Hai! Akhirnya aku bisa update lagi. Mohon maaf karena hiatus sangat lama. Semoga masih ada yang membaca cerita ini ya. Terima kasih
“Sudah tiga hari ini kami tidak mendapatkan makanan. Warga desa ini, dan desa lainnya pun hidup bergantung dari pada bison-bison ini,” ucap Arsen pada Arya dan Angel yang saat itu ikut bersamanya.Laki-laki itu sedang memotong daging bison yang tadi ia dapatkan. Kemudian dia bagikan kesetiap orang yang mengantre untuk mendapatkan bagiannya.“Bison-bison ini diburu oleh kalian. Entah apa tujuannya, tapi kami juga mmebutuhkan bison ini untuk keberlangsungan hidup.” Ada nada sedih dari kalimat yang baru saja Arsen katakan. Dan itu, terdengar jelas di telinga Arya.Selama hampir dua jam Arya berada di perkampungan ini. Dia mendapatkan sebuah informasi penting. Yaitu status Arsen dan para penduduk di sini adalah NPC. Mereka bukan pemain seperti Arya maupun Angel. Dan, pasti inilah misi yang sesungguhnya.“Tapi … bukannya bison-bison itu banyak. Bahkan aku saja sampai kewalahan,” timpal Arya.“Memang, tapi tetap saja. Jika bison itu diburu secara liar seperti ini, bagaimana nasib kami ke de
Seratus persen. Ya, Arya berani bertaruh kalau target dalam misi ini adalah Candra. Jelas saja, sekarang jika dilihat dari leaderboard, si tua itu sudah memimpin permainan. Selain itu, selama game ini berlangsung hanya ada satu orang di tim Arya yang selalu protes masalah uang.Arya yakin dikehidupan nyata Candra adalah sosok orang yang money oriented. Atau lebih parahnya dia bisa melakukan berbagai macam cara dan menghalalkannya untuk bisa mendapatkan uang. Seperti ngepet misalnya. Ah, tapi rasanya tidak seperti itu. Terlihat dari gaya Candra yang sedikit high class. Apakah mungkin dia seorang … ah, sudahlah Arya tak ingin terlalu memikirkan bagaimana kehidupan si tua itu.“Kamu yakin kalau Candra targetnya, Ya?” tanya Dida, yang tadi tidak sengaja bertemu di persimpangan jalan.Arya memang menugaskan semua anggota timnya untuk mencari keberadaan lelaki tua itu.“Yakin. Memangnya Kakak tidak sadar dengan sikap dan kepribadian dia yang gila uang?” tanya Arya sambil berlari.Dida di sa
Tut. Tut. Tut. Bunyi yang terdengar menggema di sebuah ruangan, bersumber dari mesin elektrokardiogram. Mesin untuk mendeteksi detak jantung itu, sedang bekerja memantau seorang pasien remaja laki-laki yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang pasien. Saat ini, di ruang pasien tidak ada siapa-siapa. Hanya dia seorang yang sedang tidak sadarkan diri. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya memasuki ruang pasien tersebut. Dia datang dengan membawa bunga lily putih yang terlihat sangat segar. Sembari meletakkan bunga tersebut di nakas pinggir pasien, wanita itu memandang wajah pemuda tersebut. “Huhh….” Wanita itu menghela napas kencang. Wajahnya terlihat sangat putus asa. Kemudian dia pun duduk di samping ranjang pemuda tersebut. “Sudah tiga bulan, Ya. Dan kamu masih belum sadar juga, Nak,” ucapnya lirih. Dengan sangat hati-hati wanita itu meraih tangan anaknya yang masih belum sadarkan diri di atas ranjang. Selama tiga bulan, hidup anaknya ini bergantung pada oksi
“Cuk! Mid!” seru seorang anak laki-laki yang berumur delapan belas tahun. Matanya sedang fokus menatap layar monitor lima belas inch. Anak itu sedang fokus memainkan game MOBA—permaian tim dalam jaringan berbasis pertarungan dalam arena—bersama tim kesayangannya.“Woy! Anj—”“Sabar, Arya! Aing otw nih,” sahut temannya dari dalam game tersebut.“Lo kebanyakan farming, Cuk! Mid sampe ditinggal,” komentar anak laki-laki itu. Tangan kirinya tak berhenti memencet tombol pada keyboard-nya, memberikan efek skill pada lawan di dalam game tersebut. Sementara itu tangan kanannya sibuk memegang mouse, berjaga jika dia harus bergerak untuk menghindar dari serangan musuh.“Arya! Arya!” panggil seorang wanita sembari menggedor pintu kamar. “Arya! Buka pintunya!” serunya lagi. Perempuan itu berteriak sangat keras, tapi Arya tak menggubrisnya.“Arya, ibu lo manggil, tuh
Seorang laki-laki paruh baya sedang tergeletak di hamparan rumput hijau. Laki-laki itu terlihat belum sadarkan diri. Buru-buru Arya beranjak dan menghampiri laki-laki itu. Namun, belum juga dia sampai, tiba-tiba Arya dikejutkan dengan kemunculan hologram baru di hadapannya.Arya tersentak dan kemudian dia tersungkur ke belakang. Matanya sampai tak berkedip, karena fokus menyaksikan bagaimana hologram itu terbentuk dengan sempurna. Akhirnya setelah satu menit, dari hologram itu terbentuklah sosok perempuan.Menelan salivanya kasar. Arya semakin kaget, ketika melihat sosok perempuan itu hanya mengenakan lingerie berwarna pink. Buru-buru Arya memalingkan pandangannya ke arah lain.“Oh, shit! Bisa-bisanya ada manusia cuman pake begituan. Hey, mata polos gue jadi ternoda!” rutuk Arya.Arya bangkit, walau rasa takut semakin besar dia rasakan. Dengan tidak menghiraukan perempuan yang kira-kira berumur tiga puluhan itu, dia mencoba melewatinya dan seg
Seorang laki-laki yang terlihat sebaya dengan Arya, berdiri dengan napas terengah-engah. “Lo siapa?” tanya Arya penuh curiga. Jujur saja dia merasa terkejut dan takut. Dia benar-benar tak mengenali siapa pun yang ada di dalam tempat asing itu. “Ah … akhirnya nemu orang yang seumuran.” Seketika laki-laki jangkung dan hitam manis itu memeluk Arya. Wajahnya terlihat berbinar. Mata Arya membulat ketika mendapatkan kontak fisik yang sangat tidak biasa. Buru-buru dia mendorong laki-laki itu menjauh darinya. “Dih, apaan, sih, peluk-peluk? Gak jelas banget,” sindir Arya sembari berusaha melepaskan pelukan laki-laki itu. Dia tidak suka ketika mendapatkan perlakuan intim seperti itu, apalagi dari seorang laki-laki. Laki-laki itu melepaskan pelukannya, kemudian berdiri tepat di depan Arya. Dia menarik sudut bibirnya, menampilkan senyuman di hadapan Arya. Sedangkan Arya, dia memindai tubuh laki-laki itu dari atas sampai bawah. Merasa sedang diamat
“Welcome to Let’s Purify Game.”‘Oh, shit! Serius ini di dalam game? Terus ini game apa?’ Arya hanya bisa membatin kesal sambil membelalakan matanya.Semua orang di sana mulai gaduh, mencari dari mana sumber suara itu berasal. Begitupun dengan Arya dan Idun yang kini sedang berdiri bersebelahan.Seorang laki-laki tiba-tiba berteriak dengan kencang. “Woy! Tunjukin muka, lo! Di mana lo, anj—”Belum juga selesai laki-laki itu berbicara. Suara seorang perempuan langsung menyela ucapan laki-laki itu. Suara itu adalah milik perempuan yang tadi menyapa mereka semua.“Wah, manusia-manusia ini sudah tidak sabar, ya?"Mendengar perkataan itu Arya memicingkan matanya. Walau banyak pertanyaan di dalam otaknya, tapi dia tak ingin gegabah. Dia harus mendengarkan dengan saksama. Arya mencoba untuk menahan emosi yang mulai bergejelok di dalam dadanya.“Bener! Tunjukin mukamu!” seru ora
Arya membelalak, badannya kini terasa dingin, tubuhnya seolah membeku. Terkejut, ketika melihat foto sang ibu ada di dalam daftar orang yang mengirimnya ke sini. “Ibu?!” ucap Arya dengan nada bergetar. Mata itu kini berkaca. Arya kini merasakan lututnya lemas, dia ingin ambruk seketika. Namun, dia berusaha menahannya. “Kenapa ada Ibu di sini? Ini bohong, kan?” teriak Arya. Dirinya kini frustrasi ketika tahu ibunya setega itu kepada anak semata wayangnya. “Kenapa Ibu? Kenapa harus ada Ibu di daftar ini?” raung Arya. Seketika Idun langsung memegang pundak Arya, mencoba menenangkan partner-nya. “Tenang. Jangan marah dan emosi. Siapa tahu dia hanya ingin memprovokasi,” ucap Idun, yang berusaha berlaku tenang. Padahal kenyataannya dia sendiri sedang panik. Laki-laki jangkung itu tak menyangka, karena teman sekolahnya yang mengirim dirinya ke sana. Bahkan wali kelasnya pun mengirim Idun ke dalam game sialan ini. Menoleh ke arah Idun