Share

Bab 4. Buah Simalakama

Monika menelan salivanya dengan paksa. Ini pertama kalinya dia berada di jarak yang sangat dekat dengan seorang pria. Deru napasnya yang hangat menerpa, membuat keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.

"Kita buktikan seberapa mesumnya pria tampan ini."

Rio menarik tangan Monika dengan paksa, membawanya ke ruang istirahat yang ada belakang sana. Tentu saja hal itu membuat Monika panik. Dia berusaha melepaskan cekalan tangan Rio, namun usahanya gagal.

"Tuan?!" Leo menghadang langkah atasannya. Dia menggeleng kuat, meminta tuannya untuk menghentikan apapun rencana busuknya.

"Kamu ingin melindunginya?" geramnya. Aura iblis menguar di sekitar tubuh. Dia sungguh murka, tidak terima rencananya untuk menyiksa wanita ini harus ditahan oleh Leo.

"Kita gunakan rencana cadangan!" Leo melirik tubuh Jonathan Wu yang terbujur kaku di lantai. Dia mengingatkan tuannya untuk memakai rencana kedua untuk menaklukkan wanita ini.

"Mari, Nona." Leo melepaskan cengkeraman Rio pada pergelangan tangan Monika dan membawanya menjauh dari pria yang berniat menunjukkan tajinya barusan.

Sebuah guci antik di depan Rio menjadi sasaran tendangan kaki kanannya. Pecahan keramik itu tersebar ke berbagai arah, membuat nyali Monika semakin menciut. Dia bersembunyi di balik tubuh Leo, berharap bisa melindunginya dari pria yang hampir saja menyerangnya.

Hening. Tidak ada suara apapun di ruangan minimalis ini selain deru air conditioner di pojokan.

Langkah kaki Rio terus berlanjut, sebelum sebuah debaman pintu terdengar. Berikutnya, suara gaduh segera mewarnai ruangan tertutup itu. Rio merusak apa saja yang ada di dalam sana. Dia memukul, menendang, menghantam benda yang ada dalam jangkauannya.

"Nona, silakan diminum." Leo menyerahkan segelas air putih pada wanita di hadapannya ini. Wajahnya terlihat pucat. Dia ketakutan akan apa yang baru saja didengarnya. Temperamental pria itu tak terkendali. Bagaimana nasibnya jika Leo tidak berhasil menahannya tadi? Entahlah.

"Tuan muda memiliki temperamen yang cukup buruk." Leo menjelaskan.

"Apa kematian ayahku, itu juga..." Monika tidak bisa melanjutkan pertanyaannya. Hatinya mencelos membayangkan betapa mengerikannya Rio saat menyiksa ayahnya.

"Maaf, Nona. Kami tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan ayah Anda. Jika saja pagi ini Anda langsung ikut dengan kami, mungkin saja..."

Monika menggeleng. Dia tidak ingin mendengar penjelasan itu. Perasaan bersalah segera merasuk ke dalam hatinya. Jika saja dia langsung ikut dengan orang-orang yang menghadangnya di depan kamar kos, mungkin nyawa ayahnya masih bisa diselamatkan. Tapi, dengan bodohnya dia justru kabur menuju minimarket tempatnya bekerja.

Bulir-bulir tanpa warna itu terus membasahi pipi tirus yang cantik ini.

"Nona, tidak ada yang bisa Anda sesali. Yang bisa Anda lakukan adalah menandatangani perjanjian ini. Anda harus menikah dengan tuan Rio Dirgantara. Itu satu-satunya cara agar ayah Anda bisa dimakamkan dengan layak."

Monika tetap menggeleng. Dia tidak mungkin menyetujuinya.

"Tidak. Aku tidak akan menandatanganinya. Aku tidak akan menikah dengan iblis itu."

"Nona, hati-hati dengan ucapan Anda." Leo memperingatkan. Suara gaduh di dalam sana tak lagi terdengar, menandakan bahwa Rio tengah menenangkan diri sambil mendengarkan asisten pribadinya yang berusaha membujuk wanita ini.

"Jika tuan mendengar ucapan Anda, dia bisa saja menggagahi Anda saat ini juga."

Monika berdiri dari duduknya. Dia tidak ingin ada di tempat terkutuk ini lebih lama lagi. Berbagi kata kasar keluar dari mulutnya. Dia menggertakkan gigi, marah pada Rio dan seluruh orang yang membuatnya susah, termasuk Leo.

Tepat saat itu Rio keluar dari dalam ruangannya. Dia mendekat ke arah mayat Jonathan dan menendangnya tanpa aba-aba.

"PAPA!!" pekik Monika detik itu juga. Dia berlari menghambur ke arah ayahnya yang terbujur kaku di lantai. Air matanya tak lagi terbendung, tumpah ruah membasahi wajah.

"PA..." Monika menggunakan tubuhnya sebagai tameng, membuat punggungnya terkena tendangan Rio yang sangat keras.

"Aargghh!" Monika mengaduh kesakitan. Rasa sakit luar biasa segera dia rasakan, membuat tubuhnya limbung seketika.

"Tuan?!" Leo menahan pria 31 tahun ini, mencegah tendangan kedua yang mungkin bisa membuat tulang punggung Monika patah.

"Nyonya Besar akan pulang minggu depan!" Peringatan Leo membuat kesadaran Rio kembali. "Jika Anda belum menikah, maka beliau akan menjodohkan Anda dengan wanita pilihannya."

Rio terlihat frustrasi. Dia tidak ingin terikat dengan wanita-wanita yang ibunya pilihkan. Bersama gadis sosialita itu seharian saja membuatnya mual, bagaimana bisa menyandingnya setiap hari? Yang benar saja!

"Ambil kontraknya! Jika dia menolak, buang mayat busuk ini ke hutan. Harimau dan serigala liar akan menerimanya dengan senang hati!"

Detak jantung Monika terhenti sepersekian detik. Dia semakin erat memeluk tubuh Jonathan, mengabaikan rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya sendiri.

Monika tidak rela jika mayat ayahnya harus menjadi santapan hewan liar di hutan. Tapi, menikah dengan pria arogan ini juga tidak bisa dia setujui begitu saja. Ada Devan, kekasihnya yang siap menghalalkannya akhir tahun ini.

Monika kembali berpikir. Pilihan ini sulit, bagaikan memakan buah simalakama. Semuanya merugikan untuknya. Dia tidak ingin memutuskan hubungannya dengan Devan, tapi tak bisa mengabaikan ayah kandungnya sendiri.

Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia menikahi CEO mesum ini? Tidak adakah jalan lain untuk menyelamatkan diri?

Bersambung...

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Amran Junai
bagus cerita nya
goodnovel comment avatar
Kasyanijuwita Tendean
ceritanya bagus banget
goodnovel comment avatar
Widya Nur Kartika Dewi
ceritanya sngt menarik ayo lnjutkan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status