beres kan?" Lily mengangguk dan menjawab pelan. "Kamu di dalam saja. Kasihan dedeknya nanti kecapekan."
Lily tersenyum lalu menggeleng. Tampaknya ia tak setuju
Nayya dan pesta adalah satu kesatuan yang tak bisa dihindari lagi. Dimana ada pesta disitu ada Nayya. Dulu, sebelum ia menikah dengan Rayyan ia senang berpindah dari satu pesta ke pesta yang lain. Sekarang pun sama namun sedikit berubah waktunya. Bila dulu ia sering datang ke pesta pada malam hari, saat ini di pindah jadi siang hari. Memangnya, siapa makhluk gila mengadakan pesta di siang hari? Semua pasti bilang tidak ada tapi untuk Nayya dan teman-temannya itu pasti ada.Seperti biasa, setelah ritual makan pagi selesai Nayya akan bersiap-siap pergi bersama teman-temannya. Acara hari ini adalah mengunjungi rumah salah satu temannya yang baru saja menikah dengan pengusaha kaya raya yang juga seorang anak tunggal dari keluarga pejabat terkenal di Indonesia.Menyambangi rumah mewah berharga milyaran rupiah, membuat Nayya membelalakkan matanya. Mulutnya menganga tak habis-habisnya ia menggumam betapa kaya rayanya temannya itu. Raut wajahn
Usia kandungan Lily sudah masuk bulan ketujuh. Rencananya mama Bagas akan membuat pesta kecil-kecilan untuk merayakannya. Lily sebenarnya tidak setuju, tapi atas paksaan Tya ia pun menyetujuinya. Awalnya hanya pihak keluarga dari Bagas dan Tya yang datang, namun mama Bagas tidak setuju. Ia juga mengundang teman-teman sejawatnya yang tinggal di Jakarta untuk datang ke acara tersebut. Mau tidak mau, Lily pun menyetujuinya karena ia tak ingin mama Bagas kecewa atas penolakannya."Sudah siap kan semua?" tanya mama Bagas. Tya mengangguk. Sudut rumah sudah dirapikan dan dihias olehnya."Beres, ma." Tya menunjuk sudut rumah memperlihatkan hasil pekerjaannya. Mama Bagas tersenyum, ia puas dengan hasilnya.Sementara itu, Lily juga ikut membantu menata makanan kecil di belakang. Ditemani para pekerja dari catering milik mama Bagas, mereka saling bercanda berbagi cerita. Lily senang, ia punya banyak teman mengobrol. Ia
"Sayang, kita belum bulan madu loh," rayu Nayya. Wanita cantik yang menyandang gelar sebagai nyonya Rayyan itu bergelayut manja di tangan suaminya. Rayyan sedikit risih. Perlahan ia mengibaskan tangan lalu menghindar."Mau kemana? Aku masih sibuk, belum dapat cuti."Nayya mengerucutkan bibirnya. Usaha pertama memang gagal, ia akan usaha untuk kedua kalinya."Aku mau ke Maldives. Teman arisan habis liburan ke sana. Please..." Nayya semakin merengek. Rayyan kembali tidak fokus pada pekerjaannya. Ia melirik arloji sekilas. Satu jam lagi waktunya pulang."Berapa hari?""Satu Minggu." Nayya menunjukkan jari telunjuknya lalu menyeringai menampilkan deretan giginya yang putih."Aku usahakan bulan depan. Tapi aku enggak janji," jawab Rayyan tak percaya diri. Nayya mengerutkan dahinya."Kenapa?"
Keduanya diam, Abi dan Bagas tak banyak bicara semnejak mereka tiba di sebuah taman kecil di pinggiran Jakarta. Awalnya mereka akan bertemu di restoran biasa, tapi suasananya tak mendukung.Bagas menarik napasnya perlahan. Tatapannya datar ke atas langit menantikan pembicaraan yang dimaksud oleh Abi. Kalau ini berkaitan dengan Lily, apakah ini juga berkaitan dengan anak yang sedang dikandungnya?"Kamu keceplosan bilang kalau Lily sedang hamil?" tanya Bagas membuka percakapan. Abi menggeleng. "Lalu kenapa?""Justru itu. Mantan ayah mertua Lily sedang sibuk mencari keberadaan dia. Rapat pemegang saham akan dilaksanakan dua bulan lagi sedangkan calon pengganti tidak ada. Satu-satunya adalah Lily, dia yang berhak."Bagas tak sengaja membuka lebar mulutnya lalu mengatupnya lagi. Apa ia tak salah dengar? Lily calon pewaris perusahaan?"Bukannya itu jabatan kamu?" Abi mengan
Tak biasanya di pagi yang masih sepenuhnya matahari belum menampakkan sinarnya, tuan Ardiwira datang mengunjungi kantornya. Sudah lama ia tidak berkunjung. Dulu, lima tahun lalu kantor ini di bawah kepemimpinannya. Sempat berpindah ke orang luar dan kembali ke tangannya lalu akhirnya sekarang dipimpin oleh keponakannya.Ardiwira memang mempunyai anak laki-laki satu-satunya yang diisukan akan menjadi pengganti Abi kelak. Tapi itu hanya isu.Ardiwira masuk ke dalam ruangan Rayyan dan duduk nyaman di dalamnya. Ia melipat tangannya di atas meja dan matanya berkeliling memindai ruangan yang tak berubah sedikitpun."Ruangan yang nyaman," gumamnya.Ardiwira pun berdiri. Ia berjalan ke arah jendela, matanya terpusat pada lemari besar di hadapannya. Ada banyak buku tebal dan piagam serta bingkai foto Rayyan beserta keluarga besarnya. Ardiwira menyentuh bingkai itu. Bingkai yang berusia
Bagas menutup pintu ruangan yang masih terbuka sedikit lalu duduk di sofa diikuti oleh Tia yang membawa minuman dingin untuk mereka. Keduanya masih penuh dengan tanda tanya di kepala, apa rencana Rayyan selanjutnya? Pria itu sudah berhasil menemui Tia, bukan tidak mungkin suatu hari nanti ia akan menemukan Lily.Bagas menggigit bibir bawahnya sembari mengetuk-ngetuk meja di hadapannya. Sedangkan Tia, ia lebih santai sambil memainkan gadget sambil sesekali melirik ke arah Bagas."Bagaimana kalau Lily aku bawa ke Bandung?" suara Bagas mengagetkan Tia yang sedang fokus dengan ponselnya. Ia mendengus kesal karena permainan game onlinenya harus terhenti karena ulah pria di sebelahnya."Nanti siapa yang akan merawat dia? Lily itu sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang belum pernah ia lihat," ketus Tia yang masih kesal dengan Bagas."Kan ada mama aku. Lagipula, Lily pernah tin
Apa yang ada di pikiran orang-orang jika mendengar kata ibu hamil, single parent? Lemah, tak berdaya dan pastinya merepotkan orang lain. Tidak bisa menentukan pilihan hidupnya sendiri dan sulit untuk beraktivitas. Ah, itu sudah biasa. Bukankah stigma masyarakat memang seperti itu? Buruk dalam memandang orang yang tak pantas untuk mereka pandang, walau itu tak semuanya.Karena hal itulah, kini Lily berinisiatif untuk menghubungi kembali semua kolega ayahnya demi membangun kembali kerajaan bisnis ayahnya yang diwariskan padanya selaku anak semata wayang.Mula-mula Lily menghubungi mantan sekretaris ayahnya yang bernama, Rahman. Dia adalah sekretaris yang terpercaya dan sering membantu sang ayah saat sedang dalam posisi sulit. Kabarnya, ia sekarang bekerja menjadi asisten pribadi Ardiwira."Semoga dia tak mengadu pada tuan Ardiwira," gumam Lily.KlekkLily te
"Apa? Kamu menginginkan anak? Oh tidak, bukankah kamu sudah berjanji akan menunggu aku selesai kontrak?" ketus Nayya.Rayyan tadi sore memaksanya untuk memberikan satu anak untuk keluarga Ardiwira tapi Nayya menolak. Katanya, ia sudah terlanjur menandatangani kontrak dengan salah satu brand hingga dua tahun lamanya. Selama itu pula ia dilarang hamil dengan harapan tubuhnya selalu terjaga.Rayyan mendengus kesal. Pasalnya, jika ia tak bisa memenuhi target dari ayahnya ia bisa saja diusir dari rumah mewah yang ia tempati sekarang. Salahnya, mengapa saat mengusir Lily ia tak melihat dulu bukti kepemilikan rumah ini."Nay, aku mohon. Bantu aku." Rayyan duduk bersimpuh di depan Nayya dengan posisi memohon. Kedua tangannya ditangkup berharap Nayya mau mengubah keputusannya."Rayyan. Kamu mau ganti rugi?" bentak Nayya. Tak peduli dengan keadaan Rayyan, ia tetap tak beranjak dari temp