Share

Bab 7. Kejadian aneh

Sepulang sekolah sesuai rencana kami semua berkumpul di rumahku untuk mengerjakan tugas yang di berikan Miss Martha, seperti kemarin aku berdua Alex di mobilnya dan Susan di mobilnya Liam, kami berpisah di persimpangan karena Susan hendak membeli bahan bahan untuk memasak di rumahku, tadi dia bilang selain belajar kami juga akan makan malam bersama dan Susanlah yang akan menjadi chefnya.

Sesampainya di rumah aku melihat jendela kaca yang tadi pagi pecah telah utuh kembali, dan keadaan rumah juga sudah rapih kembali, tidak ada pecahan kaca seperti saat aku meninggalkan rumah untuk berangkat sekolah tadi pagi, mungkin paman yang sudah membereskan semua kekacauan yang terjadi tadi pagi.

“Kita istirahat saja dulu sambil menunggu Liam dan Susan”

Alex merebahkan tubuhnya di sofa, seolah ini adalah rumahnya sendiri. Aku beranjak ke dapur untuk mengambil minuman dan snack untuk kami berempat, sambil menunggu Susan dan Liam aku dan Alex ngobrol santai .

Alex masih di sofa namun kali ini sudah dengan posisi duduk, tidak lagi rebahan, dan aku duduk di sofa single sambil memangku bantal kecil dan juga toples snack di tanganku.

"Vanessa, boleh aku tanya sesuatu?" tiba tiba Alex menatapku serius dan bertanya.

"Tanyalah," jawabku singkat.

"Apa di Indonesia sana kamu punya teman dekat? Maksudku teman istimewa?"

"Teman istimewa bagaimana? Pacar maksud kamu?" langsung saja aku skakmat pertanyaanya.

"Ehm.. yaa, seperti itu," jawabnya tergagap

"Ohh, tidak, aku tidak punya, karena aku lebih fokus untuk belajar.

"Syukurlah" gumam Alex pelan, namun aku masih mendengarnya dengan jelas.

"Apa?" tanyaku pura-pura kalau aku tak mendengar ucapanya.

"Ohh tidak apa-apa sweety, aku hanya sedang bernyanyi kecil tadi"

Aku hanya menggelengkan kepala, mendengar Alex berbohong.

Akhirnya Susan dan Liam datang juga, mereka membawa belanjaan lumayan banyak, aku dan Alex membantu mereka membawanya ke dapur.

Saat kembali ke ruang tengah aku tertegun melihat tas ransel besar disana. Seperti bisa membaca pikiranku, Susan kemudian menjelaskan bahwa mereka bertiga akan menginap di rumahku.

"Apa?" aku terkejut dengan penjelasan Susan itu.

"Ini permintaan Paman Taylor, karena beliau tidak akan pulang malam ini, kamu bisa baca pesannya di hpku" Alex ikut menjelaskan kepadaku.

"Tapi kenapa paman tidak langsung chat aku aja atau telpon?" aku langsung mengambil ponselku dan baru aku sadar ponsel tersebut dalam keadaan mati, aku lupa mengisi daya dari semalam.

"Baiklah, kalian boleh menginap disini" akhirnya aku mengalah.

Untung rumah paman lumayan besar, dengan beberapa kamar tidur yang masing masing ada kamar mandi di dalamnya.

Dua diantaranya berada di lantai bawah, dan ada kolam renang di sebelah taman disamping ruang makan yang hanya di batasi sliding door.

Jadi kami bisa makan dengan melihat  hamparan taman bunga yang indah, dan juga kolam renang.

Di belakang ada ruang gudang yang lumayan besar, berisi bermacam macam barang dan perkakas yang aku sendiri tidak tau nama dan kegunaanya, sepertinya usia benda-benda tersebut lebih tua dari usiaku, atau bahkan usia paman sekalipun. Dan menurutku itu tidak mengherankan mengingat rumah ini adalah peninggalan leluhur keluarga papaku.

Kamipun mulai membagi tugas masing masing dalam mengerjakan kerja kelompok, kami berempat duduk mengelilingi meja bundar di ruang baca.

Sesekali Liam melontarkan kalimat lucunya di sela sela keseriusan kami mengerjakan tugas, kelakar Liam sedikit banyaknya mengurangi keresahan pikiranku saat teringat teror yang kami hadapi tadi pagi.

Sayang sekali paman Taylor harus bermalam di kantornya, padahal banyak yang ingin aku tanyakan padanya. Aku penasaran sekali tentang orang yang melemparkan tembakan ke arah rumahku, entah mengapa aku jadi teringat akan orang orang yang berusaha menculik aku dan Kak Dimitri dulu,saat aku masih kecil. Beruntung aku dan Kak Dimi berhasil meloloskan diri dengan bantuan seorang bapak. Sampai saat ini aku belum melupakan wajah dan nama penolong kami itu.

"Bagianku sudah selesai" ucap Susan sambil mendorong kertas tugasnya ke depan.

Suara Susan menyadarkan aku dari lamunan tentang masa kecilku di Indonesia sana. "Aku juga hampir selesai, tinggal sedikit lagi" sahutku tak mau kalah.

"Liam, Alex apa kalian tidak merasa lapar? bagaimana kalau kita break dulu? kau juga Vaness, sebaiknya kau tinggalkan dulu pekerjaanmu, nanti setelah makan malam kita lanjutkan lagi"

"Tunggu sebentar Susan, ini hanya tinggal sedikit lagi," jawabku.

"Woah... bagianku masih banyak, tapi Susan benar, lebih baik kita menyiapkan masakan dulu untuk makan malam kita, bagaimana denganmu Alex?" Liam merentangkan tanganya dan menggerakan tubuhnya ke kiri dan ke kanan.

“Itu karena kau dari tadi mengerjakanya sambil bercanda Liam sayang, seandainya kau lebih serius lagi pasti saat ini pun kau sudah selesai dengan bagianmu itu” Susan mencubit pipi kekasihnya dengan gemas.

"Ok, kita break dulu" Alex menyetujui permintaan Liam dan Susan untuk melanjutkan mengerjakan tugas kami setelah kami semua merasa kenyang.

Kamipun mebereskan kertas dan buku buku, dan memulai acara masak memasak untuk makan malam. Alex membuat daging panggang, sementara Susan memasak lasagna dan tuna sandwich dengan dibantu Liam, sedangkan aku hanya memerhatikan mereka dan membantu Alex sedikit.

Saat sedang asik memasak tiba tiba Alex dan yang lainnya menghentikan kegiatan mereka, dan sikap mereka bertiga seperti orang yang sedang waspada. Aku mengernyitkan dahi melihat tingkah mereka yang terasa aneh bagiku.

"Susan, bawa Vanessa ke atas" Alex membuka suara.

Susan pun langsung menggandeng lenganku. "Ikutlah denganku sebentar Vaness"

"Tunggu dulu, ini ada apa ya? Apa maksud semua ini? Mengapa aku harus keatas?" aku memberondong mereka dengan beberapa pertanyaan karena merasa heran atas perubahan sikap mereka yang tiba-tiba.

“Aku akan menjelaskanya nanti begitu kita sudah di atas” Susan menatapku dengan pandangan memohon.

"Benar Vaness, aku janji akan menjelaskan semuanya padamu, sekarang tak ada waktu lagi, tolong menurutlah sebentar" Alex memegang kedua bahuku dan berbicara dengan suara pelan setengah berbisik.

"Ayolah Vaness, kita keatas sebentar, aku janji tidak akan ada apa apa dan tidak akan lama" Susan kembali membujukku, sama dengan Alex, Susanpun berbicara dengan suara pelan.

"Susan benar Vaness, tolonglah, untuk kali ini saja, menurut dulu, nanti akan kami jelaskan semuanya" Liam angkat bicara untuk membantu membujuku.

Akhirnya mau tak mau aku menurut, dengan perjanjian mereka harus menjelaskan semuanya kepadaku sedetail detailnya. Aku menunjukan arah kamarku pada Susan yang mengekoriku di belakang, walaupun dalam hati aku bertanya tanya dan sangat penasaran tapi kusabarkan hatiku menunggu penjelasan dari mereka.

Namun ada sesuatu yang mengganjal hatiku, wajah mereka bertiga terlihat tegang, ada apa sebenarnya? Dan mengapa mereka saat ini berbicara dengan berbisik-bisik?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status