Elok mengunci pintu rooftop kantor dari luar, untuk memastikan tidak ada yang akan mendengar perbincangannya dengan Restu kali ini. Sementara itu, beberapa dewan direksi dan manajer yang berada di ruang serba guna, kini masih berada di sana untuk membahas beberapa hal. Elok yakin, semua itu pasti ada kaitannya dengan Restu.
“Cepat sekali pergerakanmu,” cibir Elok menghampiri Restu yang sudah berdiri santai, sambil memegang sisi pagar beton setinggi dadanya. “Pak Raka itu kakekmu sendiri, tapi—”
“Jangan menghakimi, kalau kamu belum tahu semua masalah yang ada di dalam keluarga Antasena.”
“Apapun masalahnya, perbuatanmu ini salah!” Elok menarik napas panjang sambil menengadahkan kepalanya. Memejamkan kedua mata, dan membuang semua udara dalam parunya dengan perlahan. Bayangan perselingkuhan Harry dan Sandra, masih saja memenuhi pikiran, serta dadanya dengan sesak.
Bisa-bisanya Elok tidak melihat perubahan sikap Harry, selama dua tahun belakangan ini. Elok benar-benar kecolongan dan tertipu mentah-mentah atas hubungan gelap suaminya selama ini.
Apa kurangnya Elok selama ini? Dirinya sudah berbakti sedemikian rupa dan tidak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri bagi Harry. Elok selalu berusaha menjadi istri yang baik, pun menjadi ibu bagi putri semata wayang mereka.
Lantas, kenapa Harry masih saja berselingkuh dengan wanita lain? Atau … mungkinkah karena usia Elok yang sudah tidak lagi muda, hingga membuat Harry berpaling darinya?
Restu tertawa sinis ketika menoleh pada Elok, yang berada di sampingnya. Wanita yang terkenal bertangan dingin itu, terlihat berulang kali menarik napas lalu membuangnya dengan perlahan. Sepertinya wanita itu tengah berpikir keras, karena akan segera mundur dari jabatan CEO, sekaligus direktur utama Antariksa.
“Sudah siap untuk mundur?” Restu kembali tersenyum, kemudian berbalik dan menyandarkan bokongnya pada pagar beton. Ia bersedekap, dan masih menatap Elok yang sangat terlihat anggun dan formal dengan pakaian kerjanya.
“Memangnya saya bisa apa?” Elok membuka mata dengan perlahan, lalu menurunkan kepalanya. Kembali menghela tanpa melihat Restu sama sekali. “Laki-laki licik dan serakah seperti kamu, nggak akan tahu namanya berjuang mendapatkan sesuatu dari bawah. Kamu itu—”
“Aku nggak butuh ceramah, dari orang yang nggak tahu apa-apa,” putus Restu masih tidak melepas pandangannya dari Elok. “Kami sudah sepakat untuk melakukan rapat umum pemegang saham senin depan, dan mulai persiapkan pidato pengunduran dirimu dengan baik.”
Elok berdecih. Mengapa runtutan masalah seperti ini harus menerpa dirinya sekaligus. Masalah rumah tangganya saja belum selesai, kini Elok harus berhadapan dengan Restu yang ingin merebut posisinya.
“Kenapa harus CEO, ha?” Akhirnya Elok menolehkan wajah menatap Restu. Pria yang berusia lebih muda lima tahun dari Elok itu, terlihat sangat berambisi untuk merebut posisinya. “Kenapa, bukan posisi Presdir yang kamu incar? Nanggung! CEO sama dirut itu juga karyawan! Kalau saya jadi kamu, saya bakal beli saham—”
“Sayangnya, aku bukan kamu, El.” Restu kembali memotong perkataan Elok sambil menghabiskan jarak dengan wanita itu. Senyum Restu kembali tersungging miring, karena yakin Elok sudah berada di genggamannya. Wanita itu tidak akan bisa menolak semua permintaannya, atau foto-foto tidak senonoh Elok akan tersebar di jagat maya. “Jadi, kembalilah ke Jurnal, dan bekerjalah di perusahaan papamu. Karena kamu tahu sendiri, kan, kalau Gilang … ah, sudahlah.”
Restu menepuk bahu Elok dua kali, dan masih menarik satu sudut bibirnya dengan penuh kemenangan. “See you next week, El.”
Tanpa menoleh lagi, Restu berjalan meninggalkan Elok. Membuka kunci pintu, lalu masuk kembali ke dalam gedung tanpa menoleh sama sekali.
Tinggal sedikit lagi. Satu langkah lagi, maka semua yang ada di Antariksa akan berada di dalam kendali Restu. Sebenarnya, ucapan Elok barusan tidaklah salah sepenuhnya. Restu seharusnya menduduki jabatan presiden direktur, dan menguasai saham terbanyak di Antariksa Grup jika ingin mengambil alih kekuasaan yang ada. Namun, hal itu tidak Restu lakukan, karena ada sebuah rencana yang harus ia jalankan terlebih dahulu.
Saat hendak menurunkan kakinya menuju tangga, Restu mendadak teringat sesuatu. Karena itu, ia berbalik untuk kembali menemui Elok. Namun, saat tubuhnya sudah berdiri di ambang pintu yang tidak ia tutup kembali, Restu terpaku. Ia melihat Elok berjongkok memeluk erat kedua kakinya. Wanita itu tertunduk, dengan tubuh yang berguncang tanpa henti.
Restu yakin, Elok saat ini tengah menangis.
Apa posisi CEO sekaligus direktur utama di Antariksa begitu penting bagi Elok, pikir Restu. Jika hendak kembali ke Jurnal, Restu sangat yakin Elok pun mampu menjadi pemimpin di perusahaan keluarganya tersebut. Jadi, tidak harus sampai menangis dalam diam seperti itu.
Restu ragu.
Antara tetap melanjutkan niatnya untuk menghampiri Elok. Atau, putar balik dan turun kembali menemui beberapa direksi untuk melakukan pendekatan.
Namun, belum sempat Restu mengambil keputusan, ia melihat Elok sudah berdiri sambil mengusap wajah dengan kedua tangan. Restu buru-buru mundur, dan bersembunyi di balik pintu bagian dalam ketika melihat Elok berbalik. Sejurus kemudian, wanita itu kembali masuk ke dalam dan tenggelam dengan cepat ketika menuruni tangga.
Apa sebenarnya yang sedang terjadi?
Ah, Restu akhirnya tidak mau peduli. Ia mengendik cuek, dan ikut menuruni tangga dengan santai sambil mengeluarkan ponsel yang berdering dari saku celana bahannya. Senyum Restu kemudian tertarik lebar, ketika melihat nama serta foto penelepon yang terpajang di layar ponselnya.
Tanpa ingin menunggu lama, Restu bergegas mengangkat panggilan tersebut. “Hai Sweety, sudah selesai meetingnya?”
“Ini baru selesai,” jawab seorang gadis di ujung sana. “Kamu sendiri? Sudah selesai meeting belum?”
Restu berhenti di tengah-tengah tangga sambil mendesis sebentar. “Ada pengacau mendadak datang, jadi belum selesai. Tapi, aku masih di Antariksa sampai sore. Mau mantau situasi.”
“Oh, oke,” jawab sang gadis. “Nanti kalau nggak bisa jemput, kabari satu jam sebelumnya, biar aku minta jemput supirnya mami.”
“Siaaap!” seru Restu kembali berjalan menuruni tangga. “I love you.”
“Luv you too!”
“El!”Harry buru-buru menyusul Elok yang berjalan tergesa masuk ke dalam rumah. Sejak Elok meninggalkan restoran tempat mereka bertemu siang tadi, wanita itu sama sekali tidak mau menerima panggilan dari Harry. Semua chat yang layangkan, tidak satu pun dibaca oleh Elok.Harry juga sudah menghubungi asisten sang istri berulang kali, tapi hasilnya pun serupa. Kiya bahkan dengan berani mereject panggilan dari Harry, dan hanya membaca chat yang ia kirimkan, tanpa membalasnya. Benar-benar asisten pribadi yang sangat kurang ajar, pikir Harry,Andai Kiya adalah asistennya, maka sudah pasti akan Harry pecat detik itu juga.“El—”“Bibiiik!” Elok memanggil asisten rumah tangga, yang dulu ia bawa dari rumah orangtuanya. Seorang wanita paruh baya, yang diberi kepercayaan untuk mengatur semua hal yang ada di dalam rumah.Langkah Elok berhenti tepat di depan mulut tangga, ketika tubuh besar Harry menghalangi jalannya menuju dapur. Kedua tangan pria itu terbentang luas, agar bisa bicara dengan Elok
“Bisa … saya bicara empat mata dengan pak Raka.”Pagi-pagi sekali, Elok sudah bertandang ke rumah sakit dengan terburu. Jam besuk rumah sakit memang belumlah tiba. Namun, ada keadaan darurat yang harus segera Elok bicarakan dengan pemilik Antariksa, yang sudah terbaring di ranjang pasien selama tiga hari.Setelah hampir semalaman memikirkan beberapa hal di kamar hotel tempatnya menginap, Elok akhirnya mengambil keputusan. Untuk masalah pekerjaan, Elok haruslah berkonsultasi terlebih dahulu dan membicarakannya dengan Raka, yakni pendiri dan pemilik Antariksa. Sementara untuk masalah rumah tangga, Elok akan menemui keluarga besar Harry terlebih dulu.Yang Elok tahu, sejak kemarin Harry telah mengirim Kasih ke rumah orangtuanya. Untuk itu, Elok bisa merasa tenang karena putrinya juga berada di tempat yang tidak perlu dikhawatirkan. Semalam, Harry juga tidak bisa mencegah Elok meninggalkan rumah mereka, karena ancaman yang dilontarkannya pada sang suami.Tidak ada seorang pun yang tahu,
Elok menarik napas panjang ketika sudah berada di depan kediaman sang mertua. Pagi-pagi sekali, tepatnya sebelum Elok pergi ke rumah sakit untuk berbicara dengan Raka, ia menghubungi kedua mertuanya guna membahas sesuatu. Elok juga tidak lupa mengirimkan sebuah chat pada Harry, agar datang ke rumah orangtuanya tepat jam sembilan pagi itu.Namun, ternyata langkah Elok sudah diantisipasi terlebih dahulu oleh Harry. Putri semata wayang mereka yang seharusnya berada di sekolah, kini masih berada di kediaman Lukito. Tampak sehat, ceria, dan tidak terlihat sakit sama sekali, sehingga mengharuskan Kasih tidak masuk sekolah.“Mamaa.” Kasih segera berlari menghampiri Elok yang baru saja memasuki ruang keluarga. Kedua mertuanya sudah berada di sana, berikut dengan Harry yang memberi senyum hangat seolah tidak ada masalah yang terjadi di antara mereka.“Kasih?” Elok mengusap kepala putrinya yang sudah memeluk separuh bagian bawah tubuhnya. Tidak lupa, Elok menempelkan punggung tangan, lalu telap
“Kasih mau adek cewek, apa cowok?”Pertanyaan tersebut, Harry cetuskan ketika mereka bertiga beristirahat untuk makan siang. Ia harus memanfaatkan waktu yang ada saat ini, untuk bisa mengambil hati sang istri. Bagaimanapun juga, mereka tidak boleh bercerai karena akan ada banyak hal yang dipertaruhkan nantinya.“Cowok!” jawab Kasih dengan pasti. “Biar kayak Mami sama om Gilang! Rame!”Saat melihat Elok meletakkan tangan di atas meja, Harry tidak menyia-nyiakan hal tersebut. Dengan cepat, Harry meraih tangan kanan Elok yang duduk di depannya dan menggenggamnya erat. Harry tahu, Elok tidak akan menolaknya kali ini karena mereka tengah berada di depan Kasih.“Tapi kalau nanti adeknya cewek, gimana?” lanjut Harry guna mencairkan suasana. Sejak mereka meninggalkan kediaman Lukito, Elok hanya mau membuka mulut untuk menanggapi Kasih. Namun, Elok lebih memilih untuk berdiam diri, jika Harry yang melempar obrolan di tengah-tengah mereka.“Yaaa …” Kasih menggulirkan bola matanya untuk berpikir
“Yang saya tahu, keluarga Mahardika sudah punya pengacara khusus untuk mengurus semua hal terkait masalah yang ada di circle kalian.”Lex menyilang kaki dengan santai pada arm chairnya. Menatap Elok dengan selidik, dari ujung rambut hingga kaki. Wanita yang selalu terlihat elegan, tapi tegas itu tidak akan mengambil keputusan ceroboh dalam hal apapun. Lex memang tidak pernah mengenal Elok secara pribadi. Namun, dari pemberitaan yang terkadang lewat saat berselancar, cukup bisa membuat Lex bisa menilai wanita itu.Hanya satu hal yang tidak diketahui Lex saat ini. Yaitu, untuk apa seorang Elok sampai ingin menemuinya seperti sekarang.“Babe baru pensiun, dan saya masih sangsi kalau harus konsultasi dengan anaknya.”Lex mengangguk paham, karena alasan Elok cukup masuk akal. Beberapa waktu yang lalu, salah satu pengacara senior yang sangat disegani memang baru saja mengumumkan pengunduran dirinya dari hiruk pikuk dunia hukum. Pria paruh baya itu beralasan, ingin beristirahat dan menikmati
“Bu El!”Kiya membuang napas gusar saat melihat Elok baru keluar dari lift. Berlari tergesa, menghampiri Elok yang sudah berjalan cepat menuju ruangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore hari, tapi wanita itu baru muncul di kantor. Apa sebenarnya yang terjadi selama dua hari ini?Kiya yang baru saja keluar dari kamar kecil itu pun segera menyamakan langkah dengan Elok.“Sore Kiya Sayang,” sapa Elok tetap mengayunkan kaki dengan tergesa dan menatap sekilas pada asistennya. “Sorry, hapeku mati dan chargernya …” Elok merogoh tasnya lalu mengeluarkan sebuah ponsel yang sudah kehabisan daya. Tanpa berhenti melangkah, Elok memberikan benda perseginya pada Kiya. “Tolong di charge.”Kiya menerima ponsel tersebut dengan anggukan. “Ada pak Restu di ruangan Ibu. Dia sudah ada di sana dari jam dua. Dia juga minta semua data karyawan dengan level manajer ke atas dan masa jabatannya. Jumlah karyawan per divisi, karyawan magang, karyawan kontrak, dan karyawan tetap.”Elok terpaksa menghenti
Seketika itu juga, Elok tergelak dengan perasaan miris mendengar pernyataan Restu. Tawa hambar Elok tersebut, sampai membuat sudut matanya berair. Pantas saja Harry berselingkuh dengan gadis yang jauh lebih muda darinya. Ternyata, tubuh Elok memang sudah tidak menarik lagi di mata pria. Bahkan, Restu dengan jelas-jelas mengikrarkan tidak akan tertarik pada Elok meskipun ia menanggalkan seluruh pakaiannya.“Ya! Aku percaya.” Elok berusaha menutupi luka hatinya atas pernyataan Restu barusan. Untuk menutupi guratan pahit di wajahnya, Elok melengos pergi menuju kursi kebesarannya lalu duduk di sana.Bersamaan dengan hal tersebut, Kiya mengetuk pintu dan membukanya setelah Elok mempersilakan. Dengan membawa nampan berisi secangkir kopi, Kiya mengangguk sopan sekilas pada Restu. Melewati pria itu menuju meja kerja Elok, kemudian meletakkan secangkir kopi yang diminta.“Ada lagi yang Ibu perlukan?” tanya Kiya berdiri sebentar di sudut meja.Elok menggeleng sambil menatap Kiya. “Pergilah, dan
Harry menutup kasar pintu mobilnya, lalu menghela. Menatap pekarangan rumah kediaman Lukito dengan seksama. Sudah tidak ada mobil yang terparkir di depan, dan suasana rumah pun sudah cenderung sepi. Jelas saja, karena waktu saat ini sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Di jam segini, kedua orangtuanya biasanya sudah masuk ke kamar dan bersiap-siap untuk beristirahat.Namun, untuk apa sang papi memintanya untuk datang ke rumah di malam hari seperti ini?Kepala Harry saja sudah sangat dipusingkan dengan masalah Elok yang tidak bisa dihubungi sama sekali. Ditambah, Hendra hanya menelepon dan menyuruh Harry datang ke rumah tanpa memberi tahu tujuannya.Tidak seperti biasanya, dan sangat mencurigakan.Tanpa ingin didera rasa penasaran, Harry lantas bergegas masuk ke dalam. Jantung Harry seolah hendak melompat dari rongganya ketika melihat Elok ada di ruang keluarga. Harry yakin sekali tidak ada mobil Elok terparkir di depan, tapi istrinya itu ternyata sudah duduk manis di dalam sana. Mu