Usai bel sekolah aku buru-buru membereskan bukuku, mungkin aku akan pulang diam diam tanpa menemui Alex, semoga dia belum keluar kelas, namun baru saja kakiku melewati pintu kelas aku merasakan sebuah tangan melingkari bahuku
"Kita pulang sekarang?," sahutnya.
Aku melihatnya sepintas dari ekor mataku. "Bisa tolong kau kondisikan tangamu?," ucapku tidak menghiraukan pertanyaanya, dan untunglah dia menuruti ucapanku dan kami pun berjalan bersisian.
"Aku akan mengantarmu pulang, mobilku diparkir disana, ayo." Dia menunjuk ke arah dimana mobilnya terparkir.
"Maaf, tapi sepertinya aku tidak bisa, aku tidak biasa pergi dengan orang asing, sekali lagi aku minta maaf, lagipula pamanku pasti menjemputku"
"Oh.. kau tidak tau saja, bahkan di alam semesta ini aku adalah orang yang paling dekat denganmu," gumamnya perlahan namun aku masih bisa mendengarnya serta melihat wajahnya yang berubah murung.
"Maaf? Kau barusan bilang apa?," tanyaku ingin memastikan.
"Ah.. tidak, bukan apa-apa, baiklah mungkin lain kali aku bisa mengantarmu pulang, benarkan?"
"Baiklah, tapi aku ga bisa janji"
Akhirnya kami berpisah di depan gerbang sekolah, namun hingga Paman Taylor menjemputku, Alex tidak beranjak dari tempatnya bahkan sampai mobil paman berjalan keluar gerbang sekolah, dia terus mengawasi kami, atau mungkin itu hanya perasaanku saja, entahlah.
"Apa harimu menyenangkan?" Paman Taylor membuka percakapan.
"Sepertinya begitu"
Kuurungkan niatku untuk menceritakan tentang Alex dan segala keanehanya.
"Baguslah, apa kau sudah mempunyai teman?"
"Ada beberapa, tapi kami kan baru kenal, ini hari pertamaku sekolah kalau kau lupa?" Aku terkekeh kecil dan paman hanya menanggapinya dengan senyum.
"Disana ada temanku juga yang bekerja sebagai guru, mungkin nanti kau akan berkenalan dengannya" paman masih saja mengajaku ngobrol.
"Iya, kita lihat saja nanti"
"Baiklah sayang, kita sudah sampai, kau turunlah, aku harus kembali ke kantor, mungkin akan pulang larut malam, kau baik-baik di rumah ya"
"Ok paman, jangan khawatir"
Dan aku pun masuk kedalam rumah sendirian, kamarlah tujuan langkahku, aku ingin membersihkan tubuhku lebih dulu baru kemudian memesan makanan secara online.
Selesai mandi aku merebahkan tubuhku di kasur, dan menunggu pihak restauran mengantarkan pesananku, dan aku kembali mengingat perasaan aneh saat bertemu Alex tadi, dan juga sentuhan yang mengandung kejutan listrik itu.
Saat sedang melamun tiba tiba ponselku berdering, dengan menunjukan nomor lokal. Aku menimbang sesaat untuk menerima panggilan itu atau tidak, karena nomornya tidak tercantum di kontak listku. Rasa penasaran membuatku menerima panggilan dari nomor tak di kenal tersebut.
"Hallo"
["Hai Vanessa maaf mengganggu, aku Susan, aku dapat nomormu dari Rose, apa aku mengganggu?"]
"Ohh, hai Susan, tidak... tidak sama sekali, senang berkenalan denganmu," jawabku walau dengan kening berkerut. 'aneh' gumamku dalam hati.
["Ah syukurlah kalau begitu, aku menelpon karena ingin mengajakmu jalan jalan ke mall malam ini, kita akan makan malam dan nonton film, kebetulan ada film baru launching, apa kamu tertarik?"]
"Entahlah Susan, aku ehm... sepertinya aku ingin beristirahat di rumah"
["Oh ayolah Vanessa, anggap saja ini sambutan selamat datang dari kami"]
"Kami?"
["Iya, aku, Alex, dan Liam"]
Aku berpikir sesaat, entah kenapa dadaku berdesir saat mendengar nama Alex. "Baiklah, jam berapa ketemuanya? Kau bisa share lokasinya, nanti aku akan pergi kesana"
Entah kenapa aku jadi menerima ajakan Susan. Aku meyakinkan diriku hal ini bukan karena ada Alex disana, kupastikan bukan karena hal itu. Ini hanya karena aku merasa bosan di rumah terus beberapa hari ini, dan juga tidak ada salahnya kan mencoba memiliki teman hangout bareng? iya, pasti karena itu, tentu saja.
["Tidak... tidak, kami akan menjemputmu, kamu tunggu saja di rumah, ok?"]
Kembali terderangar suara Susan di seberang sana.
"Oh begitu ya, baiklah"
["Bagus, kau bersiaplah, dua jam lagi kami menjemputmu"]
Setelah aku mengakhiri panggilan telponku berbunyi lagi, kali ini ada pesan singkat.
Rose: ["Hai Vaness, tadi di sekolah Susan meminta nomormu, maaf aku memberikanya tanpa ijinmu, karena dia bilang ada hal penting yang ingin dia bicarakan denganmu, kuharap kamu tidak keberatan"]
Me: "Tidak apa apa Rose, baru saja Susan menelponku, baiklah aku harus bersiap siap, sampai ketemu di sekolah besok ya"
Setelahnya kembali hpku berbunyi, kali ini pesan masuk dari nomor tak dikenal.
+1*******: ["Hai Vanessa, aku Alex, boleh minta share lokasimu? Aku dalam perjalanan untuk menjemputmu"]
Dari Alex ternyata, jantungku berdegup kencang hanya dengan membaca pesan darinya, dan aku share lokasi tempatku berada tanpa memberikan ucapan apapun, aku merasa gugup walaupun itu hanya berhadapan dengan pesan di hpku darinya.
Akupun teringat akan pesanan makananku, kemudian aku menelpon kurir yang sedang dalam perjalanan mengantarkan makanan ke rumahku, aku memintanya untuk menyimpan pesananku itu di depan pintu, tanpa menungguku. Untunglah aku sudah membayarnya via transfer, aku hanya tinggal menyiapkan uang tips di depan pintu saja sebelum pergi.
Aku berjalan mondar mandir di kamarku, untuk sesaat aku ragu akan keputusanku menerima ajakan Susan.
“Apa aku batalkan saja ya?,” tanyaku dalam hati, lalu aku mengambil ponselku untuk mengirim pesan singkat ke Alex, memintanya untuk putar balik saja, tapi yang terjadi adalah aku mengirim pesan singkat kepada Paman Taylor untuk mengabarkan bahwa aku pergi keluar bersama teman-teman baruku, dan mungkin akan kembali malam hari nanti.
Aku menghela napas panjang, ini aneh sekali, baru pertama kali ini otak dan hatiku tidak seiring sejalan, atau mungkin ini karena aku masih dalam suasana berduka? bisa jadi ini adalah efek dari hatiku yang sedang bersedih karena mendapat duka kehilangan papaku secara mendadak.
Akhirnya aku memutuskan untuk bersiap siap, membuka lemari bajuku dan memilih baju yang akan kupakai, beberapa kali aku mencoba coba beberapa baju, sebelum memutuskan memakai baju yang mana.
Ah... kenapa serepot ini? bukankah ini hanya jalan-jalan biasa saja? sama seperti hal yang biasa aku lakukan bersama teman temanku di Indonesia sana.
Sebelum duduk di meja rias aku kembali mengecek ponselku, namun tak kutemukan pesan ataupun telpon dari Alex, kemudian aku memberanikan diri mengiriminya pesan singkat untuk menanyakan apakah dia sudah dekat atau masih jauh, serta memintanya untuk berhati hati dalam berkendara, tanpa sengaja aku menekan tombol emoticon love bersamaan dengan menekan tombol send. Saat menyadarinya aku panik dan dengan tergesa gesa mencoba menekan tombol unsend, namun terlambat, disana tertera tanda bahwa pesanku sudah dibaca oleh penerima.
"Aarrrgghhh" Aku melempar ponsel ke atas kasur dan menutup wajah dengan kedua tanganku, aku malu sekali, maluuu. Apa yang dipikirkan Alex nanti tentangku?
Ponselku kembali berbunyi, dan aku sangat yakin itu pasti balasan pesan dari Alex. Aku tak mau membuka pesanya, aku sangat malu, lebih baik aku mulai bersiap siap saja.
Setelah selesai berdandan dan mengganti bajuku, aku menunggu Alex di sofa ruang tamu, sambil sesekali melirik penampilanku di kaca besar yang ada di pojok antara ruang tamu dan ruang TV. Aku menata rambutku sedikit curly dan memoles tipis wajahku dengan make up, juga memakai dress selutut warna jingga, tidak terlalu formal tapi tidak terkesan santai juga.Tak berapa lama aku mendengar klakson mobil dari luar, aku melihat mobil audi warna hitam memasuki pekarangan rumahku, aku beranjak dari sofa dan keluar menghampiri mobil tersebut, dan kulihat Alex keluar dari sana."Sudah siap?," tanyanya.Aku hanya tersenyum kecil dan menganggukan kepala, Alex membukakan pintu mobil untukku, mobil yang hanya berisi dua orang saja, untuk pengemudi dan satu penumpang. Kulihat selera Alex dalam memilih mobil cukup tinggi."Dimana Susan dan Liam?," tanyaku setelah Alex duduk dibelakang kemudi."Mereka jalan duluan untuk membooking tempat makan dan beli tiket bioskop untuk kita berempat," jawabnya.Sela
Pagi ini aku bersiap hendak berangkat sekolah, paman sudah berangkat pagi sekali ke kantornya, dia bilang sedang banyak kerjaan jadi tidak sempat mengantarku sekolah, akhirnya aku memutuskan untuk memesan uber.Masih mengunyah zucchini bread, aku berdiri hendak meninggalkan meja makan, meraih ponselku dan membuka applikasi taksi online tersebut. Saat itulah aku mendengar klakson mobil dari arah luar. Aku penasaran dan mengecek keluar melalui jendela rumah, dan aku melihat mobil Alex terparkir disana, sang pemilikpun terlihat keluar dan berjalan mendekati pintu rumah, meskipun aku melihatnya mendekat tak urung aku terkejut mendengar bel pintu yang berbunyi nyaring itu, tak mau membuatnya menunggu lama aku membukakan pintu."Ada apa?," tanyaku masih terheran heran dengan kedatanganya pagi-pagi sekali di rumahku."Menjemputmu, apa kau sudah siap? Kalau sudah ayo berangkat" wajah Alex terlihat sangat bahagia saat mengatakan hal tersebut."Hei tunggu! Aku belum menyatakan kesediaanku. Lagi
Aku berjalan terburu buru keluar kelas menuju kantin, sebelum Alex kembali mengekoriku, aku mengambil jalan memutar, meski harus melewati ruang guru, bukan apa apa, aku hanya risih dengan tatapan siswa lain akan kedekatanku dengan Alex, walaupun Alex sendiri bukanlah termasuk the most wanted boy di sekolah, atau mungkin akunya saja yang belum terbiasa, dan masih ada ganjalan di hatiku tentang telpon yang diterimanya saat kami makan malam.Saat sedang melintas depan ruang guru tepatnya depan ruang Miss Martha tiba tiba sang pemilik ruangan keluar dan menyapaku."Vanessa? Kamu Vanessa kan? Keponakanya Taylor?""Iya miss? Ada yang bisa saya bantu?""Ahh bukan apa apa, bagaimana kabar pamanmu?""Ohh paman, dia baik"Aku teringat Paman Taylor pernah bercerita bahwa dia punya teman yang mengajar di sekolahku. Aku langsung memberikan senyum manisku padanya."Ohh begitu, apa kamu mau ke kantin?""Iya miss, saya mau makan siang di kantin""Bagaimana kalau makan siang di ruangan saya? Kebetulan
Sepulang sekolah sesuai rencana kami semua berkumpul di rumahku untuk mengerjakan tugas yang di berikan Miss Martha, seperti kemarin aku berdua Alex di mobilnya dan Susan di mobilnya Liam, kami berpisah di persimpangan karena Susan hendak membeli bahan bahan untuk memasak di rumahku, tadi dia bilang selain belajar kami juga akan makan malam bersama dan Susanlah yang akan menjadi chefnya.Sesampainya di rumah aku melihat jendela kaca yang tadi pagi pecah telah utuh kembali, dan keadaan rumah juga sudah rapih kembali, tidak ada pecahan kaca seperti saat aku meninggalkan rumah untuk berangkat sekolah tadi pagi, mungkin paman yang sudah membereskan semua kekacauan yang terjadi tadi pagi.“Kita istirahat saja dulu sambil menunggu Liam dan Susan”Alex merebahkan tubuhnya di sofa, seolah ini adalah rumahnya sendiri. Aku beranjak ke dapur untuk mengambil minuman dan snack untuk kami berempat, sambil menunggu Susan dan Liam aku dan Alex ngobrol santai .Alex masih di sofa namun kali ini sudah
Sesampainya didalam kamar aku tak henti hentinya bertanya pada Susan, aku sungguh sangat heran dan penasaran kenapa sikap mereka bertiga sangat aneh, dan seperti penuh kekhawatiran. Sebelum sempat mendapat jawaban dari Susan tiba tiba aku mendengar suara lolongan serigala, itu terdengar sangat dekat. "Susan, apa kau dengar itu? Itu seperti suara serigala." Aku langsung melompat kaget dan terduduk di sofa kamar. "Dimana? Aku tidak mendengarnya" Jawaban Susan membuatku sangat heran karena aku yakin sekali dengan apa yang kudengar tadi. "Buka telingamu Susan, itu terdengar jelas sekali, sepertinya mereka sangat dekat dengan kita" "Tapi tidak terdengar apa apa olehku, kau tenanglah semua akan baik baik saja" Susan mengusap usap pelan bahuku dan tersenyum. Bagaimana mungkin Susan dengan santainya meminta aku untuk tenang, semua ini tidak masuk akal olehku, ditambah lagi sikap mereka, aku berusaha mencari cari celah untuk lari keluar kamar dan melihat apa yang terjadi di bawah, namun s
Setelah beberapa saat menunggu akhirnya Susan dan Liam kembali, mereka membawa tukang untuk membetulkan pintu rumahku yang rusak, entah mereka dapat dari mana, dan karena acara masak memasak kami tadi sempat rusak, akhirnya kami memesan pizza dan makan dalam diam, aku memberikan satu box besar pizza kepada Max, diapun makan dengan lahap. "Aku akan membereskan ini semua, dan dapur juga" Susan tiba tiba bersuara memecah keheningan. "Aku akan membantumu" sahutku. "Tidak Vaness, biar aku membereskan semuanya, kau tenang saja, lebih baik kau ke kamarmu" "Susan benar Vaness, kau istirahatlah biar tenang, sekarena kau terlihat tegang sekali, tapi kau tenang saja kali ini tidak akan ada kekacauan lagi" Liam menimpali sambil terkekeh. Jika kedua pasangan itu sudah berkolaborasi, susah sekali untuk ditentang, dan akupun akhirnya membawa Max keatas, ke kamarku untuk beristirahat dan membiarkan kekacauan di bawah di urus oleh Liam dan Susan. Karena aku terbiasa mandi sebelum tidur aku pun be
Saat pagi menjelang, aku terbangun dengan mendapati diriku yang sedang memeluk Alex. Aku terkejut melihatnya terbaring disisiku, terlebih aku memeluknya. Lalu ingatanku melayang pada kejadian semalam, saat badai turun.Lalu potongan memory bermain di kepalaku, akhirnya aku mengingat apa yang terjadi semalam. Wajahku memerah dan perlahan melepaskan tanganku yang sedang memeluk Alex. Akupun turun dari ranjang dan berjalan menuju jendela kamar, kulihat salju masih turun, dan pepohonan serta rumah-rumah sudah tertutup salju tebal. Udara begitu dingin, aku bermaksud menyalakan pemanas yang ada di kamarku. Saat itulah aku tersentak kaget, teringat sesuatu.“Semalam turun salu disertai badai, dan pemanas di kamarku dalam keadaan mati, jadi bagaimana mungkin tubuhku tidak membeku?”Aku bergumam sendiri merasa heran, lalu aku menoleh ke arah Alex yang masih tertidur pulas, kulihat dia masih bertelanjang dada. Karena terkejut dan juga penasaran, aku pun menghampirinya, dan sedikit menyibakan se
“Wow woa.. tunggu dulu! Aku belum menyatakan kesediaanku atas usulan kalian”Aku heran mengapa Alex terkesan ingin buru-buru membawaku pindah ke rumahnya? Apa yang dia rencanakan? Aku harus berhati-hati, dengan semua kejadian ini aku merasa semua perlu meningkatkan kewaspadaanku dan juga tida mau gampang percaya pada semua orang, walaupun itu Alex sekalipun.“Baiklah, jika kau tidak bersedia tinggal di rumahku, tapi kau harus mengijinkan kami untuk tinggal disini, agar kami bisa menjagamu”Akhirnya kamipun sepakat dengan usulan Alex yang terakhir. Kami berempat akan tinggal di rumahku sampai Paman Taylor ditemukan.Hari berganti minggu, Paman Taylor masih belum juga di temukan, beberapa kali aku datang ke kantor polisi ditemani Alex untuk menanyakan hasil pencarian mereka, namun belum juga aku mendapatkan kabar baik.Liam dan Susan sesekali pulang ke rumah mereka, hanya Alex yang selalu menemaniku setiap hari. Namun hari ini, aku tidak menemukan Alex dimanapun, aku sudah mencarinya k