Share

Chapter 5: Perlahan Menjadi Kenyataan

Semua siswa kelas satu telah berkumpul di ruangan yang tadi siang digunakan untuk makan, tapi sayang di meja panjang itu saat ini belum tersaji makanan satu pun. 

Di ujung meja seorang wanita paruh baya sudah memegang sebuah mikrofon dan sepertinya ia akan mulai berbicara.

“Perkenalkan nama saya Berta, kalian bisa memanggil saya Bu Berta, saya adalah pengawas yang ditugaskan menjadi Kepala Asrama kelas satu."

"Jadi kalau kalian mempunyai keluhan atau masalah, kalian bisa membicarakannya pada saya, dan jika kalian melanggar peraturan kalian akan berhadapan dengan saya dan mendapatkan sebuah hukuman."

"Ada banyak jenis hukuman yang bisa diberikan, dan hukuman terparah adalah ‘Kamar Tertutup’."

"Untuk menghindari hukuman itu ada beberapa peraturan yang harus kalian patuhi selama menjadi penghuni asrama ‘Pinewood International School'."

Bu Berta berbicara terus menerus, tanpa mempedulikan murid yang sepertinya jenuh mendengarkannya.

"Tidak boleh berada di dalam asrama selama jam pelajaran sekolah berlangsung. Begitu juga sebaliknya saat jam pelajaran selesai semua murid harus berada di dalam lingkup gedung asrama, dan tidak diijinkan berkeliaran di gedung kelas kecuali Perpustakaan."

"Untuk siswa tahun pertama, akan diijinkan pulang satu bulan satu kali, selama dua hari, itu pun jika ada keluarga yang menjemput kalian."

"Untuk semua murid tidak diijinkan merokok, tidak diijinkan menggunakan kosmetik dan perhiasan berlebihan."

"Tidak boleh membawa majalah atau gambar-gambar yang tak pantas untuk dilihat, sedangkan komputer atau laptop kalian hanya bisa menggunakan milik sekolah dan tidak diperkenankan membawa sendiri. Handphone hanya dapat dipakai dihari libur."

"Bagi murid wanita, rok seragam tidak boleh terlalu tinggi di atas lutut. Sedangkan murid laki-laki celana seragam harus 2 cm di bawah mata kaki, dan yang terpenting adalah tidak boleh mengenakan sepatu yang berbeda dengan teman kalian, semuanya memakai seragam dan sepatu yang dikeluarkan dari sekolah."

”Untuk lebih jelasnya kalian bisa membacanya di papan pengumuman yang akan dipasang di dinding asrama besok, dan seragam telah disiapkan di lemari kalian masing-masing."

"Sampai  disini saja perkenalannya, lima belas menit lagi makan malam, jadi tetaplah duduk di tempat kalian masing-masing!” Perintah Bu Berta dengan tegas dan amat panjang lebar.

Wanita berusia sekitar 50 tahun itu segera duduk di balik meja makan yang menghadap ke meja makan siswa, rambutnya yang hitam diikat dan digulung ke dalam seperti seorang balerina.

Sedangkan tubuhnya yang tinggi besar membuatnya terlihat berwibawa dengan alis hitam yang tebal seolah menegaskan setiap tatapannya. 

Tapi, tak lama kemudian Bu Berta kembali bangkit dari kursinya setelah seorang pria berjenggot tebal yang tak lain adalah penjaga asrama kelas satu menghampirinya dan membisikkan sesuatu pada Bu Berta yang segera melemparkan pandangannya pada semua murid yang terlihat bertanya-tanya.

“Satu hal lagi, ibu mendapat laporan bahwa ada dua siswa yang telah melanggar peraturan!” ungkap Bu Berta dan membuat Keira tersentak mendengarnya.

Keira segera melirikkan matanya ke kiri, di seberang meja ia melihat Rion yang tak kalah kaget sembari menatapnya.

“Dari kamar 221 dan kamar 255! Bagi kalian berdua yang merasa telah melanggar peraturan ayo cepat maju, sebelum nama kalian berdua dipanggil!"

“CEPAT!!” tegas Bu Berta dengan suara yang menggema di ruang makan, seolah menggetarkan lampu kristal yang tergantung di langit- langit.

“Kamu?” tanya Liny kaget tak percaya.

Keira segera beranjak dari kursinya dan melangkahkan kakinya ke depan memenuhi panggilan Bu Berta. 

Walaupun ia mempercepat langkahnya untuk menghindari tatapan semua murid yang terasa mencibirnya, termasuk tiga teman sekamarnya, tapi ia tak kunjung sampai di hadapan wanita yang sudah menantinya dengan tatapan tak bersahabat.

“Jadi kamu! Apa yang kamu lakukan di luar asrama? Dan mana temanmu itu?” tanya Bu Berta meninggikan suaranya saat menyadari satu murid yang belum memenuhi panggilannya.

“Mana temanmu? Atau perlu ibu tayangkan melalui rekaman CCTV?"

Bu Berta menatap Keira yang tak mampu mengangkat kepalanya untuk melihat wanita yang dari dekat terlihat mengerikan, kulit wajahnya yang tebal dah dipenuhi bekas jerawat membuatnya terlihat garang.

Keira lupa bahwa ada CCTV yang terpasang di beberapa sudut koridor gedung sekolah. Wajar saja dia anak baru, kenapa Rion tak menyadarinya juga.

“Apa dia seorang pengecut yang tak berani mempertanggungjawabkan kesalahannya?” 

Suara Bu Berta yang semakin geram. Semua murid terdiam di depan meja makan. Keira mengangkat kepalanya, dari kejauhan terlihat Rion yang mencoba bangkit dari kursinya.

“Dasar pengecut!” batin Keira menatap Rion. 

Melihat hal itu, Vero seolah tak percaya dengan apa yang terjadi, ia terlihat seperti cacing kepanasan di atas bangkunya. Gadis centil itu tampak kaget melihat Rion adalah orang yang dimaksud.

“Akhirnya datang juga! Bocah pengecut!” cibir Bu Berta yang terlihat sedikit terkejut menatap Rion yang terlihat geram mendengarnya.

“Sebutkan nama lengkapmu keras-keras?”

“Rion Airlangga!” teriak Rion membuat seisi ruang makan menyorakinya.

“Kamu?”

“Keira Atlantic!” lanjut Keira menghela nafasnya dalam-dalam.

 “Keira, Rion, karena ini hari pertama kalian di asrama ini, dan peraturan juga baru saja diumumkan, jadi hukuman untuk kalian berdua adalah."

Bu Berta menghentikan sejenak ucapannya, seperti membuat suasana semakin menegangkan, atau memang sedang berpikir hukuman apa yang tepat untuk dua anak didepannya.

"Tetap berdiri di depan sampai makan malam tiba dan setelah makan malam kalian berdua harus membantu pegawai dapur membereskan meja makan’!”

“APA?!!” seru Keira dan Rion bersamaan, dan membuat Bu Berta sedikit kaget melihat reaksi dua remaja itu.

“Atau kalian ingin mencoba ‘Kamar Tertutup’!” ancam wanita paruh baya itu dengan melebarkan matanya dan membuat dua anak di depannya tertunduk lemas.

Lima belas menit terasa bagai satu jam, Keira dan Rion berdiri berdampingan menghadap ke depan, beberapa murid terlihat tersenyum mengejek, beberapa lagi berbisik-bisik dan menyunggingkan bibirnya menatap Keira dan Rion.

“Kembalilah ke tempat duduk kalian dan ingat setelah selesai makan jangan pergi dari tempat kalian!” ujar Bu Berta, kali ini ada sedikit senyuman kecut di wajahnya, entah apa maksudnya.

Keira dan Rion kembali ke bangku mereka dengan penuh kekesalan, dan siap mengisi perut mereka dengan makanan yang telah tersaji di meja panjang di hadapannya.

“Ngapain aja sama Rion?” sambut Vero ketus saat Keira akan membalik piring makannya.

“Dasar anak luar! Harusnya kamu nyadar kamu itu nggak pantes masuk sini!” lanjut Vero dari samping Liny.

“Maksudmu?” selidik Keira menatap Vero dengan tatapannya yang dingin.

“Kamu itu orang luar nggak sepantesnya kamu masuk Pinewood!” tegas Vero mencoba menghidari tatapan Keira.

“Sudah-sudah!” seru Liny yang duduk diantara Vero dan Keira, mencoba meredakan perdebatan yang akan bertambah parah jika dibiarkan.

“Liny! Kamu belain dia!” gerutu Vero, mencabik-cabik potongan daging di atas piringnya dengan garpu dan pisau yang digenggamnya. 

Keira hanya menggelengkan kepalanya dan mulai memasukan potongan daging asap ke dalam mulutnya, ia perlu energi lebih untuk menjalani hukuman setelah ini.

“Sepertinya ini awal yang buruk!” gumam Liny pada Keira yang tak banyak bicara.

“Sepertinya begitu!” sahut Keira, tanpa memandang sahabatnya yang terlihat khawatir.

“Tapi, darimana Bu Berta tahu ada murid yang keluar dari asrama? Padahal setahuku nggak ada satu orang pun penjaga di luar!”

“Aku sudah pernah bilang, mulai pukul 12:00 WIB ada penjaga, dan Kakak ku pernah bilang ‘walaupun penjaga itu pergi atau tak ada di tempatnya, tapi ada kamera pengintai yang akan menggantikan tugas penjaga itu, mungkin dipasang di setiap sudut asrama ini, aku juga nggak tau!” beber Liny.

“Begitu ya, jadi kamera itu akan diaktifkan saat penjaga itu pergi?”

“Mungkin!”

Sore hari yang gelap dan dingin, dari pagar besi yang menutup pintu asrama terlihat air hujan yang masih turun dengan derasnya membasahi daun cemara yang tumbuh lebat berwarna hijau. 

Ruang makan yang besar kini lebih terlihat megah dengan cahaya terang yang bersumber dari lampu kristal yang digantung di langit-langit. 

Tapi meja makan yang panjang itu terlihat kotor dan berantakan, lima orang pegawai dapur sedang membersihkan dan membenahi setiap bagian meja dibantu oleh dua orang murid yang dihukum.

“Ini semua gara-gara kamu, tau!” seru Rion dari seberang meja. 

"Apa?”

“Dasar pengecut!” sahut Keira memicingkan matanya ke sebrang meja, tangannya masih tetap bergerak untuk mengelap meja dengan kain lap berwarna hijau tua.

“Kalo saja tau, akan begini kejadiannya, aku nggak akan menolongmu!”

“Kan sudah kubilang, aku nggak butuh bantuan dari pengecut sepertimu! Salahmu sendiri! Dan perlu kamu tau! Paling nggak aku bisa menghadap Bu Berta, nggak kayak kamu yang memalukan!” sindir Keira dengan suaranya yang dingin.

“Kamu! Kamu nggak tau apa-apa, jadi jangan menghakimiku seperti itu! Dan kamu harus ingat ‘aku bukan pengecut’!” tegas Rion pada gadis yang tak mempedulikannya.

“DIAM!!!” Teriak Bu Berta yang tiba-tiba muncul.

“Kalian sedang dihukum! Jadi jangan banyak bicara atau akan ibu tambah hukumannya!” tegas Bu Berta dan segera berlalu meninggalkan Keira dan Rion yang terpaku melihatnya.

Satu jam berlalu, meja makan sudah kembali terlihat bersih dan mengkilat, Keira dan Rion masuk ke kamarnya tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka. Di dalam kamar 221, Vero sudah menanti kedatangan Keira.

“Aku peringatkan kamu agar menjauh dari Rion, atau kau akan menyesal!” ancam Vero sembari mendorong tubuh Keira ke dinding kamar dan menekankan tangannya di leher Keira yang diam dan menatap teman sekamarnya dengan tatapan kosong.

“Kamu itu bener-bener pengaruh buruk ya!!!” lanjut Vero.

“Ve! Sudah hentikan!” seru Liny menarik tubuh Vero yang lebih tinggi darinya.

“Kamu jangan ikut campur, deh Lin!!!” bentak Vero menghempaskan tubuh Liny ke atas kasurnya. 

Melihat itu, dengan sekuat tenaga Keira melepaskan dirinya dari lengan Vero yang lebih besar sedikit darinya.

“Tingkahmu itu memuakkan tau! Asal kamu tau saja, aku nggak berminat dengan seorang pengecut seperti Rion! Dan kayaknya kamu harus jaga tanganmu sebelum nyesel!” bentak Keira dengan tatapan menantangnya yang kali ini membuat nyali Vero ciut, Si kembar Fane dan Fani segera beranjak dari kasurnya dan menghampiri Vero yang terdiam membeku.

Malam pertama yang kurang mengenakkan untuk terlelap dalam tidur, suasana yang sepi membuat Keira gelisah, lagi-lagi ia takut untuk tidur dan bermimpi. 

Di samping kirinya Liny sudah terlelap, mungkin sekarang dia sedang bermimpi bersama kakaknya yang selalu diceritakannya pada Keira.

Si Kembar yang tidur di sebelah kanan Keira, merapatkan ranjangnya menjadi satu dan saling berpelukan dalam tidurnya, sedangkan Vero tampak lebih cantik saat tidur dan tak ada yang akan menyangka jika bangun dia akan menjadi gadis yang mengerikan dan kasar.

Keira pun menatap langit-langit kamar dan berusaha keras menahan matanya agar tetap terjaga.

Dan saat Keira membuka matanya lebar-lebar, kembali dilihatnya wanita itu. Wanita muda itu menahan rasa sakit di perutnya yang terluka parah.

Perlahan ia menyeret tubuhnya dan tangannya yang berlumuran darah mencengkeram kaki kanan Keira yang ketakutan setengah mati.

“Tidaakkk!!!” teriak Keira membangunkan semua penghuni kamar 221.

“Kei! Kamu mimpi buruk?” tanya Liny yang langsung beranjak dari tempat tidurnya dan menghampiri Keira.

“Dasar! Tidur pun membuat onar!” bentak Vero dari atas ranjangnya, ia segera menutupkan sebuah bantal ke kepalanya.

Keira terduduk merasakan nafasnya terengah-engah, keringat membasahi tubuhnya yang tertutup selimut.

“Aku baik-baik saja!” seru Keira pada Liny yang naik kembali ke atas kasurnya setelah yakin bahwa temannya itu tak membutuhkan bantuannya.

Jam dinding di atas pintu menunjukan pukul 01:00 WIB. Sesaat Keira menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya.

Perlahan ia mulai merasakan dadanya yang terasa dingin, tangannya mencoba menarik sesuatu dari dalam bajunya.

“Liontin ini?” gumam Keira menggenggam erat Liontin yang terasa sangat dingin, ia beranjak dari kasurnya dan saat kakinya menyentuh lantai kamar.

Kali ini matanya benar-benar tercengang, tubuhnya terasa lemas saat dilihatnya cairan berwarna merah lengket yang berlumuran di pergelangan kakinya.

“Darah?” Keira segera berlari masuk ke dalam kamar mandi, ujung jari telunjuknya mencoba menyentuh cairan merah itu dan perlahan mendekatkannya di depan lubang hidung.

“Darah!” seru Keira mencium bau amis dan besi yang menyengat dari cairan merah itu.

Keira berjalan kembali ke atas tempat tidurnya setelah mencuci bersih kakinya, pandangannya kosong, tubuhnya lemas, bibirnya terasa kelu, keadaannya saat itu tampak lebih kacau dari apapun.

“Jangan-jangan hal itu akan terjadi lagi, tapi aku tak mau mengalami kejadian mengerikan itu, aku tak mau semua kejadian mengerikan itu terulang lagi, aku mau hidup baru!” kata-kata itu terus keluar dari bibir Keira, hingga ia tak menyadari dirinya telah tertidur kembali

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status