Share

2. Hanya Avatar

Happy reading....

" ... untuk saling memiliki dan juga menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, dan pada waktu sehat maupun sakit. Untuk selalu saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita."

Kata-kata Jayden masih teringat dengan jelas dalam benak Hera. Saat itu Hera berpikir jika Jayden sedang memainkan perannya dengan baik, sama seperti dirinya. Karena tak satu pun dari keduanya menginginkan pernikahan itu terjadi. Mungkin Hera dan Jayden mengatakan 'Iya' untuk menikah namun hal itu hanya untuk memenuhi keinginan keluarga besar mereka. Dan mereka hanya menjadi avatar di sana.

Namun selama hampir satu tahun bersama, pikiran itu perlahan menghilang. Kebaikan, kasih sayang serta perhatian Jayden membuat Hera begitu larut dalam kebahagian semu. Dan sialnya lagi, Hera jatuh cinta pada pria itu. 

Lalu sekarang apa?

Pria itu telah menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya. Sosok yang sangat membenci Hera lebih dari apapun di dunia ini. Padahal Jayden adalah sosok pria pertama yang membuat Hera jatuh cinta. Dalam artian Jayden adalah cinta pertama Hera. Sungguh miris rasa cinta yang mulai tumbuh kini berubah benci. Hera juga sangat membenci Jayden. Mungkin (?)

Hera menoleh saat seseorang membuka pintu kamar inapnya. Namun saat melihat siapa yang datang, Hera membuang muka tak ingin menatap sosok itu.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Jayden sambil membuka jas dan sedikit melonggarkan dasinya yang terasa mencekik lehernya.

"Apa pedulimu?" Hera ketus. Bahkan dia sama sekali tidak menjatuhkan pandangannya pada sang suami.

Jayden terkekeh pelan lalu mendekat ke arah ranjang yang di tempati Hera selama beberapa hari ini di rumah sakit. Karena setelah kejadian malam itu Hera harus segera melahirkan karena mengalami pendarahan hebat. Beruntung karena dia dan bayinya selamat. Walau bayinya harus dirawat intensif karena lahir prematur.

"Aku tidak mungkin membiarkanmu mati setelah membuatku susah payah menggendongmu kemari," kata Jayden menarik dagu Hera agar menatapnya. Tersenyum miring membuat wanita di depannya mengepalkan tangan seperti ingin menampar lagi pria itu. Tapi yang dia lakukan justru menepis tangan Jayden kemudian membuang muka lagi.

"Seharusnya kau menolak pernikahan kita saat itu, Jayden," kata Hera menumpukan semua kesalahan pada bahu pria itu. Berandai jika saat itu Jayden dengan tegas menolak dia tidak perlu merasakan sakit hati seperti sekarang. Jika bertanya kenapa tidak Hera saja yang menolak, jawabannya karena Hera terlalu takut perbuatannya malam itu diketahui orang tuanya. Dalam artian Hera tidak punya alibi untuk menolak karena sebenarnya dia harus menikah untuk menutupi semua perbuatannya. Lalu kenapa sekarang Hera malah menyalahkan Jayden? Sungguh wanita yang sangat naif.

"Jika aku menolak ... keluargamu akan hancur, Hera," kata Jayden. Dia tak perlu lagi menarik dagu Hera. Wanita itu dengan senang hati menatapnya sekarang.

Jayden tersenyum tipis lalu duduk di kursi yang ada di sana. Melipat tangan di dada dengan angkuh.

"Kita menikah memang hanya untuk saling menguntungkan," kata Jayden lagi.

Hal itu memang tidak bisa dipungkiri. Dan mungkin menjadi alasan terkuat pernikahan itu terjadi. Jika bukan karena keluarga Jayden, mungkin Hera dan keluarganya sudah tinggal di kolong jembatan sekarang. Saat itu keadaan perusahaan ayah Hera memang sangat memprihatinkan, hingga datang keluarga Jayden bagai malaikat yang akhirnya membuat keadaan kembali stabil.

"Lalu kenapa kau memperlakukan aku seakan kau menyukaiku? Seharusnya jika kau memang membenciku, perlakukan aku seperti sampah saja!" kata Hera meluangkan segala kekesalan dan kecewanya. Setidaknya jika Jayden berlaku kasar, Hera tak harus jatuh cinta.

"Seorang penggembala harus memberi makan dombanya dengan baik dan benar agar jika akan disembelih nanti sang penggembala mendapatkan domba yang gemuk," jawab Jayden. Dia memajukan sedikit wajahnya ke arah Hera. "Begitupun dengan dirimu. Aku harus memanfaatkanmu dengan baik," lanjutnya.

Plak!

Sudah cukup. Hera benar-benar muak dengan pria itu. Jayden menoleh dengan tatapan tajamnya. Memegang rahang Hera kuat.

"Kau pikir siapa dirimu, huh? Berani sekali menamparku?" kata Jayden dengan kilat kemarahan di matanya.

Air mata Hera lolos di kedua sudut matanya. Dia meringis pelan merasakan sakit pada rahang dan perutnya. Tidak adakah sedikit belas kasihan Jayden padanya? Dia baru saja melahirkan anak pertama mereka. Namun Hera salah mengharapkan belas kasih dari pria seperti Jayden. Dia tidak akan pernah mendapatkannya.

"Dasar wanita tidak tahu diri!" kata Jayden kemudian melepaskan tangannya dari Hera. Dia merasa buang-buang waktu saja menghadapi wanita itu. Jayden beranjak mengambil jas dan kunci mobilnya. 

"Kalau begitu ceraikan aku, Jayden!"

Teriakan Hera membuat langkah Jayden kembali terhenti. Dia berbalik, menaikkan satu alisnya.

"Aku akan melakukannya dengan senang hati," kata Jayden dengan wajah sumbringah seakan kata-kata itulah yang paling dia tunggu dari Hera. Dada wanita itu semakin berdenyut merasakan sakit yang luar biasa.

"Ya. Itu memang lebih baik," kata Hera menunduk.

"Tapi kau juga harus memikirkan keluargamu."

Untuk kedua kalinya Hera mendongak. Menatap bingung Jayden. Apa maksud pria itu?

"Jika kita bercerai sekarang. Mereka akan kehilangan segalanya karena bisnis ayahmu sekarang berada dalam naungan perusahaanku," kata Jayden seketika membuat Hera bergeming.

Jayden memakai jasnya sambil mendekat kembali ke ranjang Hera. Menunduk sedikit agar wajahnya berada tepat di depan wajah Hera.

"Dan satu lagi, bukankah ayahmu memiliki riwayat penyakit hipertensi yang lumayan parah?" tanya Jayden memainkan kartu utamanya. "Apakah dia sanggup mendengar berita jika anak kesayangannya yang baru saja melahirkan akan bercerai dengan suaminya," lanjut Jayden.

Hera menggretakkan giginya. Kenapa Jayden begitu banyak memegang kelemahan Hera? Sementara Hera tidak memiliki apapun. Lalu sekarang apa yang harus dilakukan Hera? 

Hatinya menolak dengan keras jika dia harus bertahan dengan pernikahannya bersama Jayden. Itu terlalu menyakitkan. Tapi Hera juga tidak bisa melihat keluarganya hancur apalagi jika harus kehilangan sang ayah. Bahkan membayangkannya saja dada Hera sudah terasa sangat sesak seakan oksigen di sekitarnya dirampas dengan paksa.

"Bagaimana? Apa kau masih ingin bercerai denganku?" tanya Jayden.

"Dasar pria brengsek!" umpat Hera sebagai jawabannya.

Jayden terkekeh remeh lalu menegakkan tubuhnya setelah mengecup dahi wanita itu sekilas.

"Itu kuanggap sebagai jawaban tidak," katanya kemudian berlalu dari sana.

"Aku tidak akan melepaskanmu dengan mudah, Hera Altezza. Kau harus membayar semuanya terlebih dahulu," gumam Jayden dengan nada penuh dendam.

To be continue....

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Biarin aj sh org tua lu bakalan lbh skt lg liat lu disakiti oon
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status