Arya membelalak, badannya kini terasa dingin, tubuhnya seolah membeku. Terkejut, ketika melihat foto sang ibu ada di dalam daftar orang yang mengirimnya ke sini.
“Ibu?!” ucap Arya dengan nada bergetar.
Mata itu kini berkaca. Arya kini merasakan lututnya lemas, dia ingin ambruk seketika. Namun, dia berusaha menahannya.
“Kenapa ada Ibu di sini? Ini bohong, kan?” teriak Arya. Dirinya kini frustrasi ketika tahu ibunya setega itu kepada anak semata wayangnya.
“Kenapa Ibu? Kenapa harus ada Ibu di daftar ini?” raung Arya. Seketika Idun langsung memegang pundak Arya, mencoba menenangkan partner-nya.
“Tenang. Jangan marah dan emosi. Siapa tahu dia hanya ingin memprovokasi,” ucap Idun, yang berusaha berlaku tenang. Padahal kenyataannya dia sendiri sedang panik.
Laki-laki jangkung itu tak menyangka, karena teman sekolahnya yang mengirim dirinya ke sana. Bahkan wali kelasnya pun mengirim Idun ke dalam game sialan ini.
Menoleh ke arah Idun dengan tatapan yang sinis. Arya menggeretakan rahangnya. “Kenapa lo bisa beranggapan ini provokasi? Kalau bener gimana?” sentak Arya.
Idun tertegun. Kalau sampai benar orang-orang yang ada di daftar ini mengirim mereka ke tempat mematikan, sudah barang tentu Idun pun akan kecewa.
“Hey, Poppy!” teriak Arya. Kucing kaliko itu masih ada di atas bukit sana.
“Hmm?” Poppy hanya berdeham menanggapi teriakan Arya.
“Kenapa mereka semua mengirimkan kita ke sini? Kenapa bisa?” tanya Arya sembari berteriak.
“Xixixi ….” Poppy tertawa. “Kalau itu, coba kalian pikirkan. Apa kalian pernah melakukan kesalahan pada mereka?” bukannya menjawab, Poppy malah memberikan sebuah pertanyaan yang mengharuskan para manusia di dalam sana itu berpikir.
Kesalahan? Arya mengertukan keningnya. Jika memang seperti itu, Arya paham. Karena sebelum dia tersadar, di dunia nyata dia baru saja bertengkar dengan ibunya. Tapi … kenapa ada teman-teman satu squad di dalam game MOBA yang sering dia mainkan? Padahal mereka juga orang terdekat Arya, mereka para anggota Arya dalam squad tersebut.
Dan, walau Arya memang kerap bertengkar dengan ibunya. Kenapa ibunya tega mengirimkan Arya ke sini? Apa ibunya dengan sadar melakukan hal tersebut pada anak semata wayangnya? Tiba-tiba saja mata Arya berkaca. Perasaan sedih, kesal, kecewa, dan marah kini berkecamuk dalam dirinya.
“Tapi bagaimana caranya mereka bisa mengirimkan kami ke sini?” tanya seseorang di ujung sebelah kanan.
“Ah, kalian banyak bertanya. Oke, karena aku baik dan aku masih punya waktu satu menit. Jadi, aku akan menjawab pertanyaan terakhir ini.”
Poppy berdeham sebentar.
“Jadi, tim pengembang Purify Game pernah menyebarkan angket ke setiap daerah di negara ber-flower ini. Meminta mereka untuk mengirimkan satu orang yang ingin mereka beri pelajaran, agar orang tersebut bisa belajar dari kesalahannya. Dan … selamat! Kakak-kakak adalah orang tepilih itu.”
Apa? Ah, Arya ingat! Dia juga sempat ditawari untuk mengisi angket, saat dirinya baru saja mampir dari minimarket. Namun, Arya tak menggubrisnya, pikir dia itu hanya orang kurang kerjaan saja Ternyata … mereka itu benar-benar membawa petaka.
“Shit!” umpat Arya kesal. Dia mengepalkan tangannya. “Pelajaran? Belajar dari kesalahan? Memangnya kami punya kesalahan apa sampai harus ada di sini, hah? Jangan seenaknya menghakimi seoseorang!” serang Arya.
Poppy menggeleng sembari melambaikan kaki depannya. “Aku sudah bilang, aku hanya akan menjawab pertanyaan terakhir. Jadi, untuk pertanyaan Kakak, aku tidak bisa jawab. Silakan kalian renungkan kesalahan kalian dan selamat berjuang. Semoga kalian bertahan sampai akhir, para pendosa,” desis Poppy.
Lalu layar yang ada di bukit itu pun tiba-tiba langsung menghilang. Saat Poppy mengucapkan kalimat perpisahan. Seketika para manusia di dalam game itu kembali panik dan membuat keributan. Mereka berlarian tak tentu arah. Berbeda dengan Arya yag masih mematung di tempat. Dia merasa sedikit terusik dengan kalimat terakhir yang diucapkan Poppy.
‘Apa? Pendosa?’ Arya mengerutkan keningnya, dia mencoba mencerna ucapan Poppy.
“Cih!” Seorang perempuan berdecih di samping Arya. “Dasar, orang-orang ini! Sampe gue balik ke dunia nyata, gue bunuh kalian!” desisnya. Kemudian perempuan itu berlalu.
Sontak Arya dan Idun menoleh ke arah perempuan, yang terlihat sebaya dengan mereka. Mendengar hal itu, Arya dan Idun pun merasa panas. Mereka merasa termotivasi untuk membalaskan dendam pada orang-orang yang sudah mengirim mereka ke sini.
Arya tidak peduli, bahwa ternyata salah satu dari ‘orang terkasih’ adalah ibunya sendiri. Dengan ini dia sudah tahu, bahwa ibunya itu ingin dirinya lenyap dari dunia ini.
“Idun, kita harus keluar hidup-hidup dari sini!” ucap Arya. Kemudian disetujui oleh Idun dengan sebuah anggukkan.
“Tapi sebelumnya kita harus mencari tahu terlebih dahulu, apa tujuan dari game ini!” imbuh Arya. Kemudian dia mencari menu pengaturan pada layar transparan di hadapannya.
Mencoba mencari sesuatu, seperti buku panduan misalnya. Tapi sialnya hal itu tidak tersedia di dalam sana.
“Kampret! Bener-bener ini game emang pengin kita mati! Masa nggak ada buku panduan sama sekali?” rutuk Arya. Jemarinya masih terus mencari buku panduan game tersebut. Tapi tetap saja nihil.
Namun sedetik kemudian para pemain mendapatkan notifikasi pesan. Begitupun dengan Arya dan Idun. Seketika mereka mencoba menekan layar transpara yang menggambarkan ikon surat.
[Poppy: Pick Your Role. Hanya boleh memilih satu kali. Jadi berhati-hatilah. Myaw. Waktu kalian tiga menit.]
“Cih!”
Arya benar-benar kesal sekarang. Entah kenapa semuanya terasa sangat cepat, dia tidak memiliki waktu untuk berpikir sama sekali.
“Ah, sial! Mau nggak mau, gue kudu beresin misi yang ada! Lo nggak boleh mati, Arya!” gumam Arya sambil menggeram.
Kemudian Arya menekan tombol ‘Next’ pada layar. Dalam sekejap muncullah daftar role yang harus dipilih oleh para pemain.
Arya memijit dagunya, dia memicingkan mata sambil melihat list pada layar. Jujur saja, dia bukan pro-player game MMORPG—permainan bermain peran secara daring dan multipemain masif—. Tapi setidaknya dia pernah bermain dan sedikit banyaknya paham dengan pola game ini.
Apa yang harus Arya pilih? Ingat! Dia tidak bisa memilih role lain di tengah permainan. Arya tidak boleh gegabah dalam memilih peran untuknya. Tapi satu hal yang pasti, dia tidak ingin menjadi seorang support.
Bagi Arya, menjadi support itu tidak bisa show up. Mereka hanya bergerak di belakang hero-hero kuat. Dia ingin mendapatkan peran yang mampu mengundang perhatian orang-orang.
Karena rasa percaya diri yang tinggi, optimis dengan kekuatan dan skill yang dia miliki. Arya kemudian langsung memilih salah satu role dan menekan tombol ‘Yes’.
“Sepertinya ini cocok,” gumam Arya. Laki-laki itu tersenyum sungging.
BERSAMBUNG ….
“Woah! Kamu pilih swordsman?” tanya Idun yang kegirangan dengan role yang dipilih Arya. Arya hanya menarik sudut bibirnya, tersenyum dengan percaya diri. Walau sebenarnya tidak ada yang terjadi pada Arya, setelah dia memilih role tersebut. “Lo apa?” tanya Arya. Idun menggeleng. Laki-laki itu bingung harus memilih role apa. Dia tidak memiliki pengalaman banyak dengan game RPG. Arya mencoba memindai postur tubuh Idun. 'Tinggi dan badannya pun sedikit berisi.' Arya hanya berbicara dalam hati. Kemudian terdengar sebuah bunyi peringatan dari layar dashboard milik Idun. Ternyata waktu yang dimilikinya hanya tiga puluh detik lagi. “Lo pilih guardian aja!” perintah Arya yang mendadak panik. “Hah?” “Cepet! Waktu lo nggak banyak. Lo nggak mau mati konyol gara-gara telat milih role, kan?” paksa Arya. Mendadak Idun pun panik. Benar, dia tidak ingin mati konyol hanya karena telat memilih role dalam game. Alhasil, tanpa
"Jadi, buat apa kita ke hutan?" tanya Idun. Saat ini Arya dan Idun sedang berjalan memasuki hutan belantara. Dengan bermodalkan senjata knife yang Arya beli dan rope yang Idun beli. Mereka mencoba mencari peruntungan untuk bisa membeli senjata yang sesuai dengan role mereka. "Berburu." Arya menjawab dengan singkat. Matanya mencoba melihat ke beberapa titik. Dia sedang mencari hewan, yang sekiranya bisa tangkap dengan alat sederhana miliknya. "Hah? Untuk? Bukannya tugas kita itu memiliki senjata. Kenapa harus berburu?" Arya mendengar sayup-sayup suara dari semak-semak yang berjarak sekitar dua meter darinya. "Ssst!" Laki-laki itu memberikan kode pada Idun untuk diam; tidak bersuara dan berjalan pelan mendekat ke arah sema
Dari semak itu muncul seorang wanita berambut panjang bergelombang. Matanya berwarna cokleat. Tubuhnya ramping dan tinggi, lebih tinggi dari Arya. Jika dilihat secara saksama, sepertinya perempuan itu berumur sekitar 28 tahun.“Aku dengar, di sini ada yang mau berlaku curang, ya?” ucap perempuan itu sembari menyeringai.Arya dan Idun mendadak terpaku di tempat. Mereka tak bisa bergerak sama sekali. Perasaan takut kini menjalar di setiap jengkal tubuhnya. Sesekali mereka saling melemparkan pandang, memberi isyarat untuk tetap tenang dan tidak gegabah.“Aku dengar, di sini ada yang mau berlaku curang, ya?” Karena tidak ada jawaban, baik dari Arya atau Idun, perempuan itu kembali mengulangi pertanyaannya.Menggigit bibir bawahnya, Arya tak bisa lagi
Langit sudah terlihat mulai menggelap. Untung saja perangkap untuk burung kasuari itu selesai sebelum matahari benar-benar terbenam.“Mana lokasi pohonnya?” pinta Idun.Arya yang sedang menyantap makanan, yang dia dapatkan dari hutan, hanya bisa menghela napas. “Lo mau ke sana malem-malem begini?” tanya Arya.“Ngg ... nggak, sih,” jawab Idun.“Ya udah, tunggu. Setelah besok kita dapat hasil buruan, kita ke sana. Sekalian jalan buat jual tu burung.”“Ah, tadi habis bikin perangkap. Sekarang habis dapat buruan. Kamu sengaja, ya, Arya?”Arya tak menanggapi, dia langsung membaringkan tubuhnya. Lalu memiringkan ke sebelah kanan, agar Idun tak melihatnya.Setelah hening sejenak, Arya pun akhirnya bersuara. “Gue ngerasa ada yang aneh sama Tomochi. Mending lo ikuti apa kata gue, kalau lo mau selamat,” tukasnya. Namun, Idun tak menggubris ucapan Arya, dia hanya mende
Kaki itu terasa berat untuk melangkah, seolah sudah menyatu dengan tanah yang dipijaki Arya. Jantungnya berpacu dua kali lebih cepat, ketika melihat seekor burung kasuari berlari menghampiri dirinya.Arya menutup matanya, seketika rasa keberanian yang tadi tertanam di dalam dirinya hilang begitu saja. Dia merasa tidak bisa beranjak. Apa dia sedang dihipnotis? Entahlah, tapi Arya mendadak pasrah jika harus mati konyol gara-gara diseruduk atau ditendang seekor burung.“Arya!” Idun meneriaki Arya lagi.“Kyaaaakk!” pekik sang burung kasuari.Ternyata burung itu masuk ke salah satu perangkap yang dibuat Arya. Namun, karena di sana tidak dipasang tali untuk menjebak dan mengikat kaki si burung. Alhasil burung itu hanya terjerembab dan masih bisa untuk bangkit.“Arya, lari!” Idun berteriak lagi, meminta partner-nya itu segera berlari dan meninggalkan tempatnya sekarang.Arya yang mendengar namanya dipanggil dua k
Arya masih ingat betul dengan suara perempuan itu. Benar saja, saat dia menoleh, matanya mendapati sosok Tomochi.“Ayo, kalian bertiga ikut denganku. Akan aku buktikan bahwa dengan menyimpan uang di Pohon Kitos, uang kalian akan bertambah dengan sendirinya,” papar Tomochi.“Cih!” Gadis yang bersama Arya dan Idun mendengus. “Urusan gue udah selesai, ya. Gue pamit duluan,” kata gadis itu. Dia langsung berjalan meninggalkan Arya dan juga Idun. Namun, tiba-tiba anak gadis itu berbalik dan kembali menghampiri Arya.Gadis itu mendekatkan dirinya pada Arya, lalu berbisik. “Hati-hati, jangan percaya siapa pun di sini. Ingat satu hal lagi, jangan menjadi pemalas.”Setelah itu gadis berambut pendek itu benar-benar pergi meninggalkan Arya dan Idun. Arya langsung tertegun saat mendengar kalimat yang baru saja dikatakan gadis yang tak ia ketahui namanya.“Ah, kamu!” Idun nampak sumringah saat melihat k
Arya langsung menahan tinjuan Idun dengan tangannya. Entah kenapa dia merasa dirinya bertenaga sekarang. Biasanya dia selalu menghindari pertengkaran fisik, jika di dunia nyata. Jelas saja, karena Arya akan kalah dengan lawannya. Badan kurus seperti Arya mana bisa menang saat pertarungan fisik?Namun, sekarang Arya seolah mendapatkan sebuah kekuatan. Ternyata kekuatan itu dia dapatkan dari level dan experience yang Arya miliki. Tentu saja level dan EXP milik Arya lebih unggul dari milik Idun. Hal itu yang membuat Arya bisa untuk menahan serangan balasan dari partner-nya itu.“Denger apa kata gue atau lo mati di level ini?” desis Arya sembari melayangkan tatapan tajam pada Idun.Deg.Seketika jantung Idun seperti dihantam benda berat. Dia merasa terintimidasi dengan tatapan tajam Arya. Entah kenapa Idun merasa ada yang aneh dari tatapan laki-laki itu, tapi dia tak bisa menjelaskan hal itu.Namun, Idun enggan untuk mengakui kekalahannya.
Masih mencoba menahan sakit, akibat dari hantaman keras yang baru saja Arya terima. Arya masih tidak tahu apa yang menghantamnya tadi, karena semuanya terasa sangat cepat.Lalu sambil meringis, Arya mencoba untuk mengangkat kepalanya. Dia mengarahkan pandangannya ke depan. Betapa terkejutnya Arya, saat melihat sang singa putih menggeram dan menggretak Arya.Mata Arya membulat seketika. Tanpa berpikir panjang, dia langsung mencoba bangkit, walau harus tertatih. Dia menahan beban tubuhnya menggunakan katana yang dia tancapkan pada tanah. Singa itu mengaum, tatkala melihat pergerakan dari Arya. Namun, pandangan Arya tak lepas dari menatap kedua bola mata milik si raja hutuan.‘Oke, tenang, Ya. Jangan panik dan tatap mata singa itu!’ Arya membatin. Kemudian dia langsung mengubah posisi katana, lalu memegang senjatanya itu dengan kedua tangannya.Arya masih ingat, dia pernah membaca sebuah artikel tentang cara menghadapi hewan buas seperti singa. D