Share

Find her

"Suster, Ariana tidak ada di kamarnya !" Teriak suster Camelia, salah satu suster yang merawat Ariana di rumah sakit Haesung. Merita terkejut dengan perkataan Camelia, ia pun menjadi panik dengan berita hilangnya Ariana. Suster berumur 35 tahun itu tidak dapat menahan emosinya, ia memarahi suster Camelia dan semua yang terlibat dalam penjagaan Ariana tanpa ampun "hilang ?! Kalian berjumlah banyak namun tidak dapat menjaga satu orang seperti Ariana, apa kalian pantas menyebut diri kalian sebagai perawat ?! Apa yang kalian lakukan selama saya tidak ada, sampai kalian bisa melepaskan pengawasan terhadap Ariana, kalian sendiri tahu bahwa Ariana masih perlu banyak pengobatan, tapi kalian.. ahh.. bagaimana jika Ariana mencoba bunuh diri seperti tahun-tahun sebelumnya ? Apa Kalian ingin dituntut atas kecerobahan kalian ini ?!"

Para perawat yang terkena amarah Merita hanya tertunduk lemas, merasa bersalah atas kecerobahan mereka.

"Kami mohon maaf suster, kami benar-benar lalai dalam tugas ini, kami berpikir Ariana tidak akan melakukan hal yang mengkhawatirkan karena selama ini ia terlihat baik-baik saja, kami juga harus membantu penyembuhan pasien yang lain, jadi..."

"Diam Camelia ! Berhentilah membela diri, permohonan maaf saja itu sudah cukup ! Sekarang saya ingin kalian mencari Ariana, periksa cctv rumah sakit dan sekitarnya, tanyakan keberadaan Ariana pada setiap orang yang kalian temui, saya tidak ingin mendengar laporan bahwa Ariana tidak bisa kalian bawa pulang kemari, jika saya sampai mendengar laporan tersebut, saya bersumpah bahwa saya akan memberitahukan ketidak becusan kalian ini pada atasan agar kalian semua dapat dipecat !"

"Tapi.."

"Apa ?! Anda tidak ingin mencari pasien anda sendiri, suster Camelia ?"

"Rumah sakit akan mengadakan penyambutan pada kepala dokter yang baru, bagaimana kami bisa meninggalkan acara tersebut jika itu sudah menjadi acara resmi yang penyelenggaraannya diperintahkan oleh atasan secara langsung ?"

Merita berdecak, ia tidak menyangka bahwa suster Camelia akan berpikir untuk mengabaikan pasiennya demi acara yang sebenarnya bisa dilakukan kapanpun.

"Bagaimana jika dokter kepala yang baru mengetahui bahwa ada banyak perawat disini yang mengabaikan pasiennya demi menyambut kedatangannya kemari ? Kalian pikir dokter tersebut akan merasa senang dan memuji kalian ? Kalian hanya akan mendapat cacian nantinya, percayalah"

Terdengar bisik-bisik antar para perawat disana, ada kebingungan yang menyelimuti diri mereka antara menyambut dokter kepala baru atau mencari pasien lama yang melarikan diri. "Terlalu lama" Merita sudah tidak sabar menunggu keputusan mereka untuk membantunya, ia pun memutuskan untuk mencari Ariana seorang diri. Dalam keadaan gelisah dan ketakutan, Merita mengingat dokter Mike yang beberapa jam lalu meninggalkan rumah sakit, ia mengingat perintahnya untuk tetap merawat Ariana, suster itu bertanya-tanya pada dirinya "apakah dokter Mike akan kecewa terhadapnya jika mendengar berita mengenai hilangnya Ariana ini ?"

"Tidak. Saya tidak ingin dokter Mike kecewa terhadap saya. Saya berjanji akan membawa Ariana kembali dan merawatnya seperti yang dokter Mike perintahkan"

Merita mempercepat langkahnya, bahkan wanita itu berlari dengan cepat untuk memulai pencariannya, wajah Merita menjadi sangat tegang, matanya tak dapat teralihkan pada apapun, Ariana, sosok mungil dengan rambut pirang, kulit putih, mata biru dan bulu mata beserta alis yang lebat sudah menjadi target dalam penglihatan wanita itu.

"Tuhan.. saya mohon kepada-Mu, berikanlah perlindungan-Mu terhadap gadis rapuh itu"

*****

Antonio mengelus lembut rambut gadis yang tengah tak sadarkan diri itu, ada air mata yang menggenang di pelupuk matanya, ada rasa ketidak percayaan terhadap sosok yang dilihatnya sekarang "apa ini mimpi ?" Tanya Antonio dalam hati, lelaki itu tak mampu mengalihkan pandangannya pada gadis tersebut sejak pertemuan mereka beberapa jam yang lalu.

Mobil truk yang mengangkut mereka berjalan sangat lamban, membuat Antonio merasa jengkel, ia khawatir pada keadaan gadis itu yang belum sadarkan diri. Ia sama sekali tak menabraknya, bahkan tak ada lecet sedikit pun pada tubuh gadis itu, namun sang gadis sama sekali tak bisa membuka matanya.

Mobil truk itu berhenti di depan rumah sakit JR, bangunannya sangat besar dan terdapat ratusan mobil mewah terparkir di halaman depan.

"Hei tuan, saya sudah mengantar anda ke rumah sakit ini persis seperti yang anda minta"

Antonio segera tersadar, ia mengalihkan pandangannya pada laki-laki tua yang sedang memperhatikan dan berbicara padanya tersebut. "Ini, saya rasa itu cukup untuk membalas kebaikan bapak" beberapa lembar uang seratus ribu dikeluarkan dari saku jasnya untuk diberikan pada supir yang mengantar dia dan gadis itu kesini. Supir itu merasa senang dengan apa yang ia dapatkan, ia sama sekali tak menyangka bahwa anak muda di hadapannya itu memiliki banyak uang untuk di berikan pada orang sepertinya.

"Biar saya bantu" supir itu mengulurkan tangannya untuk membantu Antonio menurunkan sang gadis, namun Antonio terlihat kesal dengan sikap supir itu, ia menghempaskan uluran tangan sang supir lalu menatapnya tajam "tak ada siapapun yang boleh menyentuh gadisku !" Ucapnya dengan serius dan terdapat penekanan di setiap katanya. Bulu kuduk supir itu langsung berdiri, ada aura menyeramkan yang tiba-tiba keluar dari anak muda yang memberikan uang satu juta kepadanya tersebut.

"Bai..baiklah" ucap sang supir dengan tergugup.

Antonio memangku sang gadis, dan berjalan memasuki rumah sakit yang tak kunjung sepi sejak dulu.

"Saya ingin perawatan untuk pasien VVIP, dan dokter yang merawatnya haruslah seorang wanita" ucap Antonio dengan mantap pada staff administrasi wanita di rumah sakit tersebut.

Staff itu tercengang, hatinya merasa akan meleleh melihat wajah tampan yang ada di hadapannya.

"Anda mendengar saya, bukan ?"

Staff wanita itu segera tersadar, pipinya merona karena tertangkap tengah terpesona pada lelaki itu.

"Saya akan memeriksa jadwal dokter di rumah sakit ini terlebih dahulu" ucap staff itu dengan ramah, namun Antonio hanya menjawabnya singkat dan dingin

"Cepatlah" 

"Ahh baiklah"

Staff wanita itu membuka buku jadwal berwarna merah yang tersimpan di sisi kirinya, jari telunjuk panjang itu menyelusuri setiap deretan nama dokter yang terdaftar di buku.

"Maaf, tuan. Dokter wanita di rumah sakit ini sedang melakukan operasi"

"Semuanya ?" Tanya Antonio tak percaya, raut wajahnya berubah menjadi seram, hingga sang staff wanita itu hanya dapat mengangguk dengan kaku untuk menjawabnya.

"Kalau begitu, mintalah dokter laki-laki untuk melakukan operasi tersebut dan yang wanita merawat gadis di pangkuanku ini. Kau mengerti ?" Aura pemburu terasa menyebar ke sekeliling wanita tersebut, ia dapat merasakan adanya ancaman dari lelaki tersebut.

"Ta.. ta.." wanita itu tergagap untuk memberikan penjelas terhadap Antonio

"Saya akan membayar berapapun, saya bersumpah akan hal itu"

Namun, sang staff hanya mematung, tak tahu harus berbuat apa.

"Tidakkah anda mendengar, nona ? Cepatlah hubungi atasanmu dan beritahukan permintaan saya ini padanya, jika anda tidak melakukan apa yang saya minta, saya pastikan anda akan menyesal"

Mata Antonio menyipit, layaknya mata elang yang sedang mengamati mangsanya dari atas. Tentu saja staff itu bertambah takut padanya, dengan gemetar staff tersebut menekan beberapa nomor lalu berbicara pada atasannya persis seperti apa yang diperintahkan Antonio. Setelah beberapa menit berbicara melalui telepon, staff itu meletakkan kembali gagang telepon pada tempatnya.

"Kamar anda bernomor B391, dokter yang akan merawat gadis itu adalah seorang wanita. Harap melakukan pembayaran setelah pasien mendapatkan pemeriksaan dari dokter"

Antonio tersenyum "kerja yang bagus, nona" matanya mengedip sebelah pada staff itu, membuatnya terpaku untuk beberapa saat.

*****

Saat keluar dari ruang keamanan rumah sakit, dada Merita terasa sesak, wanita itu merasa kesal ketika melihat rekaman cctv yang menunjukan bahwa Ariana keluar dari rumah sakit dengan baju tidur berwarna biru, berjalan dengan santai melewati para perawat yang ada di sana, namun tak ada seorang perawat pun yang menyadari kepergian gadis itu, mereka sibuk berbincang-bincang dengan para rekan sejawatnya.

"Argggh panas.. benar-benar panas" Merita mengibas-ngibaskan tangan agar dapat memberikan kesejukan di sekitar leher dan hatinya yang sedang dilanda kegerahan yang cukup parah.

Handphone disaku baju perawatnya berdering, jantungnya berdegup dengan sangat kencang, ia merasa sangat ketakutan saat melihat nama sang penelepon yang tak lain adalah dokter Mike, wanita itu tidak tahu harus menjelaskan apa pada orang yang telah mempercayai dan membantunya sejak lama.

Merita menarik nafas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan, ia berharap pikirannya tetap jernih agar dapat menjawab pertanyaan dokter Mike nantinya.

"Halo Merita"

"Ah dokter Mike, saya tidak mengira bahwa anda akan menghubungi saya secepat ini"

"Iya, saya juga tidak mengira akan secepat ini. Begini suster, mengenai Ariana.."

"Ahh dia baik-baik saja dokter, saya dan lainnya telah merawat dia dengan baik" Merita merasa gugup, keringatnya mulai bertambah banyak mengalir dari ujung kepala hingga leher, ia berharap dokter Mike tidak mencurigai sikap anehnya saat ini. Merita memang tidak pernah memotong pembicaraan dokter Mike sebelumnya. Jadi, wanita itu sangat khawatir sekarang jika dokter menyadari ketidakberesan yang terjadi.

"Saya melihat sebuah berita dengan title pasien rumah sakit jiwa mengamuk di JR, saya kira itu adalah Ariana, mengingat rambut pirang milik gadis itu sama persis seperti rambut pirang dari gadis yang saya lihat di berita tersebut. Syukurlah jika yang saya lihat di berita tersebut bukanlah Ariana. Saya percaya bahwa anda memanglah suster yang sangat memperhatikan pasiennya. Maafkan saya, seharusnya saya tidak perlu mengkhawatirkan Ariana saat saya tahu ia bersama anda"

"Aah iya dokter, itu bukanlah masalah besar. Saya pasti akan menghubungi anda jika terjadi sesuatu pada Ariana"

"Iya saya mengerti, berjuanglah Merita"

Merita tercengang, ini pertama kalinya dokter memanggilnya dengan nama saja, Merita berpikir bahwa dokter Mike sudah menganggapnya sebagai teman dekat hingga tak perlu lagi memanggilnya dengan tambahan suster. Ariana. Tiba-tiba nama itu muncul dalam pikirannya.

"Dokter, sebenarnya saya ingin berbicara lebih panjang dengan anda, namun saya mohon maaf karena saya tidak bisa. Masih ada sesuatu yang harus saya kerjakan"

"Ya, saya mengerti. Sampai jumpa"

Telepon pun terputus. Merita segera berlari menuju tempat parkir, menginjak gasnya dengan kencang agar dapat sampai di JR sebelum sesuatu yang buruk terjadi pada pasiennya.

Di samping itu, ruang tunggu rumah sakit Haesung sedang ramai dengan acara penyambutan dokter kepala yang baru. Dokter itu adalah seorang yang masih belia, rahangnya tegas, bola matanya berwarna coklat gelap dengan alis yang tebal, kulitnya berwarna tan, dan bibirnya tipis dengan kumis tipis yang menghiasi bagian atas bibirnya. Seseorang dengan postur tubuh sempurna. Para suster saling berbisik, mengagumi sosok dokter baru yang ada di hadapan mereka. "Aah benarkah dia akan menjadi dokter kepala kita, bukankah dia lebih pantas menjadi seorang pilot ?" Bisik para suster sambil tersenyum kecil dengan tatapan genit yang diarahkan pada dokter muda tersebut. Sang dokter baru itu berjalan menuju podium yang ada di ruang tunggu rumah sakit, podium itu sudah dihiasi dengan mewah, gantungan bunga disana sini, dengan spanduk besar bertuliskan "WELCOME TO THE HAESUNG HOSPITAL"

Sekarang, dokter itu sudah berdiri tegap di atas podium, di hadapan para perawat rumah sakit, ia berdeham beberapa kali, dan semuanya tertawa mendengar dehaman itu.

"Tidak perlu gugup seperti itu, dok" teriak dokter Noh yang rambutnya sudah berwarna putih semua, dokter baru itu mengangguk sambil tersenyum ke arah dokter Noh, seketika para perawat wanita menjadi histeris saat melihat senyuman di wajah tampan dokter tersebut

"Perkenalkan, saya dokter Edward Stullen yang akan menjadi dokter kepala disini, mohon kerja samanya" ucap dokter Edward dengan ramah yang langsung memancing riuh tepuk tangan dan tawa yang menggema ke seluruh ruangan.

*****

"Ariana !!!" Teriak Merita saat melihat Ariana dengan kondisinya yang berantakan, mata gadis itu menunjukan sebuah ketakutan, tangannya menggenggam seprai rumah sakit dengan kuat sambil menggeram layaknya binatang buas yang sedang bertemu dengan lawannya. Ruangan itu sudah seperti kapal pecal, infus yang sudah bertumpahan kemana-mana beserta selangnya, di sudut ruangan Antonio terduduk lemas dengan raut wajah yang sedih menatap Ariana. Merita berjalan mencoba mendekati Ariana, namun baru dua langkah ia berjalan, gadis itu langsung menjerit dengan nyaring "aaaaaaaaaaaaa" sambil menarik-narik rambutnya dengan kasar.

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status