Seorang laki-laki paruh baya sedang tergeletak di hamparan rumput hijau. Laki-laki itu terlihat belum sadarkan diri. Buru-buru Arya beranjak dan menghampiri laki-laki itu. Namun, belum juga dia sampai, tiba-tiba Arya dikejutkan dengan kemunculan hologram baru di hadapannya.
Arya tersentak dan kemudian dia tersungkur ke belakang. Matanya sampai tak berkedip, karena fokus menyaksikan bagaimana hologram itu terbentuk dengan sempurna. Akhirnya setelah satu menit, dari hologram itu terbentuklah sosok perempuan.
Menelan salivanya kasar. Arya semakin kaget, ketika melihat sosok perempuan itu hanya mengenakan lingerie berwarna pink. Buru-buru Arya memalingkan pandangannya ke arah lain.
“Oh, shit! Bisa-bisanya ada manusia cuman pake begituan. Hey, mata polos gue jadi ternoda!” rutuk Arya.
Arya bangkit, walau rasa takut semakin besar dia rasakan. Dengan tidak menghiraukan perempuan yang kira-kira berumur tiga puluhan itu, dia mencoba melewatinya dan segera menuju laki-laki paruh baya yang pertama kali dilihatnya.
“Pak, Pak,” panggil Arya. Ia mencoba membangunkan laki-laki yang rambutnya sudah mulai beruban.
Tak lama kemudian, laki-laki itu mengerang. Perlahan matanya terbuka dan sekejap dia pun terkejut. “Di-di mana ini?” Pertanyaan yang sama dengan pertanyaan yang baru saja diucapkan oleh Arya beberapa menit yang lalu.
“Ka-kamu siapa, Nak?” tanya laki-laki itu.
“Saya? Saya Arya, Pak. Bapak siapa?” Arya membantu laki-laki itu untuk bangkit.
“Saya Agus. Saya di mana, Nak?” tanya laki-laki itu.
Arya menggeleng. “Saya juga tidak tahu, Pak. Tadi saya lihat Bapak muncul begitu saja di hadapan saya,” terang Arya.
“Hah? Maksudnya? Muncul begitu saja bagaimana, Nak?” Laki-laki itu menanyakan maksud dari perkataan Arya.
“I-iya ….” Arya diam sejenak, dia merasa bingung untuk menjelaskan. “Jadi … tadi awalnya Bapak muncul dengan bentuk hologram. Tapi tiba-tiba wujud Bapak jadi nyata. Sebelumnya Bapak ada di mana dan sedang apa?” tanya Arya lagi.
“Hologram?" Lawan bicara Arya nampak bingung dengan apa yang diucapkan Arya. "Seingat saya, saya sedang tidur di rumah." Kemudian Agus menjawab pertanyaan Arya.
“Tidur, ya?” gumam Arya. Dia diam dan berpikir. Jujur saja, momen terkahir yang Arya ingat pun sama, sedang tertidur.
'Apa kita diculik?'
Pertanyaan itu tiba-tiba muncul di pikiran Arya. Tapi sedetik kemudian dia menggeleng. Rasanya tidak mungkin mereka diculik. Karena Arya yakin, orang tua ini tadi muncul dengan bentuk hologram. Tadi dia pun melihat sosok perempuan yang muncul dengan bentuk yang sama.
Tangan kanan Arya mulai memegang dan memijit dagunya. Sedangkan tangan kirinya menopang sikut dari tangan kanan Arya. Mencoba untuk memikirkan beberapa kemungkinan yang terjadi padanya.
“Jadi ini di mana, Nak? Jakarta nggak ada hamparan rumput seperti ini,” kata Agus sambil memindai sekelilingnya. Sontak pikiran Arya teralihkan, dia melihat ke arah Agus.
“Saya juga tidak tahu, Pak. Bapak mau ikut dengan saya untuk mencari tahu tempat ini?” tanyanya.
Agus memijit kepalanya. “Aduh, gimana, ya, Nak? Tapi saya tuh nggak kuat jalan.”
Mendapat jawaban seperti itu, Arya berdecak. "Belum juga apa-apa udah bilang nggak kuat jalan. Apa orang tua semalas ini?" desisnya. Arya mendelikkan matanya kesal. Padahal niat dia baik, ingin bersama-sama mencari tahu keberadaan mereka. Tapi ketika mendapat jawaban seperti itu, Arya jadi kesal.
“Kenapa, Nak?” Sepertinya laki-laki itu peka dengan perubahan Arya.
“Ah, nggak.” Buru-buru Arya tersenyum, walau terlihat sedikit sinis. “Kalau begitu, saya pergi dulu, Pak.”
Arya berpamitan, tidak ada gunanya berlama-lama dengan laki-laki tua seperti itu. Lagi pula kalau laki-laki itu ikut dengannya, pasti akan menjadi beban.
Arya mencoba merogoh sakunya, dia tiba-tiba ingat dengan gawainya. Pikir Arya, dia harus segera menelepon sang ibu. Tak peduli kalau sebenarnya dia baru saja bertengkar dan berlaku kasar pada sang ibu. Namun, sial! Tiba-tiba saja gawai miliknya hilang. Bagitupun dengan sisa uang yang Arya miliki.
“Apa gue di copet juga?” gumam Arya.
Saat Arya sedang menyusuri pandang rumput yang luas, tiba-tiba dia melihat hologram-hologram lain bermunculan. Kini jumlahnya sangat banyak, seolah mereka bersamaan masuk ke dalam tempat asing itu.
Arya diam, mematung di tempat. Menyaksikan pemandangan yang sangat aneh dan tidak mungkin ada di negaranya. Seingatnya belum ada berita mengenai pengembangan teknologi hologram untuk digunakan di negara berkembang ini.
“Tempat apaan ini?” ucap Arya. Perasannya mendadak semakin tidak enak. Dia memikirkan hal yang tidak-tidak.
Matanya membelalak, tak percaya dengan apa yang sedang dia lihat. Manusia-manusia itu benar-benar muncul entah dari mana. Dia mendongak ke langit. Memastikan bahwa tidak ada UFO melayang di sana.
Arya mendesah, dia semakin frustrasi ketika melihat banyak manusia yang tergeletak begitu saja di hadapannya. Di antara mereka ada beberapa yang sudah sadar, dan mereka pun terlihat bingung.
“Sebenernya tempat apa ini?!” teriak Arya. “Woy! Siapa pun jawab gue!”
Tapi sayang tak ada yang menanggapi Arya satu pun. Semakin dia banyak berpikir, kepalanya semakin terasa sakit.
“Aargh!”
Arya mengerang, dia putus asa. Namun tiba-tiba saja dia tersentak, pasalnya seseorang menepuk pundak Arya. Buru-buru Arya menoleh ke belakang dengan wajah yang benar-benar kacau dan perasan takut yang semakin menjalar di dalam tubuhnya.
“Lo siapa?” tanya Arya pada seorang laki-laki yang berdiri tepat di belakang Arya.
BERSAMBUNG ....
Seorang laki-laki yang terlihat sebaya dengan Arya, berdiri dengan napas terengah-engah. “Lo siapa?” tanya Arya penuh curiga. Jujur saja dia merasa terkejut dan takut. Dia benar-benar tak mengenali siapa pun yang ada di dalam tempat asing itu. “Ah … akhirnya nemu orang yang seumuran.” Seketika laki-laki jangkung dan hitam manis itu memeluk Arya. Wajahnya terlihat berbinar. Mata Arya membulat ketika mendapatkan kontak fisik yang sangat tidak biasa. Buru-buru dia mendorong laki-laki itu menjauh darinya. “Dih, apaan, sih, peluk-peluk? Gak jelas banget,” sindir Arya sembari berusaha melepaskan pelukan laki-laki itu. Dia tidak suka ketika mendapatkan perlakuan intim seperti itu, apalagi dari seorang laki-laki. Laki-laki itu melepaskan pelukannya, kemudian berdiri tepat di depan Arya. Dia menarik sudut bibirnya, menampilkan senyuman di hadapan Arya. Sedangkan Arya, dia memindai tubuh laki-laki itu dari atas sampai bawah. Merasa sedang diamat
“Welcome to Let’s Purify Game.”‘Oh, shit! Serius ini di dalam game? Terus ini game apa?’ Arya hanya bisa membatin kesal sambil membelalakan matanya.Semua orang di sana mulai gaduh, mencari dari mana sumber suara itu berasal. Begitupun dengan Arya dan Idun yang kini sedang berdiri bersebelahan.Seorang laki-laki tiba-tiba berteriak dengan kencang. “Woy! Tunjukin muka, lo! Di mana lo, anj—”Belum juga selesai laki-laki itu berbicara. Suara seorang perempuan langsung menyela ucapan laki-laki itu. Suara itu adalah milik perempuan yang tadi menyapa mereka semua.“Wah, manusia-manusia ini sudah tidak sabar, ya?"Mendengar perkataan itu Arya memicingkan matanya. Walau banyak pertanyaan di dalam otaknya, tapi dia tak ingin gegabah. Dia harus mendengarkan dengan saksama. Arya mencoba untuk menahan emosi yang mulai bergejelok di dalam dadanya.“Bener! Tunjukin mukamu!” seru ora
Arya membelalak, badannya kini terasa dingin, tubuhnya seolah membeku. Terkejut, ketika melihat foto sang ibu ada di dalam daftar orang yang mengirimnya ke sini. “Ibu?!” ucap Arya dengan nada bergetar. Mata itu kini berkaca. Arya kini merasakan lututnya lemas, dia ingin ambruk seketika. Namun, dia berusaha menahannya. “Kenapa ada Ibu di sini? Ini bohong, kan?” teriak Arya. Dirinya kini frustrasi ketika tahu ibunya setega itu kepada anak semata wayangnya. “Kenapa Ibu? Kenapa harus ada Ibu di daftar ini?” raung Arya. Seketika Idun langsung memegang pundak Arya, mencoba menenangkan partner-nya. “Tenang. Jangan marah dan emosi. Siapa tahu dia hanya ingin memprovokasi,” ucap Idun, yang berusaha berlaku tenang. Padahal kenyataannya dia sendiri sedang panik. Laki-laki jangkung itu tak menyangka, karena teman sekolahnya yang mengirim dirinya ke sana. Bahkan wali kelasnya pun mengirim Idun ke dalam game sialan ini. Menoleh ke arah Idun
“Woah! Kamu pilih swordsman?” tanya Idun yang kegirangan dengan role yang dipilih Arya. Arya hanya menarik sudut bibirnya, tersenyum dengan percaya diri. Walau sebenarnya tidak ada yang terjadi pada Arya, setelah dia memilih role tersebut. “Lo apa?” tanya Arya. Idun menggeleng. Laki-laki itu bingung harus memilih role apa. Dia tidak memiliki pengalaman banyak dengan game RPG. Arya mencoba memindai postur tubuh Idun. 'Tinggi dan badannya pun sedikit berisi.' Arya hanya berbicara dalam hati. Kemudian terdengar sebuah bunyi peringatan dari layar dashboard milik Idun. Ternyata waktu yang dimilikinya hanya tiga puluh detik lagi. “Lo pilih guardian aja!” perintah Arya yang mendadak panik. “Hah?” “Cepet! Waktu lo nggak banyak. Lo nggak mau mati konyol gara-gara telat milih role, kan?” paksa Arya. Mendadak Idun pun panik. Benar, dia tidak ingin mati konyol hanya karena telat memilih role dalam game. Alhasil, tanpa
"Jadi, buat apa kita ke hutan?" tanya Idun. Saat ini Arya dan Idun sedang berjalan memasuki hutan belantara. Dengan bermodalkan senjata knife yang Arya beli dan rope yang Idun beli. Mereka mencoba mencari peruntungan untuk bisa membeli senjata yang sesuai dengan role mereka. "Berburu." Arya menjawab dengan singkat. Matanya mencoba melihat ke beberapa titik. Dia sedang mencari hewan, yang sekiranya bisa tangkap dengan alat sederhana miliknya. "Hah? Untuk? Bukannya tugas kita itu memiliki senjata. Kenapa harus berburu?" Arya mendengar sayup-sayup suara dari semak-semak yang berjarak sekitar dua meter darinya. "Ssst!" Laki-laki itu memberikan kode pada Idun untuk diam; tidak bersuara dan berjalan pelan mendekat ke arah sema
Dari semak itu muncul seorang wanita berambut panjang bergelombang. Matanya berwarna cokleat. Tubuhnya ramping dan tinggi, lebih tinggi dari Arya. Jika dilihat secara saksama, sepertinya perempuan itu berumur sekitar 28 tahun.“Aku dengar, di sini ada yang mau berlaku curang, ya?” ucap perempuan itu sembari menyeringai.Arya dan Idun mendadak terpaku di tempat. Mereka tak bisa bergerak sama sekali. Perasaan takut kini menjalar di setiap jengkal tubuhnya. Sesekali mereka saling melemparkan pandang, memberi isyarat untuk tetap tenang dan tidak gegabah.“Aku dengar, di sini ada yang mau berlaku curang, ya?” Karena tidak ada jawaban, baik dari Arya atau Idun, perempuan itu kembali mengulangi pertanyaannya.Menggigit bibir bawahnya, Arya tak bisa lagi
Langit sudah terlihat mulai menggelap. Untung saja perangkap untuk burung kasuari itu selesai sebelum matahari benar-benar terbenam.“Mana lokasi pohonnya?” pinta Idun.Arya yang sedang menyantap makanan, yang dia dapatkan dari hutan, hanya bisa menghela napas. “Lo mau ke sana malem-malem begini?” tanya Arya.“Ngg ... nggak, sih,” jawab Idun.“Ya udah, tunggu. Setelah besok kita dapat hasil buruan, kita ke sana. Sekalian jalan buat jual tu burung.”“Ah, tadi habis bikin perangkap. Sekarang habis dapat buruan. Kamu sengaja, ya, Arya?”Arya tak menanggapi, dia langsung membaringkan tubuhnya. Lalu memiringkan ke sebelah kanan, agar Idun tak melihatnya.Setelah hening sejenak, Arya pun akhirnya bersuara. “Gue ngerasa ada yang aneh sama Tomochi. Mending lo ikuti apa kata gue, kalau lo mau selamat,” tukasnya. Namun, Idun tak menggubris ucapan Arya, dia hanya mende
Kaki itu terasa berat untuk melangkah, seolah sudah menyatu dengan tanah yang dipijaki Arya. Jantungnya berpacu dua kali lebih cepat, ketika melihat seekor burung kasuari berlari menghampiri dirinya.Arya menutup matanya, seketika rasa keberanian yang tadi tertanam di dalam dirinya hilang begitu saja. Dia merasa tidak bisa beranjak. Apa dia sedang dihipnotis? Entahlah, tapi Arya mendadak pasrah jika harus mati konyol gara-gara diseruduk atau ditendang seekor burung.“Arya!” Idun meneriaki Arya lagi.“Kyaaaakk!” pekik sang burung kasuari.Ternyata burung itu masuk ke salah satu perangkap yang dibuat Arya. Namun, karena di sana tidak dipasang tali untuk menjebak dan mengikat kaki si burung. Alhasil burung itu hanya terjerembab dan masih bisa untuk bangkit.“Arya, lari!” Idun berteriak lagi, meminta partner-nya itu segera berlari dan meninggalkan tempatnya sekarang.Arya yang mendengar namanya dipanggil dua k