“Bisa … saya bicara empat mata dengan pak Raka.”
Pagi-pagi sekali, Elok sudah bertandang ke rumah sakit dengan terburu. Jam besuk rumah sakit memang belumlah tiba. Namun, ada keadaan darurat yang harus segera Elok bicarakan dengan pemilik Antariksa, yang sudah terbaring di ranjang pasien selama tiga hari.
Setelah hampir semalaman memikirkan beberapa hal di kamar hotel tempatnya menginap, Elok akhirnya mengambil keputusan. Untuk masalah pekerjaan, Elok haruslah berkonsultasi terlebih dahulu dan membicarakannya dengan Raka, yakni pendiri dan pemilik Antariksa. Sementara untuk masalah rumah tangga, Elok akan menemui keluarga besar Harry terlebih dulu.
Yang Elok tahu, sejak kemarin Harry telah mengirim Kasih ke rumah orangtuanya. Untuk itu, Elok bisa merasa tenang karena putrinya juga berada di tempat yang tidak perlu dikhawatirkan. Semalam, Harry juga tidak bisa mencegah Elok meninggalkan rumah mereka, karena ancaman yang dilontarkannya pada sang suami.
Tidak ada seorang pun yang tahu, bagaimana remuknya perasaan Elok saat ini. Namun, mengeluh pun rasanya percuma. Lebih baik Elok bergerak cepat, untuk menyelesaikan semua masalahnya seorang diri.
“Kalau ada masalah di perusahaan, kamu bisa langsung bicara dengan saya,” ujar Fahri, putra bungsu Raka yang membawa Elok bekerja di Antariksa dahulu kala. Saat itu, Elok benar-benar mengawali karir dari bawah sebagai staff marketing, walaupun keluarganya juga memiliki perusahaan yang serupa.
Elok ingin lepas dari bayang-bayang sang papa, sekaligus tidak ingin jadi pembanding untuk sang adik yang selalu dianggap beban keluarga. Oleh karena itu, Elok justru membangun karir di tempat lain, dan berharap sang adik bisa lebih antusias dalam memahami seluk beluk perusahaan keluarga dari bawah.
“Pak Raka—”
“Fahri.” Dengan suara seraknya, Raka mengangkat tangan lalu mengayunkannya pada Fahri. Raka meminta putranya keluar, karena setuju dengan permintaan Elok. Bagaimanapun juga, Raka sangat percaya dengan sepak terjang Elok selama berada di Antariksa. Jika wanita itu meminta untuk berbicara empat mata, itu berarti, ada hal darurat yang memang hanya boleh diketahui oleh dirinya dan Elok saja. “Pergilah ke luar, dan tutup pintunya.”
Pandangan Fahri semakin tertuju curiga pada Elok. Baru kali ini, Elok tidak melibatkannya dalam suatu pembahasan yang akan dibicarakan bersama Raka. Apalagi, dalam kondisi Raka yang masih kurang sehat. Dengan terpaksa, Fahri pergi keluar menuruti titah sang papa dan menutup pintu dengan rapat dari luar.
Elok buru-buru berdiri ketika Raka hendak bangkit dari tidurnya. Menahan tubuh renta itu, agar tetap berbaring dan tidak sampai kelelahan.
Tangan lemah Raka itu menahan Elok, dengan menggeleng. “Tolong tinggikan sandarannya. Saya capek rebahan terus.”
Elok mengangguk. Segera melakukan titah dari pemilik tempat ia bekerja. Elok juga membantu Raka agar merasa nyaman dengan posisinya yang sekarang. Setelah selesai, Elok lantas duduk pada kursi yang ada di samping ranjang pasien.
“Pak, mohon maaf sebelumnya kalau saya mengganggu Bapak yang sedang kurang sehat,” ujar Elok hendak memulai semua hal yang sudah tersusun rapi di kepala. “Tapi, saya cuma bisa bicara sama Bapak, bukan dengan pak Fahri.”
“Langsung saja, El.” Raka menarik napas yang terasa berat. Rentetan penyakit yang menghujaninya di masa tua, membuat kondisi Raka semakin lemah saja.
Elok mengangguk sambil melihat wajah pucat itu. Kalau tidak sekarang, Elok khawatir ia tidak bisa lagi berbicara dengan Raka karena kondisi pria tua itu. Pertama-tama, Elok mengatakan semua hal yang terjadi antara dirinya dan Restu di Singapura. Kemudian, Elok juga menceritakan mengenai rapat yang terjadi tanpa kehadiran dirinya kemarin. Tidak bermaksud lancang, tapi Elok pun ikut mempertanyakan masalah yang terjadi di keluarga Antasena, seperti yang dikatakan Restu.
Setelah mendengarkan semua hal yang diceritakan Elok, Raka menarik napas panjangnya. Raka tidak bisa langsung menanggapi semua permasalahan yang dihadapi Elok di perusahaan, karena ada yang harus ia pikirkan dan telaah terlebih dahulu. Sebagai pendiri Antariksa, Raka tidak bisa mengambil keputusan dengan ceroboh, karena ia tahu benar bagaimana kapasitas Elok selama ini. Bahkan, beberapa program tayang mereka di televisi, mampu menyaingi perusahaan keluarga wanita itu. Raka sungguh beruntung bisa memiliki seorang Elok di perusahaannya, meskipun wanita itu adalah anak dari pesaingnya, Adiyaksa Mahardika.
“Berarti, rapatnya dilaksanakan empat hari lagi.” Raka kembali menarik napas panjang dengan perlahan, karena bisa membaca taktik sang cucu yang mudah ditebak. Selama 29 tahun mengenal Restu, jelas saja Raka memahami isi kepala dan cara berpikir Restu selama ini.
Elok mengangguk dan tidak bisa menerka apa yang ada di kepala Raka. “Maaf, bukannya saya mau ikut campur dalam urusan keluarga,” ujar Elok memberanikan diri untuk bertanya, daripada penasaran. Andaipun Raka tidak memberinya jawaban, itu adalah hak pria itu dan Elok tidak akan lagi mempertanyakannya. “Melihat kondisi kesehatan Bapak yang menurun … Saya mohon maaf sekali lagi, dan maaf juga kalau saya salah menebak. Tapi, inti dari masalah yang ada di keluarga Antasena, adalah … pembagian warisan. Apa saya benar?”
Sejenak, Raka menatap datar pada Elok dengan segala intuisi wanita itu. “Kenapa kamu punya kesimpulan seperti itu?”
“Feeling.” Kedua bahu Elok terangkat sebentar, guna menunjukkan bahwa yang dikatakannya hanyalah terkaan semata. Meskipun begitu, terkaan Elok bukannya tidak berdasar, karena melihat kondisi kesehatan Raka yang semakin menurun.
“Saya nggak akan menjawab pertanyaan itu.” Apapun masalah yang terjadi di dalam keluarga Antasena, biarlah menjadi konsumsi terbatas saja. Orang luar, tidak perlu mengetahui semua itu. “Tapi, jangan turuti permintaan Restu untuk mundur dari posisimu sekarang.”
“Tapi, Pak. Saya dijebak sama cucu Bapak, dan foto …” Elok menghela panjang ketika mengingat bagaimana bagian tubuhnya terpampang jelas, dengan pose tidak karuan di foto yang diambil Restu saat berada di Singapura. “Foto-foto saya yang ada sama Restu, benar-benar nggak pantas untuk dilihat. Apalagi saya punya anak perempuan. Bagaimana kalau foto itu tersebar dan anak saya tahu?”
“Untuk yang satu itu, kamulah yang ceroboh,” seloroh Raka kemudian terbatuk beberapa saat. Namun, ia juga tidak bisa menghakimi Elok sepenuhnya. Restu memang sudah merencanakan semua hal dengan sempurna, untuk menjalankan misinya merebut Antariksa dari dalam.
Tidak ….
Bukan itu tujuan utama Restu masuk ke dalam Antariksa. Namun, ada hal lain yang akan dilakukan cucunya itu untuk memenuhi tujuan orangtuanya.
Elok menunduk dan sungguh menyesali semua hal. Menurut Elok, dirinya bukan ceroboh, tapi malam itu adalah malam kesialan baginya. Keberuntungan, sedang tidak berada di pihaknya.
“El, ikuti saja permainan Restu untuk sekarang,” tambah Raka telah memikirkan beberapa hal yang tiba-tiba terbersit di kepalanya. “Dan, lakukan apa yang aku minta.”
“Jadi, saya harus menyerahkan posisi saya, dan mengundurkan diri dari Antariksa?”
Raka menggeleng lemah. “Bukan begitu … kamu hanya harus ….
Elok menarik napas panjang ketika sudah berada di depan kediaman sang mertua. Pagi-pagi sekali, tepatnya sebelum Elok pergi ke rumah sakit untuk berbicara dengan Raka, ia menghubungi kedua mertuanya guna membahas sesuatu. Elok juga tidak lupa mengirimkan sebuah chat pada Harry, agar datang ke rumah orangtuanya tepat jam sembilan pagi itu.Namun, ternyata langkah Elok sudah diantisipasi terlebih dahulu oleh Harry. Putri semata wayang mereka yang seharusnya berada di sekolah, kini masih berada di kediaman Lukito. Tampak sehat, ceria, dan tidak terlihat sakit sama sekali, sehingga mengharuskan Kasih tidak masuk sekolah.“Mamaa.” Kasih segera berlari menghampiri Elok yang baru saja memasuki ruang keluarga. Kedua mertuanya sudah berada di sana, berikut dengan Harry yang memberi senyum hangat seolah tidak ada masalah yang terjadi di antara mereka.“Kasih?” Elok mengusap kepala putrinya yang sudah memeluk separuh bagian bawah tubuhnya. Tidak lupa, Elok menempelkan punggung tangan, lalu telap
“Kasih mau adek cewek, apa cowok?”Pertanyaan tersebut, Harry cetuskan ketika mereka bertiga beristirahat untuk makan siang. Ia harus memanfaatkan waktu yang ada saat ini, untuk bisa mengambil hati sang istri. Bagaimanapun juga, mereka tidak boleh bercerai karena akan ada banyak hal yang dipertaruhkan nantinya.“Cowok!” jawab Kasih dengan pasti. “Biar kayak Mami sama om Gilang! Rame!”Saat melihat Elok meletakkan tangan di atas meja, Harry tidak menyia-nyiakan hal tersebut. Dengan cepat, Harry meraih tangan kanan Elok yang duduk di depannya dan menggenggamnya erat. Harry tahu, Elok tidak akan menolaknya kali ini karena mereka tengah berada di depan Kasih.“Tapi kalau nanti adeknya cewek, gimana?” lanjut Harry guna mencairkan suasana. Sejak mereka meninggalkan kediaman Lukito, Elok hanya mau membuka mulut untuk menanggapi Kasih. Namun, Elok lebih memilih untuk berdiam diri, jika Harry yang melempar obrolan di tengah-tengah mereka.“Yaaa …” Kasih menggulirkan bola matanya untuk berpikir
“Yang saya tahu, keluarga Mahardika sudah punya pengacara khusus untuk mengurus semua hal terkait masalah yang ada di circle kalian.”Lex menyilang kaki dengan santai pada arm chairnya. Menatap Elok dengan selidik, dari ujung rambut hingga kaki. Wanita yang selalu terlihat elegan, tapi tegas itu tidak akan mengambil keputusan ceroboh dalam hal apapun. Lex memang tidak pernah mengenal Elok secara pribadi. Namun, dari pemberitaan yang terkadang lewat saat berselancar, cukup bisa membuat Lex bisa menilai wanita itu.Hanya satu hal yang tidak diketahui Lex saat ini. Yaitu, untuk apa seorang Elok sampai ingin menemuinya seperti sekarang.“Babe baru pensiun, dan saya masih sangsi kalau harus konsultasi dengan anaknya.”Lex mengangguk paham, karena alasan Elok cukup masuk akal. Beberapa waktu yang lalu, salah satu pengacara senior yang sangat disegani memang baru saja mengumumkan pengunduran dirinya dari hiruk pikuk dunia hukum. Pria paruh baya itu beralasan, ingin beristirahat dan menikmati
“Bu El!”Kiya membuang napas gusar saat melihat Elok baru keluar dari lift. Berlari tergesa, menghampiri Elok yang sudah berjalan cepat menuju ruangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore hari, tapi wanita itu baru muncul di kantor. Apa sebenarnya yang terjadi selama dua hari ini?Kiya yang baru saja keluar dari kamar kecil itu pun segera menyamakan langkah dengan Elok.“Sore Kiya Sayang,” sapa Elok tetap mengayunkan kaki dengan tergesa dan menatap sekilas pada asistennya. “Sorry, hapeku mati dan chargernya …” Elok merogoh tasnya lalu mengeluarkan sebuah ponsel yang sudah kehabisan daya. Tanpa berhenti melangkah, Elok memberikan benda perseginya pada Kiya. “Tolong di charge.”Kiya menerima ponsel tersebut dengan anggukan. “Ada pak Restu di ruangan Ibu. Dia sudah ada di sana dari jam dua. Dia juga minta semua data karyawan dengan level manajer ke atas dan masa jabatannya. Jumlah karyawan per divisi, karyawan magang, karyawan kontrak, dan karyawan tetap.”Elok terpaksa menghenti
Seketika itu juga, Elok tergelak dengan perasaan miris mendengar pernyataan Restu. Tawa hambar Elok tersebut, sampai membuat sudut matanya berair. Pantas saja Harry berselingkuh dengan gadis yang jauh lebih muda darinya. Ternyata, tubuh Elok memang sudah tidak menarik lagi di mata pria. Bahkan, Restu dengan jelas-jelas mengikrarkan tidak akan tertarik pada Elok meskipun ia menanggalkan seluruh pakaiannya.“Ya! Aku percaya.” Elok berusaha menutupi luka hatinya atas pernyataan Restu barusan. Untuk menutupi guratan pahit di wajahnya, Elok melengos pergi menuju kursi kebesarannya lalu duduk di sana.Bersamaan dengan hal tersebut, Kiya mengetuk pintu dan membukanya setelah Elok mempersilakan. Dengan membawa nampan berisi secangkir kopi, Kiya mengangguk sopan sekilas pada Restu. Melewati pria itu menuju meja kerja Elok, kemudian meletakkan secangkir kopi yang diminta.“Ada lagi yang Ibu perlukan?” tanya Kiya berdiri sebentar di sudut meja.Elok menggeleng sambil menatap Kiya. “Pergilah, dan
Harry menutup kasar pintu mobilnya, lalu menghela. Menatap pekarangan rumah kediaman Lukito dengan seksama. Sudah tidak ada mobil yang terparkir di depan, dan suasana rumah pun sudah cenderung sepi. Jelas saja, karena waktu saat ini sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Di jam segini, kedua orangtuanya biasanya sudah masuk ke kamar dan bersiap-siap untuk beristirahat.Namun, untuk apa sang papi memintanya untuk datang ke rumah di malam hari seperti ini?Kepala Harry saja sudah sangat dipusingkan dengan masalah Elok yang tidak bisa dihubungi sama sekali. Ditambah, Hendra hanya menelepon dan menyuruh Harry datang ke rumah tanpa memberi tahu tujuannya.Tidak seperti biasanya, dan sangat mencurigakan.Tanpa ingin didera rasa penasaran, Harry lantas bergegas masuk ke dalam. Jantung Harry seolah hendak melompat dari rongganya ketika melihat Elok ada di ruang keluarga. Harry yakin sekali tidak ada mobil Elok terparkir di depan, tapi istrinya itu ternyata sudah duduk manis di dalam sana. Mu
Elok berjalan gontai memasuki kediaman Mahardika. Setelah seharian penuh mengabaikan panggilan dari kedua orangtuanya, akhirnya Elok mendatangi rumah tersebut. Perasaan yang menggumpal di dada Elok saat ini sungguh tidak dapat diungkapkan. Di satu sisi, Elok tidak ingin kembali bersama Harry karena perselingkuhan yang dilakukan suaminya itu. Namun, melihat dari perspektif luas dan mempertimbangkan semua hal, Elok seakan ingin menyerah dengan keadaan.Ada perasaan dan perkembangan Kasih yang harus Elok jaga jika hendak menggugat Harry di pengadilan agama. Ditambah, permohonan Joana yang meminta Elok memikirkan lagi tentang semua hal. Sampai detik ini pun, Elok masih belum bisa membayangkan hidup sebagai seorang janda untuk ke depannya. Namun, sudut hati Elok juga belum bisa menerima Harry kembali dengan semua kesalahan pria itu.“Pap … Papa.” Elok tidak jadi mengayunkan langkah menaiki anak tangga, ketika melihat sang papa berada tepat di ujung tangga lantai dua. Waktu memang sudah san
Karena kedua keluarga sudah tahu masalah yang terjadi dengan anak mereka, maka Elok tidak perlu lagi melanjutkan sandiwara mengenai bulan madu palsu yang sempat tercetus. Namun, Elok tetap pergi ke Singapura karena Kiya sudah membuat janji dengan seorang dokter untuk melakukan medical check up. Pada akhirnya, Elok hanya berangkat seorang diri karena Harry tiba-tiba ada urusan mendadak yang tidak bisa diwakilkan, maupun ditinggalkan. Sementara Kiya, Elok memutuskan untuk membatalkan penerbangan wanita itu guna mengawasi sepak terjang Restu di Antariksa. Selama berada di Negeri Singa, Elok lebih banyak menghabiskan waktu menyendiri di kamar hotel. Elok benar-benar menenangkan diri, untuk memikirkan langkah yang akan diambilnya ke depan nanti. Apakah akan terus melanjutkan pernikahannya dengan Harry, atau memilih bercerai dengan masing-masing konsekuensi yang ada di belakangnya. Selain itu, Elok juga sedang mempersiapkan beberapa hal, untuk rapat yang akan diadakan senin nanti di Anta