"Selamat pagi Bapak Nayaka Bratadikara dan Ibu Candramaya Daniswara Bratadikara. Tanpa banyak membuang waktu dan basa basi lagi, saya hanya ingin menanyakan sekali lagi. Apakah Anda berdua ini sudah mantap ingin bercerai, atau Anda berdua masih ingin berpikir-pikir dulu? Sesuai dengan Pasal 56 ayat 2, 65, 82, 83 dan UU Nomor 7 Tahun 1989, saya sebagai hakim di sini ingin mendamaikan Anda berdua terlebih dahulu sebelum sampai pada tahap mediasi pada sidang selanjutnya." Maya dan Nayaka saat ini tengah menghadiri sidang pertamanya.
"Tetapi kalau saya lihat-lihat, sepertinya Pak Naya ini masih cinta sekali ya pada Bu Maya?" Pak Hakim tersenyum simpul saat mendapati bahwa sang suami yang mengajukan gugatan, terus saja mencuri-curi pandang pada istrinya.
"Kalau memang masih cinta, untuk apa mengajukan gugatan perceraian Pak Naya? Dalam hal berumah tangga cek cok kecil itu kan masalah biasa. Gigi dan lidah yang se rumah dan selalu kompak saja, kadang bisa tergigit sesekali. Iya, kan? Hehehe... itu malah sepertinya akan menambah keindahan bumbu-bumbu pernikahan. Karena biasanya setelah ribut-ribut kecil malah akan bertambah mesra."
Bapak hakim ketua yang sudah terbiasa menasehati pasangan yang sedang berselisih paham itu tertawa. Ia merasa aneh melihat pasangan yang akan segera bercerai ini. Khususnya pada pihak penggugat. Nayaka yang menggugat cerai Maya, di sini malah terlihat jelas kalau dia masih amat sangat mencintai istrinya. Sedari pertama masuk ke dalam ruang sidang pun, tangan Naya terus saja menggandeng dan sesekali mengusap-usap mesra tangan istrinya tanpa memperdulikan keadaan di sekitarnya. Hakim ketua melihat Nayaka ini lebih mirip dengan orang yang sedang ingin mengajukan lamaran pernikahan dari pada menghadiri sidang perceraian.
"Apa saja tahapan-tahapan yang harus kami lalui agar persidangan ini cepat selesai, Pak Hakim?" Kali ini Maya lah yang bersuara. Ia ingin segera membebaskan suaminya untuk mencari kebahagiaannya sendiri. Maya tidak ingin lagi menyusahkan dan membebani suaminya lebih lama lagi.
"Apabila upaya perdamaian dan mediasi tidak berhasil. Maka kami akan membacakan surat gugatan penggugat. Kemudian mendengarkan jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat, pembuktian, kesimpulan para pihak, musyawarah majelis hakim dan akhirnya adalah putusan hakim." Hakim ketua menjelaskan dengan runut urutan-urutan yang harus mereka lalui.
"Apakah setelah itu kami akan dinyatakan resmi bercerai dan bertanggung jawab atas diri dan nama baik kami masing-masing Pak Hakim yang terhormat?" tanya Maya lagi sopan.
"Belum, Bu Maya. Biasanya setelah dibacakan putusan cerai, penggugat dan tergugat berhak mengajukan upaya hukum banding dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan diucapkan. Apabila penggugat dan tergugat tidak hadir saat dibacakan putusan, maka Juru Sita Pengadilan Agama akan menyampaikan isi atau amar putusan itu kepada pihak yang tidak hadir. Putusan baru berkekuatan hukum tetap setelah 14 hari amar putusan diterima oleh pihak yang tidak hadir itu," terang sang hakim.
"Perkara Cerai Talak pun masih ada Sidang lanjutannya, yaitu sidang pengucapan Ikrar Talak. Dan ini dilakukan setelah putusan Berkekuatan Hukum Tetap atau biasa disebut dengan BHT. Kedua belah pihak akan dipanggil lagi kealamatnya masing-masing untuk menghadiri sidang tersebut. Prosesnya masih amat sangat panjang, Bu Maya."
Hakim ketua dengan sabar berusaha menjelaskan pada Maya mengenai tahapan-tahapan dalam proses perceraian. Hakim ketua malah cenderung melihat bahwa pihak tergugatlah yang terlihat ingin segera menyelesaikan perceraian ini, bukan dari pihak penggugat. Aneh bukan?
"Kamu tenang saja Maya. Kita tidak akan mengalami semua proses-proses yang rumit dan panjang itu, karena Mas sudah memutuskan untuk segera mencabut perkara gugatan. Bapak hakim yang terhormat, saya Nayaka Bratadikara akan segera mencabut gugatan saya terhadap istri saya. Seperti yang Bapak katakan tadi, bahkan lidah dan gigi saja masih bisa tergigit sesekali walau berada dalam satu kesatuan tempat yang sama. Oleh karena itu saya akan mencoba untuk lebih sabar dalam menjalani peran saya sebagai seorang suami."
"Ahhamdulillahhhh."
Hakim ketua dan Nayaka sendiri ikut mengucapkan kata alhamdullilah dengan penuh kelegaan. Bagi hakim ketua, setidaknya satu pasang suami istri telah batal bercerai dan bersiap untuk memperbaiki pernikahan mereka selanjutnya. Syukur alhamdullilah.
Selanjutnya mereka berdua keluar dari ruangan. Karena Hakim Ketua meminta mereka berdua untuk berpikir-pikir dulu.
"Mas Naya, Maya rasa sebaiknya Mas jangan terburu-buru mengambil keputusan untuk mencabut gugatan dulu, Mas. Maya yang sekarang ini kan sedang tidak baik ingatannya. Maya takut, pada saat pikiran Maya yang lalu kembali, Mas akan kembali kecewa untuk kedua kalinya dan akan mengajukan gugatan lagi. Bukankah itu nanti kesannya Mas itu seperti melecehkan lembaga pernikahan, Mas?"
Mata bulat Maya memandang Naya dengan penuh keraguan. Dia sangat takut kalau nanti suaminya akan kembali kecewa saat ia telah menemukan kembali ingatannya dan sikapnya kembali berbeda. Mudah-mudahan saja dia tidak kembali pada semua sifat buruknya di masa lalu, aamin.
"Kamu tidak mau Mas mencabut gugatan Maya? Kenapa? Karena kamu sudah tidak mencintai Mas dan ingin kembali menjadi wanitanya Pak Siswoyo? Maya, Pak siswoyo itu usianya bahkan lebih tua daripada usia ayahmu sendiri. Ia sampai terpaksa menceraikan istrinya hanya karena kamu berkeras akan melanjutkan gugatan tindak penganiayaan yang dilakukan oleh istrinya, bila ia menolak untuk menceraikan Bu Dewi. Kamu tidak merasa kasihan kepada mantan istri Pak siswoyo yang sudah sepuh itu Maya? Maheswari dan Mahesa juga sudah pernah mengancam kamu agar meninggalkan ayah mereka bukan? Kamu tidak kasihan pada Bu Dewi yang sepertinya ingin rujuk kembali dengan Pak Siswoyo? Bu Dewi itu sedang sakit Maya. Jangan begitu kejam kepada wanita yang lebih pantas menjadi ibumu ya, sayang. Nanti kamu kualat." Naya mengelus sayang pipi kanan Maya.
Mendengar langsung dari mulut suaminya betapa kejam dan tidak berperasaannya sikapnya di masa lalu, membuat mata Maya kembali berair. Ia ingin sekali mengingat siapa dirinya yang sesungguhnya, sampai ia bisa bertindak begitu zolim dan tidak berprikemanusiaan seperti itu. Dan hal itu jugalah yang semakin membuat Maya merasa tidak pantas untuk menerima cinta suaminya kembali. Suaminya berhak mendapatkan wanita yang lebih baik segala-galanya dari dirinya.
"Maya minta maaf sekali, ya Mas atas sikap buruk Maya di masa lalu terhadap Mas. Sekali lagi, Maya mohon ampun ya, Mas?" Maya merangkapkan kedua tangannya di dada. Ia sungguh-sungguh menyesal dan meminta maaf tulus kepada suaminya. Maya melihat suaminya juga berkali-kali menarik nafas panjang sebelum membuai kepalanya kedalam pelukan.
"Mas juga minta maaf Maya. Mas juga banyak sekali berbuat salah dan curang di belakang kamu. Mas tidak mau bersikap picik dengan hanya menyalahkan sikap kamu. Mas juga bermain beberapa kali di belakang kamu dengan Rheina dan beberapa wanita lainnya dikala mas kesepian. Jadi jangan merasa kotor untuk Mas ya sayang? Mas yakin setiap manusia pasti punya dosa lain yang ia sembunyikan mati-matian. Yang penting kita mau berubah dan memperbaiki diri ke depannya. Oke, Maya?"
"Pak Naya." Sebuah suara menyela pembicaraan mereka. Seorang wanita cantik berpakaian formal menghampiri mereka berdua. Dari sudut matanya Maya juga melihat kalau Orlando ikut menghampiri mereka yang baru saja keluar dari ruang sidang. Maya melihat sikap suaminya agak berubah saat wanita cantik itu memanggilnya. Siapa sebenarnya wanita cantik ini?
"Bagaimana hasil sidangnya, Pak Naya? Rheina harap semuanya berjalan lancar ya Pak, supaya proses pernikahan kita bisa dilaksanakan secepatnya. Rheina udah nggak sabar banget ingin menjadi istri resmi Bapak."
Setelah mengatakan kalimat itu, Maya melihat wanita itu menggelendoti lengan suaminya dengan manja. Maya refleks langsung melepaskan lengan kanan suaminya yang sedang memeluk bahunya. Maya sadar wanita ini adalah wanita yang akan menggantikan kedudukannya di hati suaminya. Semoga saja suaminya akan berbahagia dengan wanita cantik ini ke depannya. Aamiin.
"Kamu ini bicara apa Rheina? Saya tidak jadi menggugat cerai Maya. Saya akan kembali menjadi suami Maya. Kamu jangan bermimpi yang tidak-tidak untuk menggantikan posisi Maya di hati saya. Hanya karena kamu pernah bersama saya itu bukan berarti kamu juga ada di hati saya. Hubungan kita tidak dalam konteks seperti ini. Hubungan kita adalah murni bisnis jual beli. Jadi tolong jangan bersikap seperti seorang drama queen murahan begitu. Sakit mata saya melihatnya!"
Nayaka mengibaskan tangan Rheina dan meraih kembali kepala Maya ke dalam buaiannya. Maya sungguh-sungguh merasa tidak enak terjebak dalam situasi yang seperti ini.
"Bapak kok kejam sekali sih pada saya?" Rheina terlihat sudah ingin menangis. Dia shock saat mendengar kalau Nayaka telah mencabut gugatan cerainya.
"Saya bukan kejam, Rheina. Saya hanya menempatkan masalah pada proporsi yang sebenarnya. Jangan bertindak kelewat batas. Kamu ingatkan aturan main kita? Jangan main hati di sini. Hubungan kita pure bisnis jual beli. Kalau kamu macam-macam, saya tidak akan segan-segan untuk memecat kamu. Ayo Maya kita pulang." Nayaka meraih lembut namun tegas lengan kanan Maya.
"Maaf, tidak bisa. Bu Maya itu masih menjadi tanggung jawab saya." Maya terkesiap saat Orlando tiba-tiba saja menarik lepas pelukan Naya dan membawa Maya ke sisi tubuhnya.
"Anda jangan bersikap seolah-olah kalau Anda itu adalah pemilik Bu Maya, Pak Polisi. Saya memang salah waktu itu menolak untuk menerima Bu Maya ke dalam perlindungan saya. Tetapi sekarang saya ingin kembali mengambil alih tanggung jawab itu. Lagipula tadi kami sudah memutuskan untuk rujuk dan mencabut gugatan di pengadilan. Saya sangat berterima kasih atas segala kebaikan Anda yang telah bersedia melindunginya selama ini. Tetapi mulai sekarang, saya sendirilah yang akan melindunginya. Tolong Anda ingat, Bu Maya ini masih sah sebagai istri saya. Anda jangan melewati batasan Anda sebagai penegak hukum, Pak Polisi."
Nayaka kembali menarik lengan kiri Maya. Orlando juga tidak mau kalah. Ia juga meraih kuat lengan kanan Maya. Jadilah Maya seperti sebuah boneka yang di perebutkan oleh dua orang anak kecil.
"Hebat juga ya lo, May. Akhirnya lo bisa juga membuktikan kata-kata lo yang bilang bahwa pak polisi Orlando ini akan menjadi budak lo suatu saat nanti. Hebat! Bravo!"
Prok! Prok! Prokk!
Rheina bertepuk tangan sambil tertawa sinis. Kebenciannya pada Maya terlihat begitu nyata dalam di setiap kata-kata yang diucapkannya.
"Gue heran sama lo ya, May. Tuhan menganugerahkan kecantikan paripurna buat lo, tapi kenapa lo jadi serakah dan kemaruk laki begini. Lo ingat nggak, waktu kita SMA dulu gue bilang kalo gue suka sama Bastian, eh besoknya lo udah jadian aja sama dia. Kemudian setelah kita dewasa. Waktu itu gue bilang kalo gue suka banget sama Bang Thoriq, dan pengen nembak dia. Eh lo tetiba aja udah jadian dan tinggal malah satu apartemen sama si abang.
Begitu gue berhasil moved on dan jatuh cinta sama Pak Nayaka, lo bahkan tiba-tiba udah ijab qobul aja sama Pak Naya. Lo itu maunya apa sih May? Pengen ngebuktiin kalo lo itu bisa mendapatkan siapa aja yang gue taksir, begitu?" Maya ternganga melihat wanita yang bernama Rheina itu memaki-makinya dan terus saja menunjuk-nunjuk wajahnya.
"Pancingan terakhir gue pun udah lo selesaikan dengan baik juga ternyata. Saat gue pura-pura bilang kalo gue suka sama pak polisi ini, ternyata lo langsung gercep ya? Lo bilang bakal bikin ini polisi bakal jadi budak cinta lo sepertinya berhasil dengan baik. Lo emang hebat!" Maya hanya bisa menatap sedih pada Rheina tanpa sanggup membalas sesuku kata pun pada semua umpatan-umpatannya. Ia tidak mengingat apapun tentang masa lalunya.
"Gue udah seneng lo akhirnya mau divorce sama Pak Naya. Gue pikir bolehlah gue dapet secuil aja kebahagian lo buat gue. Tapi ternyata apa? Lo malah mau balikan sama Pak Naya! Perempuan kayak lo ini emang cocoknya mati aja. Selama ini gue udah cape ya pura-pura jadi temen lo May. Cape hati gue!"
Rheina terus saja memuntahkan semua unek-uneknya selama ini di depan hidung Maya. Dia sudah capek pura-pura berakting sebagai teman yang baik. Hah teman? Rheina bahkan akan langsung melakukan selebrasi joget jaipongan di Monas sana apabila Maya lenyap selamanya dari muka bumi ini.
Maya tidak menjawab semua kata-kata wanita cantik yang katanya temennya ini. Begitu buruk rupanya sikapnya selama ini, ya Allah. Bahkan orang yang mengaku sebagai temannya pun, akhirnya mengungkapkan kebenaran perasaannya yang sesungguhnya. Apakah di dunia ini pernah ada orang yang sungguh-sungguh ingin berteman secara tulus dengannya? Yang mencintai dan menyayanginya setulus hati. Adakah?
"Maaf ya Rheina. Maaf. Sa—saya tidak tahu kalau sifat saya yang dahulu seburuk itu. Tetapi kalau saya boleh menasehati kamu, saya hanya ingin mengatakan satu hal. Bila semua laki-laki yang begitu kamu ingini dulu itu begitu mudahnya jatuh ke dalam perangkap saya, itu artinya mereka bukan lelaki yang cocok untuk kamu. Karena apa? Karena kalau memang mereka pria yang baik, mereka pasti akan menolak wanita dengan kepribadian yang begitu buruk seperti saya. Intinya kamu terlalu berharga untuk mereka semua.
Satu hal lagi, buat apa kamu selama ini terus mencoba mengais kebahagian dari bekasan saya? Bukankah lebih baik kalau kamu itu moved on dan mencari pria yang benar-benar bersih dari jamahan saya? Karena semakin kamu mengejar para pria yang ada di sekeliling saya, kamu akan semakin tenggelam dalam dendam dan hasrat untuk menang dari saya. Itu bukan cinta Rheina. Itu obsesi dan pembuktian diri kalau kamu sudah berhasil mencuri pria saya. Maaf, saya rasa kamu juga tidak mencintai Mas Naya, tapi kamu hanya ingin mengejek kekalahan saya.
Dengar Rheina, kamu tidak akan terus berhenti disitu saja. Akan ada Mas Naya- Mas Naya lain yang akan coba kamu taklukkan karena saya. Sadarlah Rheina. Mungkin selama ini saya bukanlah teman yang baik buat kamu. Tapi percayalah saat ini saya ingin melihat kamu bahagia, dan lepas dari bayang-bayang saya.
Mengenai buruknya sikap saya kepadamu dimasa lalu, saya sungguh-sungguh minta maaf."Maya kemudian berpaling pada Orlando. Ia merasa sebaiknya ia tidak masuk lagi dalam kehidupan Nayaka. Ia ingin memberi kesempatan pada Rheina untuk meraih kebahagiannya.
"Ayo kita pulang, Pak Polisi. Saya permisi dulu Bu Khadijah, Mas Naya."
Maya akhirnya memilih untuk pulang bersama Orlando. Ia sudah memutuskan untuk tutup buku dengan Nayaka. Terlalu kusut sudah hubungan mereka. Mungkin memang jodoh mereka hanya sampai di sini.
"Kamu tidak ingin kembali ke rumah bersama dengan Mas, Maya?" Maya melihat mata suaminya begitu kecewa atas keputusannya yang ingin kembali dalam perlindungan Orlando.
"Maya ingin Mas menyelesaikan semua urusan Mas dengan Rheina dulu. Maya bukan type orang yang bisa berbahagia dengan menginjak kepala orang lain. Itu bukan sifat Maya, Mas." Sahut Maya sungguh-sungguh.
"Hah! Yang bener aja. Biasanya sifat lo kan emang begitu. Senang liat orang susah dan susah kalau liat orang senang. Lo emang beneran lupa, atau lo ini sebenernya pura-pura amnesia sih, May? Gue kok nggak yakin ya dengan segala kebaikan dan kebijaksanaan lo yang tiba-tiba aja muncul dalam waktu cuma sekitar dua minggu. Lo dapet hidayah?" Rheina masih saja berupaya untuk menguji kesabaran Maya. Dia tidak percaya kalau seorang Candramaya Daniswara telah benar-benar insyaf dan meminta maaf padanya. Dia terlalu mengenal Maya.
"Ayo kita pergi, Pak Polisi." Maya sama sekali tidak mau menanggapi kata-kata Rheina lagi. Dia cuma ingin cepat-cepat pulang dan bersembunyi dalam cangkang buatannya sendiri. Kamarnya. Dia ingin bersembunyi dari dunia yang terus saja menghakiminya tanpa ia bisa membela diri ini.
"Mas akan segera menyelesaikan urusan Mas dengan Rheina, Maya. Kali ini Mas akan berjuang untuk mempertahankan rumah tangga kita kembali. Tunggu Mas ya, Maya? Secepatnya Mas akan menjemputmu." Maya hanya diam dan masuk ke dalam mobil Orlando dengan semangat sudah hilang entah ke mana.
"Jadi selama ini Anda menjadikan saya sebagai barang taruhan Anda, Bu Maya? Berarti tawaran Anda minggu lalu yang ingin menjadikan saya sebagai penopang hidup Anda berikutnya itu adalah bagian dari permainan Anda dan Rheina? Bukan karena Anda murni tertarik dengan saya, begitu? Berniat menjadikan saya budak Anda hah? Dengarkan saya baik-baik Bu Maya, sebelum Anda menjadikan saya sebagai budak Anda, saya akan pastikan, Anda lah yang akan terlebih dahulu menjadi budak saya dalam segala hal. Ingat ya Bu Maya, budak saya dalam se—ga—la hal!"
Drtt... drtt... drtt..."Hallo, Dek Sean. Ada apa, Dek? Tumben Adek menelepon Abang?" Maya melihat wajah Orlando langsung berubah gembira. Nada bicaranya juga seketika menjadi lembut. Dek Sean? Bukankah nama itu yang diigaukannya kemarin? Berarti orang yang menelepon Orlando ini adalah wanita yang setengah mati dicintainya sekaligus juga yang membuatnya patah hati setengah gila."Oh bisa... bisa kok, Dek. Abang ada di pengadilan agama, deket kok sama restaurant. Ya udah ini sekarang Abang singgahin ke sana ya, Dek? Ahahhaha... nggak apa-apa, Dek. Apalah yang nggak buat, Dek Sean? Oke, assalamualaikum."Maya melirik Orlando menutup panggilan telepon, masih dengan sisa-sisa senyum di bibir. Sepertinya Orlando bahagia sekali setelah menerima telepon dari wanita impiannya."Pembicaraan kita belum selesai. Kita akan singgah sebentar di restaurant teman saya. Kamu cukup diam dan jangan banyak t
"B-Bapak mau ngapain? Kok pintu kamar saya dikunci? Ini juga, ngapain Bapak pakai buka baju segala? Ingat ya, Pak. Saya ini perempuan tidak baik. Jangan sampai kesucian tubuh Bapak terkontaminiasi dengan kekotoran tubuh saya!" Maya mundur-mundur ketakutan."Anda ini kenapa sampai ketakutan seperti itu hah? Saya cuma mau minta tolong Anda untuk mengerikkan punggung saya. Biasanya Ibu saya atau Ceu Esih yang mengerikkan punggung saya, kalau saya sedang masuk angin. Berhubung ibu masih di Solo dan Ceu Esih sudah tidur, maka saya terpaksa minta tolong Anda yang mengerikkan. Anda jangan berfikir yang macam-macam !"Orlando menjentikkan kening Maya dengan kesal."Oooh... cuma minta dikerokin toh? Bilang dong dari tadi. Jangan tiba-tiba main buka baju aja." Maya mengomeli Orlando.Tetapi tak urung tangannya bekerja juga. Setelah Orlando duduk tegak di ranjangnya. Maya segera membalurkan minyak gosok ke punggung l
"Umi, kenapa sih nama Gadis itu Gadis? Nanti kalau Gadis udah jadi nenek-nenek masak dipanggil Gadis juga. Kan nggak lucu, Umi?""Umi dan Abi itu memberikalian nama sesuai dengan jenis kelamin kalian, sayang. Karena kedua kakakmu laki-laki, maka Umi dan Abi memberikan mereka nama Putra Tirta Sanjaya dan Jaka Tirta Sanjaya. Nah, karena Gadis itu anak perempuan yang tiba-tiba saja dititipkan oleh Allah Subhanawaata'ala pada Umi dan Abi, maka kami menamakan kamu Gadis Putri Sanjaya. Yang artinya Gadis adalah putrinya Pak Sanjaya. Mengerti sayang? "Dengar, sayang. Apa pun kelak yang akan terjadi dikemudian hari, percayalah Umi dan Abi amat sangat menyayangi dan mencintai kehadiranmu di tengah-tengah kehidupan kami. "Umiii!... Abiiii!"Maya terbangun dengan tubuh basah kuyub dan dibanjiri oleh keringat. Dia bermimpi lagi tentang pembicaraan seorang a
"A—abang saya? Sa—saya masih punya Abang?" Mata Maya bermozaik saat merasa ada keluarganya di sini. Berarti ibu dan ayah laki-laki ini adalah ibu dan ayahnya juga. Ibu dan ayah yang tidak mau lagi mengakui keberadaannya di dalam kehidupan mereka karena malu dengan perangainya. Maya terus saja menatapi laki-laki yang mengaku sebagai abangnya ini lekat-lekat. Akhirnya ada juga orang yang mengakuinya sebagai bagian dari keluarganya."Maaf ya, Bang. Maya sedang kurang sehat ingatannya. Maya... Maya melupakan banyak hal, Bang. Ayah dan i—ibu sehat?" Kali ini lelehan air mata Maya mengalir juga setelah mati-matian coba ia tahan. Maya merindukan saat-saat di mana sebuah komunitas kecil yang bernama keluarga akan memeluknya erat tanpa perlu menanyakan kebenaran atau pun kesalahannya. Bukankah dalam keluarga kita hanya mengenal cinta dan kasih sayang? Tidak peduli apakah kita itu cantik, jelek, salah mau pun benar. Mereka pasti akan saling menduku
Drttt... drttt... drttt..."AKBP Orlando Atmanegara, segera meluncur kekomando. Jajaran 6 dan rembang-rembang menemukan bandung-bandung baru. Saya tunggu Anda sekarang juga sini."Siap laksanakan Pak KomJendpol!""Giselle, Mas ada tugas dari atasan, Mas. Kamu jaga Ibu baik-baik ya di sini?" Orlando memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku dan meraih tas ranselnya. Bersiap-siap ke kantor polisi."Bagaimana Ibu bisa sembuh kalau saat pulang nanti pun Ibu akan kembali melihat wajah perempuan itu lagi. Itu sama saja artinya Mas tidak ingin Ibu sembuh. Mas kan sudah tahu apa penyebab Ibu sampai kita bawa ke sini?"Giselle mendengkus kasar. Ia dongkol sekali karena melihat kakaknya lebih membela perempuan tidak bermoral itu daripada ibu kandung mereka sendiri."Kamu tidak usah memberi Mas nasehat yang tidak Mas butuhkan. Satu hal lagi, jangan m
"Angkat tangan dan rapatkan tubuh Anda ke tembok!"Untuk meminimalisir resiko, Orlando menarik si penyusup dan merapatkannya ke tembok dengan posisi tangan kiri terangkat ke udara. Tangan kanannya tidak kuasa diangkat, karena sudah terlebih dahulu dipatahkan oleh Orlando.Dengan gerakan cepat pula Orlando menggeledah sekujur tubuh si penyusup, untuk mencari kalau-kalau ada senjata tajam atau senjata api lain yang tertinggal, sebelum kemudian memborgolnya. Tangan kanan Orlando meraih HT dan terlihat melakukan panggilan."Kepada Bripda Sahat harap meluncur ke Timor Kupang Pati. Ada anak kijang 33 10-2 Nikmat Rasa. Kordinasikan semua team via buntut tikus. Bandung bandung ada. Segera bawa anak kijang ke komando. Patah tangan bawa ke Rembang Solo. Ganti 813!Orlando kemudia memaksa si penyusup untuk berdiri dan memborgolnya pada jerj
"Ini kamar kamu, Gadis. Kamu suka tidak? Kalau kamu tidak suka, besok biar Abang ganti semua dekorasi kamar ini sesuai dengan selera kamu."Gadis memandangi interior kamar yang begitu mewah, yang dan didominasi dengan nuansa coklat cream yang memberi kesan begitu hangat dan akrab. Dindingnya dihiasi dengan wallpaper abstrak bermotif serat kayu. Pandangan Gadis mengembara pada lantai yang dipijaknya. Saking kilatnya, Gadis sampai merasa ia bahkan bisa berkaca di sana. Ditambah dengan karpet bulu dan ranjang berkanopi, Gadis seolah-olah merasa sedang terlempar pada keanggunan pada masa victorian era.Semua dekorasi dan ornamen-ornamen yang menghiasinya terlihat klasik dan antik. Sepertinya kakaknya ini suka pada hal yang berbau-bau classy dan elegant. Ruangan ini seolah-olah meneriakkan satu kata, yaitu mahal!"Oalah Bang... Bang... Gadis aja sampai nggak tega ini mau nginjek karpetnya, saking takutnya meru
"Kenapa Bapak sekarang mau mencium saya? Padahal tiga hari yang lalu Bapak masih begitu alergi kalau dekat-dekat saya. Nggak takut apa kalau kesucian jiwa raga Bapak akan terkontaminasi dengan kekotoran diri saya?" tukas Gadis ketus. Saat ini mereka telah berada di dalam mobil. Dan Gadis masih mempertanyakan keinginan ajaib Orlando."Anda kan bukan Maya. Jadi tidak masalah kalau saya berdekatan dengan Anda. Lain halnya kalau Anda itu Maya. Saya tidak sudi berdekatan dengan wanita bekas pakai dan menjadi tempat muntahan orang banyak itu. Apalagi saudara kembar Anda itu menjajakan diri dan berpenghasilan dari sana. Jijik saya."Orlando menjawab dengan raut wajah yang benar-benar mencerminkan semua kata-kata yang di ucapkannya. Sepertinya dia memang begitu anti pati dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Maya."Begitu? Berarti Bapak seharusnya juga jijik dong dengan saya? Saya kan juga