Share

Bab 8. Hello max

Sesampainya didalam kamar aku tak henti hentinya bertanya pada Susan, aku sungguh sangat heran dan penasaran kenapa sikap mereka bertiga sangat aneh, dan seperti penuh kekhawatiran.

Sebelum sempat mendapat jawaban dari Susan tiba tiba aku mendengar suara lolongan serigala, itu terdengar sangat dekat.

"Susan, apa kau dengar itu? Itu seperti suara serigala." Aku langsung melompat kaget dan terduduk di sofa kamar.

"Dimana? Aku tidak mendengarnya"

Jawaban Susan membuatku sangat heran karena aku yakin sekali dengan apa yang kudengar tadi. "Buka telingamu Susan, itu terdengar jelas sekali, sepertinya mereka sangat dekat dengan kita"

"Tapi tidak terdengar apa apa olehku, kau tenanglah semua akan baik baik saja" Susan mengusap usap pelan bahuku dan tersenyum.

Bagaimana mungkin Susan dengan santainya meminta aku untuk tenang, semua ini tidak masuk akal olehku, ditambah lagi sikap mereka, aku berusaha mencari cari celah untuk lari keluar kamar dan melihat apa yang terjadi di bawah, namun sepertinya Susan sudah membaca gerak geriku dia malah menarikku untuk duduk di ranjang, menjauhkanku dari pintu.

"Dengar Vanessa aku ingin bertanya sesuatu padamu"

"Mau tanya apa? Pertanyaanku saja tidak satupun kau jawab, sekarang kamu malah ingin bertanya padaku" protesku kesal.

"Maaf, aku tidak bermaksud tidak sopan, tapi aku bingung harus memulai cerita dari mana"

Aku mengerutkan dahi mendengar kalimatnya, "Cerita apa? Memangnya ada apa? Apa yang kalian sembunyikan dariku?" cecarku.

"Tenanglah Vanessa, sebelumnya aku ingin tau pendapatmu tentang satu hal"

"Apa itu? Katakan"

"Ehm.. Apa.. kau percaya sesuatu yang dianggap tidak ada di dunia ini? Tetapi sebenarnya ada? Maksudku.. apa kamu percaya mahluk mitologi itu ada?"

"Apa maksudmu? mengapa aneh sekali pertanyaanmu? aku bicara serius kau malah mengalihkan pembicaraan ke pertanyaan konyol seperti itu" aku sedikit jengkel dengan sikap Susan.

"Tenanglah Vaness, kau jawab saja pertanyaanku tadi, bisa?"

Aku mengusap wajahku kasar sebelum membuka mulut. "Tentu saja aku tidak percaya, itu semua hanya ada di dongeng atau cerita novel, semuanya hanya mitos, tidak benar benar ada di dunia ini" semburku sambil berdiri dan berkacak pinggang, aku sungguh kesal sekali.

"Bagaimana jika pendapatmu itu salah? Bagaimana jika apa yang kamu tidak percayai itu ternyata ada di dunia nyata" Susan dengan sabar kembali bertanya sambil meraih tanganku untuk duduk lagi.

"Mengapa tidak kamu jelaskan saja ada apa? Tidak perlu berbelit belit seperti ini" aku benar benar jengkel dibuatnya, gemas sekali dengan sikap Susan ini.

Namun Susan malah tersenyum tenang menatapku, "satu lagi, apa kamu percaya werewolf?"

"Ayolah Susan, itu hanya mitos, mahluk seperti itu tidak ada di dunia"

kembali aku menghembuskan napas kasar dan berjalan mondar mandir dengan tidak sabar, melihat mulut Susan yang terbuka namun tertutup lagi, seperti hendak mengatakan sesuatu namun tidak jadi, dan kesempatan itu aku gunakan untuk lari kearah pintu dan langsung menuruni tangga, aku sungguh penasaran ingin melihat apa yang mereka perbuat dibawah sana, lagi pula ini rumahku kan? Aku punya hak untuk tau.

Sesampainya di lantai bawah rumah aku melihat pintu rumahku yang rusak, seperti habis diterjang pohon besar.

"Ya Tuhan" aku memekik kaget, dan saat itu aku melihat Liam bertelanjang dada, hanya mengenakan celana pendek selutut.

"Argh..Liam, kau tidak sopan sekali" aku langsung memalingkan wajahku ke arah lain dan hendak memutar balik tubuhku, namun belum sempat aku berbalik tiba tiba mataku melihat sosok anjing yang begitu besar, tingginya hampir sama denganku, itu besar sekali, warna bulunya silver, ohh tidak ... itu lebih ke abu abu dengan beberapa corak putih, entahlah anjing ras apa itu?.

Saking kaget dan ketakutan akupun berteriak sambil berlari kembali keatas, ke kamarku dan langsung menutup pintu serta menguncinya, tak kutemukan Susan didalam, mungkin dia tadi ikut keluar kamar pas aku kabur darinya.

Tok tok tok

"Vaness, tolong buka pintunya"

Itu suara Susan, aku langsung berlari ke arah pintu dan membuka kuncinya, lalu menarik Susan untuk masuk

"Dd..diluar ada anjing besar sekali, kau juga takut kan? makanya berlari menyusulku ke kamar?" tanyaku.

Susan menatap wajahku yang aku yakin sudah seperti mayat, serta keringat yang membanjiri dahiku dan tangaku yang gemetar, Susan langsung memeluku.

"Tidak apa apa, jangan takut itu hanya Max" ucapnya, dan aku langsung mengurai pelukanya.

"Apa kamu bilang? Max?"

"Iya, Max itu peliharaan kami, dan ini rahasia, maukah kau merahasiakanya juga?"

Aku terduduk lemas di lantai, jadi itu anjing peliharaan? dan itu milik Susan?

"Jadi itu anjingmu?" tanyaku lagi.

"Err... Anggap saja begitu" jawab Susan sambil memperlihatkan gigi gigi kecilnya dan menggaruk kepala.

"Dengar Vaness, tadi maid di rumahku mengirim pesan, katanya Max di rumah uring uringan dan biasanya hanya aku dan Liam yang bisa menenangkanya, jadi aku menyuruhnya untuk membawanya kesini, dan menyuruh Liam untuk menenangkanya, dan aku membawamu ke kamarmu agar kamu tidak syok, aku minta maaf soal pintu rumahmu, kami akan memperbaikinya" Susan akhirnya memberiku penjelasan panjang lebar.

Aku hanya ber ohh ria sembari menarik napas lega, akupun menyandarkan punggungku ke ranjang.

"Mengapa kamu ga jujur aja dari tadi? Jadi kan aku ga sekaget ini"

"Maaf" ujarnya.

"Baiklah, ayo kita keluar, aku penasaran dengan Max" ucapku sambil berdiri dan mengamit lengan Susan.

"Kamu sudah tidak takut lagi?"

"Masih, sedikit, tapi aku juga penasaran" jawabku.

Kamipun turun ke bawah, disana Liam sudah berpakaian rapi kembali, dan disampingnya kulihat anjing besar itu sedang duduk tenang.

Dengan perlahan aku mendekati Max, sedikit takut ku ulurkan tangan mengusap bulu puncak kepalanya, jika posisinya sedang duduk begini tingginya sedikit lebih rendah dariku.

"Hei sepertinya kau suka aku sentuh ya?" aku tertawa kecil melihat respon Max yang memejamkan mata sambil menggosokan kepalanya ke tubuhku, tanganku masih mengusap usap kepalanya.

"Sepertinya Max jatuh cinta padamu Vaness" Liam berkomentar, Aku dan Susan tertawa mendengarnya.

"Baiklah Max, mulai sekarang kita akan berteman, aku akan menjaga rahasiamu" ucapku sambil memeluk Max, dan dia mulai menjilati pipiku, "Hei tidak Max, jangan lakukan itu, aku kegelian" aku menjauh dari max, dan melihat matanya sepertinya max kecewa dengan jarak yang aku buat.

"Jangan menjilat jilat wajahku, ok?" kataku, Max terlihat mengerti ucapanku, dia lantas merendahkan tubuhnya, dan memalingkan wajahnya kearah lain, menunjukan kekecewaanya, sepertinya Susan sukses melatih anjing ini untuk mengerti perkataan manusia.

"Baiklah baiklah, kamu boleh menjilati wajahku max, tapi hanya jika dengan ijinku, ok? Deal?" kataku sembali mengulurkan tangan dan sangat mencengangkan Max mengangkat satu kaki depanya dan meletakanya di telapak tanganku, aku sungguh takjub melihatnya.

"Wow Susan, anjingmu ini sungguh pintar" ucapku dengan wajah berseri seri, namun sepertinya Max tidak menyukai ucapanku, dia menggeram marah sampai sampai aku terlonjak kaget dan sedikit menjauh darinya.

"Ohh tidak, dia kenapa Susan? Apa ada yang salah dengan ucapanku?"

"Ehm.. Vaness.. Aku lupa menjelaskan padamu, Max tidak suka dianggap anjing" jawab Susan sambil memutar bolamatanya malas.

"Hahahha, kau lucu sekali Max, aku gemas jadinya" aku tertawa sampai mataku menyipit, dan berhenti tiba tiba saat menyadari sesuatu.

"Ngomong ngomong dimana Alex? Aku dari tadi tidak melihatnya"

"Ehm oh, it ituu... tadi Alex ikut pulang bersama maid yang mengantar Max kesini, katanya orangtuanya tidak mengijinkan dia menginap disini" jawab Liam.

"Oh ya? Tapi itu mobilnya Alex masih disini? Kenapa di tinggalkan?" tanyaku penasaran.

"Iya, tadi kan dia ikut mobil yang dikendarai maidku, katanya untuk berjaga jaga barangkali nanti kita ingin keluar, kan mobil Liam tidak cukup untuk kita bertiga, kita butuh dua mobil" kali ini Susanlah yang menjawab pertanyaanku.

Lagi lagi aku hanya ber oh ria mendengar penjelasan Susan, memang sih kedua mobil Alex dan Liam hanya terdapat dua kursi, satu untuk penumpang dan satu untuk supir.

"Ehm... Vaness, sepertinya aku dan Susan harus pergi, kami akan memanggil orang untuk memperbaiki pintu rumahmu, apakah kau tidak apa apa kami tinggal berdua dengan Max?"

"Ohh, itu tidak apa apa Liam, pergilah, lagipula sepertinya Max cukup pintar untuk mengerti apa yang aku katakan, dia juga cepat nurut" sahutku sambil mengusap usap wajah max.

"Baiklah, kami tinggal sebentar"

"Ok, berhati hatilah kalian" ucapku sambil melambaikan tangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status