Share

Chapter 8

Drtt... drtt... drtt...

"Hallo, Dek Sean. Ada apa, Dek? Tumben Adek menelepon Abang?" Maya melihat wajah Orlando langsung berubah gembira. Nada bicaranya juga seketika menjadi lembut. Dek Sean? Bukankah nama itu yang diigaukannya kemarin? Berarti orang yang menelepon Orlando ini adalah wanita yang setengah mati dicintainya sekaligus juga yang membuatnya patah hati setengah gila.

"Oh bisa... bisa kok, Dek. Abang ada di pengadilan agama, deket kok sama restaurant. Ya udah ini sekarang Abang singgahin ke sana ya, Dek? Ahahhaha... nggak apa-apa, Dek. Apalah yang nggak buat, Dek Sean? Oke, assalamualaikum."

Maya melirik Orlando menutup panggilan telepon, masih dengan sisa-sisa senyum di bibir. Sepertinya Orlando bahagia sekali setelah menerima telepon dari wanita impiannya.

"Pembicaraan kita belum selesai. Kita akan singgah sebentar di restaurant teman saya. Kamu cukup diam dan jangan banyak tingkah di sana. Mengerti?"

Maya menggangguk pelan. Mobil kemudian melaju ditengah kepadatan arus lalu lintas siang hari. Di perempatatan jalan Thamrin, mobil berbelok ke sebuah rumah makan khas nusantara dengan tulisan Nikmat Rasa. Maya menyukai design restaurant yang berkesan sangat indonesiawi sekali. Bermacam seni budaya khas negeri tercinta ada di sana. Ukiran-ukiran dinding ala Jepara dan Bali. Ulos asal Sumatera Utara yang terpajang dipintu masuk. Topeng-topeng khas daerah Papua semua ada di sana. Mandau yang merupakan senjata dari daerah Kaliamantan, rencong, sikin panyang, peurise awe, peurise teumaga, siwah, geuliwang dan peudeueng yang berasal dari Nangroe Aceh Darussalam juga tampak terpajang rapi di dinding restaurant. Belum lagi banyaknya lukisan-lukisan abstrak yang bertebaran di sana-sini. Maya seolah-olah begitu dimanjakan dengan miniatur pulau-pulau yang ada di negara tercinta.

"Eh Bang Lando udah datang? Ini Bang, ikan kerapu tom yamnya udah Ochi siapkan. Kemarin Tante Rahma makan di sini. Terus si tante ingin memesan menu ikan kerapu masak tom yam ini, Bang. Tetapi kebetulan habis pula. Makanya hari ini Ochi khusus masakin untuk Tante Rahma. Semoga aja Tante Rahma suka ya, Bang? Ini Ochi juga memasak ikan asam manis kesukaan Abang. Abang makan siang dulu sebelum bertugas kembali ya, Bang?"

Maya memandangi wanita cantik dengan perut membukit yang keluar dari arah dapur. Dengan tangan menenteng dua plastik besar yang sepertinya berisi makanan, ia menyambut kedatangan Orlando dengan gembira. Wanita ini tampak begitu lembut dan santun. Bahasa tubuhnya begitu enak untuk dilihat. Setiap ia berbicara selalu diiringi dengan senyum manis. Wanita ini mengisyaratkan wanita baik-baik yang pasti berbanding terbalik dengan tingkah lakunya selama ini. Baik adalah nama tengah yang cocok bagi wanita ayu ini. Ia saja yang seorang wanita saja senang melihatnya, apalagi laki-laki bukan?

"Kamu 'kan sedang hamil besar, Dek. Kenapa repot-repot pakai masak sendiri segala? Nanti Pak Badai marah lho. Lagian kok Adek yang di sini? Bukannya biasanya Cakra dan Annisa ya yang di sini? Ah Abang lupa, mereka sedang bulan madu ya? Hahahaha..."

Maya melihat Orlando tertawa dengan hatinya. Jika biasa Orlando tersenyum saja susah. Kali ini dia bahkan sampai tergelak dan terkekeh-kekeh gembira. Beda sekali perlakuannya apabila sedang bersamanya.

"Iya, Bang. Karena mereka berdua tidak ada, jadi Mbak Senja dan Ochi yang di sini kalau siang. Kalau malam sih gantian antara Pak Sabda dengan Bang Badai, kalau si abang sedang tidak ada tugas mendesak. Apalagi malam ini akan ada gathering para aliansi pengusaha antar kota. Kami sampai harus menyewa free lance waitress untuk membantu-bantu menyajikan hidangan, Bang."

Mata Maya bersinar saat mendengar wanita bernama Ochi ini membutuhkan banyak waitress. Syukur-syukur kalau dia diterima bekerja sehingga ia bisa mempunyai penghasilan sendiri.

"Boleh tidak saya bekerja sebagai waitress di sini, Bu?" tanya Maya takut-takut.

Maya memindai wanita itu terdiam sejenak dengan mata membelalak, sebelum  menandanginya lekat-lekat. Maya gugup dipandangi dengan seintens itu. Apakah wanita ini juga pernah disakitinya di masa lalu? Atau ia curi pasangannya? Maya menjadi paranoid dan ketakutan sendiri.

"Candramaya Daniswara Bratadikara? Astaga Anda ternyata lebih cantik aslinya daripada di photo ya, Bu Maya? Mau tidak ibu memegang perut saya? Supaya bila nanti anak saya perempuan  insyaallah ia akan secantik Anda. Dan kalau pun laki-laki ia kan memiliki elokan fisik seperti Anda, insya allah." Astaga wanita ini baik sekali ternyata. Cantik wajah dan cantik pula hatinya. Pantas saja Orlando sangat mencintainya.

"Tentu saja boleh, Bu Ochi. Saya akan senang sekali kalau boleh mengelus perut lucu Anda ini."

Baru saja Maya ingin menyentuh perut buncit Ochi, Orlando sudah terlebih dahulu menepis kasar tangannya.

"Anda jangan berani-berani menyentuh perut suci Ochi dengan tangan kotor menjijikan Anda, Bu Maya!!" Orando begitu murka membayangkan bayi suci anak Ochi dan Badai disentuh oleh seorang wanita manipulatif tidak bermoral seperti Maya. Nanti menurun pula semua sifat-sifat jahatnya. Amit-amit jabang bayi!

PLAKKK!

Ochi menjerit kaget saat melihat Maya menampar keras pipi Orlando. Maya berani menampar pipi seorang perwira polisi. Bayangkan!

"Apakah Bu Maya tahu kalau dalam KUHP ada pasal yang mengatur mengenai kekerasan yang dilakukan terhadap aparat yang diatur dalam Pasal 212 KUHP. Orang yang melakukan kekerasan terhadap aparat yang sedang melakukan tugas yang sah dapat dihukum penjara paling lama 1 tahun 4 bulan. Anda tau itu, Bu Maya?!!"

Orlando mendesis pelan. Tetapi Maya melihat kalau selebar wajah polisi ini sudah merah seakan-akan hendak meledak. Suasana dapur yang memang panas menjadi semakin panas karena emosi dari mereka berdua yang sepertinya mulai tidak terkontrol.

"Hanya karena saya tidak mengerti dengan pasal-pasal KUHP, itu tidak menjadikan Anda serta merta bisa melecehkan diri saya dengan begitu semena-mena Pak Polisi! Saya juga punya harga diri?!" Maya memandang Orlando dengan ekspresi antara marah, sakit hati dan tersinggung yang sudah tidak bisa lagi ia sembunyikan.

"Harga diri Anda? Memangnya Anda punya? Saya malah curiga kalau Anda itu tidak tahu apa itu artinya harga diri dan kehormat-- aduh!"

Kali ini Mayalah yang menjerit kesakitan. Orlando menarik tangannya yang sudah terangkat tinggi di udara karena ingin menampar polisi tidak tahu sopan santun itu sekali lagi. Polisi satu ini memang sudah amat sangat keterlaluan menghinanya.

"Jangan pernah main tangan lagi pada saya ya, Bu Maya? Cukup satu kali saja tangan tidak higienis Anda itu menyentuh pipi saya. Dan supaya tangan Anda tidak geratil lagi, sebaiknya tangan Anda ini saya borgol saja, sementara saya masih ada urusan dengan Bu Sean," desis Orlando geram.

Orlando benar-benar memborgol tangan kanan Maya dengan pegangan tangga yang terbuat dari bahan stainlessteel. Ia kemudian meninggalkan Maya begitu saja di tengah protes tidak setuju Ochi.

"Bang Lando kok bersikap kasar begitu sih pada, Bu Maya? Nggak baik lo Bang menghina orang seperti itu. Makanya Bu Maya jadi marah dan menampar Abang kan?" Ochi tidak tega sementara mereka enak-enak makan, Maya malah diborgol dalam posisi berdiri pada pegangan tangga dapur. Di sana pengap dan panas. Ochi merasa kasihan pada Maya. Orlando telah menceritakan kalau Maya amnesia. Makanya ia kasihan pada Maya.

"Maaf ya, Dek Sean. Abang sedang ingin makan dengan tenang. Tolong berhenti membahas-bahas soal perempuan itu, oke?" Orlando menutup pembahasan soal Maya saat Ochi mulai menyiapkan makanan untuknya. Ia ingin makan dengan tenang. Sebenarnya harga diri Orlando begitu terluka saat Maya ternyata menjadikan dirinya sebagai barang taruhan. Minggu lalu dia sempat mengira kalau Maya itu benar-benar menyukainya sehingga menawarinya sebagai penopangnya berikutnya. Tetapi ternyata dia salah besar! Wanita manipulatif itu hanya menjadikannya sebagai monyet taruhan rupanya! Kurang ajar! Lihat saja siapa yang akhirnya akan menjadi budak yang sebenarnya. Sesungguhnya siapa yang tertawa paling akhirlah pemenang yang sesungguhnya.

"Bang Lando, itu Bu Mayanya boleh ya kerja di sini? Selain Ochi memang sedang butuh waitress, kan kita jadi berbuat baik juga Bang dengan memberikan Bu Maya pekerjaan yang halal. Boleh ya Bang ya? Kasian, tadi Ochi liat wajahnya Bu Maya itu lo, melas banget. Coba Abang bayangkan seorang Candramaya bersedia jadi waitress. Itu kan bisa masuk delapan keajaiban dunia versi on the spot!"

Ochi masih terus berupaya membujuk Orlando. Entah mengapa di lubuk hatinya, Ochi merasa kalau Maya itu orang baik. Seandainya pun dulu dia tidak baik, kita sebagai sesama manusia juga wajib untuk mendukungnya yang ingin berubah menjadi pribadi yang lebih baik bukan?

"Nggak bisa, Dek Sean. Bu Maya itu masih diincar oleh pembunuh yang masih berkeliaran. Nyawanya masih terancam. Abang nggak bisa membiarkannya dirinya tanpa perlindungan seperti itu di sini. Terlalu riskan bagi keselamatan Bu Maya itu sendiri."

Ochi mengulum senyum. Orlando tidak sadar kalau ternyata dia sudah menunjukkan kalau dia itu sebenarnya amat sangat perduli pada keadaan Maya. Mungkin saja Orlando sedikit menyukai Maya, hanya saja Orlando tidak bisa menerima masa lalu Maya yang memang cukup mencengangkan.

"Abang mencemaskan keselamatan Bu Maya ya, Bang?" Ochi iseng menggoda Orlando. Bang Lando ini malu-malu tapi mau rupanya

"Tentu saja! Eh maksud Abang, Abang kan punya kewajiban untuk melindungi semua rakyat Indonesia ini, siapapun itu orangnya, Dek. Tidak ada perlakuan yang istimewa di sini."

Orlando menjawab secara diplomatis. Dia tahu kalau sebenarnya Ochi itu menertawainya dalam hati. Sialan!

"Ya tapi kan Bu Maya itu perlu pergantian suasana, supaya Bu Maya tidak stress. Siapa tahu dengan bekerja dan bertemu dengan banyak orang aja akan mempercepat ingatannya kembali lagi, Bang. Ochi janji deh, kami semua akan menjaga dan melindungi Bu Maya semaksimal mungkin. Lagian Bu Maya kalau di sini kan banyak orang, Bang. Itu penjahat juga mikir-mikir kali kalau ingin melakukan tindak kriminal di sini," bujuk Ochi lagi.

Orlando terdiam. Dia sudah tidak memiliki alasan untuk menolak usul Ochi. Ya sudahlah, demi Ochi ia akan meloloskan permintaannya.

"Baiklah. Abang izinkan Bu Maya bekerja di sini dengan syarat, Adek dan semua staff Adek harus bertanggung jawab terhadap keselamatannya. Jaga Bu Maya semaksimal mungkin. Jangan pernah membiarkan Bu Maya berbicara dengan orang asing, dan jangan biarkan dia terlibat interaksi intens dengan orang lain yang tidak ia kenal. Karena bisa saja, mereka itulah pelaku kejahatan yang sebenarnya. Sanggup menerima persyaratan Abang, Dek?"

Lagi-lagi Ochi mengulum senyum. Katanya aja tuntutan pekerjaan. Tapi kok ia merasa sepertinya Orlando ini lebih mirip pacar yang posesif dari pada pengawal yang bertugas melindungi saksi. Badai jilid dua ini mah!

"Siap 86!" Ochi menjawab dengan cara militer pertanyaan Orlando yang dihadiahi selentikan sayang di keningnya.

Sementara Maya yang disandera dan diborgol di tangga, mulai merasa kehausan dan sedikit lapar. Tapi pagi ia tidak sempat sarapan. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Belum lagi kandung kemihnya terasa penuh karena belum sempat ia kosongkan sedari tadi. Polisi sialan itu makan atau latihan baris berbaris sih? Kok lama bener makannya?

Ceklek!

Pintu penghubung dapur akhirnya terbuka. Orlando melihat sekujur tubuh Maya sudah basah oleh keringat. Dia meninggalkan wanita ini terlalu lama rupanya. Wajahnya juga tampak merah karena kepanasan. Dalam diam Orlando melepas borgolnya.

"Mulai hari ini Anda saya izinkan bekerja di sini. Jam tujuh malam nanti Anda akan saya jemput pulang. Kerja yang benar dan jangan mulai mencari mangsa  di sini. Saya ke Mabes dulu." Orlando meninggalkan Maya begitu saja yang terlihat sedikit pusing karena dehidrasi dan kegerahan.

===================

Maya menata meja satu persatu dengan rapi dan cermat. Ia memang menyukai kerapian. Sedari tadi dia memang tidak henti-hentinya bekerja. Maya tahu teknik pengalihan pikiran yang paling efektif dan positif adalah bekerja. Oleh karena itu ia berusaha untuk membuat dirinya sibuk sesibuk-sibuknya.

"Mbak Maya, bisa tolongin saya nggak, Mbak." Salwa, salah seorang waitress yang baru masuk hari ini seperti dirinya membisikinya.

"Tentu saja bisa Salwa. Tapi dengan catatan kalo Mbak bisa menjawab ya? Ada apa Sal?"

"Ini ada orang asing yang minta makanan khas Indonesia. Tapi saya tidak tahu istilah menyebutkan lontong sayur beserta jajaran teman-temannya dalam bahasa inggris, Mbak. Lontong, sayur lodeh, serundeng, empal, sambal terasi dan urap ini apa sih bahasa inggrisnya, Mbak?" Orlando yang memang sudah datang sedari tadi untuk menjemput Maya pulang, mendengus dalam hati disamping pilar restaurant. Maya ditanya bahasa inggris tahu apa dia coba?

"Lontong itu disebut rice rolls. Sayur lodeh itu vegetables cooked in coconut milk. Serundeng itu baked coconut toping. Empal itu sweet fried beef. Sambal terasi disebut shrimp paste sambal dan urap itu vegetables with grated coconut." Jawab Maya lancar.

Mata Salwa melebar mendengar penjelasan menyeluruh Maya. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Maya ternyata bisa menjawab seluruh pertanyaannya. Jangankan Salwa, Orlando pun sedikit terkejut mendengar penjelasan Maya. Ternyata ia cukup berotak juga.

"Kalau siomay Bandung, dan pepes telor ikan, Mbak?" Seorang waitress ikut bertanya.

"Steamed dumplings Bandung style dan steamed fish roe."

"Kalau otak-otak bandeng dan arem-arem?" Makin ramai saja waitress yang ingin bertanya pada Maya.

"Stuffed milkfish dan stuffed rice rolls."

Semua waitress-waitress free lance itu bertepuk tangan mendengar jawaban-jawaban Maya.

"Mbak Maya pinter banget euy! Nggak nyangka saya. Eh tapi biasanya mereka kan juga suka nanya apa makanan kegemaran kita. Kalau dia nanya apa makanan favorit saya, apa yang harus saya jawab, Mbak?"

"Kamu suka makanan apa emangnya, Sal?"

"Rendang, Mbak."

"Oh kalau begitu bila ditanya bilang aja begini, my favorite food is spicy coconut beef. Indonesian people call it as a rendang. It is the most delicious food in the world. Gampang kan, Sal?" Maya mengedipkan sebelah matanya pada waitress yang masih abege itu.

"Ah siap, Mbak Maya!" Maya dan Salwa pun sama-sama tertawa. Hari ini Maya sangat gembira. Ia bisa bekerja dengan kedua tangannya dan bahkan bisa membantu orang lain seperti Salwa tadi misalnya. Maya sangat senang bisa dianggap berguna. Dia capek terus saja dihina-hina oleh orang-orang disekelilingnya saat ini.

Wajahnya sedikit berubah saat Orlando tiba-tiba muncul dari balik pilar. Memberi isyarat padanya untuk segera pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Ini waktunya Maya untuk pulang dan tugasnya akan diganti oleh waitress shift kedua. Maya malas sekali jika ia di ingatkan kalau dia harus pulang dan kembali kerumah para orang-orang suci itu.

===================

Tok! Tok! Tok!

Maya membuka matanya dengan malas. Ada apa lagi ini? Apakah Orlando kembali sakit karena dipaksa sudah masuk kantor padahal tubuhnya belum sehat betul? Maya sebenarnya malas sekali membukakan pintu untuk Ceu Esih. Dia masih trauma karena di maki-maki oleh Orlando semalam.

"Iya sebentar." Mau tidak mau Maya membuka pintu juga. Bagaimana pun dia cuma orang yang menumpang tinggal di sini. Ia harus tahu diri dan siap siaga jika dimintai pertolongan.

"Ada apa Ceu E--Pak Orlando? Ada apa Bapak kesini? Bapak masih sakit?" Maya berjinjit dan menyentuhkan punggung tangannya pada dahi dan leher Orlando. Sedikit panas memang. Tetapi tidak sepanas semalam yang mencapai suhu 40 derajat celcius. Mungkin dengan minum obat dan istirahat yang cukup suhu tubuh Orlando mudah-mudahan akan bisa kembali normal.

"Tubuh Bapak memang masih sedikit panas. Itu terjadi mungkin karena Bapak belum sehat benar tapi sudah kembali melakukan aktifitas fisik, apalagi di luar ruangan. Makanya demamnya kembali lagi. Bapak minum obat penurun panas dan istirahat yang cukup saja, mudah-mudahan besok pagi Bapak sudah sembuh seperti sedia kala. Mau saya ambilkan obat deman?" Maya bermaksud keluar dan mengambilkan obat untuk Orlando.

"Saya sudah mengukur suhu tubuh saya sendiri. Tiga puluh delapan derajat Celcius kurang dua derajat. Dan saya juga sudah minum obat."

"Baguslah kalau begitu. Berarti Bapak tinggal beristirahat saja minimal delapan jam sehari. Tidurlah, Pak Polisi." Maya bermaksud mengusir Orlando secara halus. Dia risih saat Orlando ada di dalam kamarnya tengah malam buta seperti ini.

"Oke. Kalau begitu mari kita tidur."

"Hah? Mak--maksud Bapak itu a--apa?" Maya membulatkan matanya saat Orlando terlihat menutup pintu kamarnya dan menguncinya sekaligus. Pelan namun pasti darah ditubuh Maya mulai seperti terserap habis karena kecemasan dan kekhawatirannya. Ini situasi yang tidak pernah ia harapkan.

Maya dan Salwa

Comments (1)
goodnovel comment avatar
yenyen
ngakak baca menu nya hahahaha
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status