Share

Chapter 7: Teleportasi

Setelah makan siang selesai, Keira seorang diri masuk ke kamarnya, karena Liny harus melaksanakan tugas piketnya. 

Di dalam kamar kembali dilihatnya Vero yang tengil bersama dua anak kembar yang makin mengacaukan suasana.

“Akhirnya si pencari perhatian datang juga!” 

Ucap Vero sinis dengan hidungnya yang sedikit dinaikkan, tapi Keira tak menghiraukan ucapan teman sekamarnya itu.

Ia segera meraih rok seragamnya yang tergantung di dalam lemari pakaian dan tak lama kemudian diambilnya selembar kertas dari dalam saku rok merah itu. 

“Kamu itu manusia atau batu sih!” bentak Vero menghampiri Keira di depan lemarinya, dan kali ini Keira tak bisa diam.

Saat tiba-tiba tangan Vero tiba-tiba menarik liontin dari rantai kalung Keira yang menjuntai di luar bajunya, tapi semuanya sia-sia. Liontin itu cukup kuat untuk ditarik dari rantai tali kalung yang melingkar di leher Keira.

“Lepaskan tanganmu!” seru Keira pelan sembari menahan lehernya, untungnya Vero benar-benar menuruti ucapannya.

“Jangan coba-coba mengambil barang yang bukan milikmu tanpa ijin dari pemiliknya!"

"Karena jika itu kau lakukan maka seluruh dunia akan memanggilmu MALING!” tegas Keira segera berlalu dari dalam kamarnya dan melangkah keluar meninggalkan Vero yang semakin dongkol mendengar ucapannya. 

Di ruang makan dilihatnya Liny dan beberapa anak lain yang sedang piket, saat Keira hendak melangkah tiba-tiba sebuah tangan menggapai pundaknya dan segera mengghentikan langkahnya.

“Keira!” seru Bu Berta dengan suara yang sedikit dipelankan. 

“Ibu!” seru Keira kaget setengah mati.

“Ibu mau minta tolong padamu, tolong antarkan surat ini pada  Bu Hilda!” pinta Bu Berta sambil menyodorkan sebuah amplop tertutup berwarna putih.

“Bu Hilda?” ulang Keira yang asing dengan nama itu.

“Bu Hilda, penjaga perpustakaan!” jelas Bu Berta, Keira mengiyakan permintaan kepala asrama yang terlihat lega, ia pun segera pergi. 

Saat Keira melintasi pintu gerbang asrama, seorang penjaga langsung menghadangnya.

“Mau kemana?” tanya pria tua berjenggot tebal yang mungkin sudah puluhan tahun bekerja di sekolah itu, yang kemarin telah dilihatnya.

“Perpustakaan!” sahut Keira menunjuk perpustakaan yang terletak di sebelah kanan lift.

“Silahkan!” seru penjaga itu mengijinkan Keira melanjutkan perjalanannya, Keira bergegas masuk ke dalam perpustakaan yang pintunya terbuka lebar.

“Permisi!” seru Keira di depan meja penjaga perpustakaan yang bentuknya melengkung setengah lingkaran.

“Silahkan masuk! Ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang wanita dengan rambut yang dipenuhi uban yang tak kalah antiknya dengan pria penjaga sekolah.

“Saya mau mengantarkan surat untuk Bu Hilda! Bisakah saya bertemu beliau?” ujar Keira dengan sopan.

“Saya sendiri! Dari siapa?” tanya Bu Hilda meraih sepucuk surat yang diberikan Keira.

“Dari Bu Berta!” sahut Keira pada Bu Hilda yang terlihat senang melihat sepucuk surat yang ada di tangannya. 

Keira mengalihkan pandangannya pada barisan layar komputer khusus perpustakaan yang tertata rapih di depan jendela kaca perpustakaan.

“Apa saya bisa menggunakan layanan internet di sini?” tanya Keira tiba-tiba, dan membuat Bu Hilda mengerutkan alisnya dan menatapnya dari atas bingkai kacamatanya.

“Jam perpustakan telah selesai, seharusnya tidak boleh! Tapi karena kamu telah memberi sedikit bantuan, jadi kali ini kamu diijinkan menggunakannya, tapi jangan terlalu lama! Karena perpustakaan akan ditutup pada pukul 16:30 WIB.”

Keira menatap jam pohon cemara yang menempel di dinding perpustakaan yang bercat coklat, masih menunjukkan pukul 15:40 WIB. 

Ia menarik sebuah kursi kayu yang menghadap pada meja komputer, jemarinya segera menari-nari di atas keyboard, dan menggerakkan mouse infra red berwarna putih dengan logo buah kesukaannya. 

Sejenak ia menanti, hingga sebuah situs di internet terbuka dan ia mulai mengetikkan kata-kata yang terus  terngiang saat ia mulai keluar dari kamarnya tadi. 

Di kotak pencarian huruf- huruf itu mulai muncul membentuk sebuah kata ‘Teleportasi’, setelah itu telunjuk kanannya langsung menekan tombol Enter. 

Keira kembali menunggu dan sesaat kemudian layar monitor di hadapannya memunculkan beberapa artikel yang membuatnya membuka mata lebar-lebar. Ia membuka salah satu artikel dari Mikipedia.

Teleportasi adalah sebuah proses perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dalam waktu singkat dengan menggunakan sebuah kekuatan yang tidak dimiliki oleh semua orang, dan kekuatan itu dinamakan kekuatan fikiran. 

Kekuatan fikiran dapat dilatih dengan memusatkan fikiran pada satu titik, dan terkadang kekuatan fikiran itu muncul saat seseorang berada dalam keadaan sangat kacau atau keadaan sangat teramat baik.

Tapi lebih tepatnya kekuatan fikiran dapat benar- benar muncul jika seseorang dalam keadaan sadar dan dapat berkonsentrasi penuh dan merasakan setiap apa yang ada dalam dirinya menjadi satu kesatuan.”

Teleportasi hanya bisa dilakukan jika tempat yang menjadi tujuannya pernah disinggahi oleh pemilik kekuatan itu, atau dia hafal betul dengan denah lokasi tujuannya.

Dan yang perlu diketahui adalah Teleportasi tidak dapat digunakan untuk pergi ketempat lain yang dipisahkan atau bersebrangan dengan lautan.

Teleportasi terkadang dirasakan hanya sebuah ilusi, dan seseorang bisa saja tak bisa kembali ke tempat semula atau hilang di dimensi lain saat melakukan teleportasi dan hal itu sering menimbulkan kegilaan sementara atau permanen.

Berikut adalah penuturan yang didapat beberapa tahun silam dari orang-orang yang meyakini bahwa dirinya mampu melakukan Teleportasi, tapi hingga saat ini mereka hilang tanpa jejak;

- Kevin Sastroso(19) ; “Aku mampu melakukan Teleportasi saat aku berusia 10 tahun, hal itu mula-mula tak kusadari. Tapi aku menikmatinya dan mulai berpetualang ketempat-tempat yang aku inginkan.”

- Venus Atmaja(18) ; “Teleportasi pertama kualami saat aku tidur dan bermimpi…,”

Keira berhenti membaca, bibirnya yang merah bergetar, raut wajahnya yang tercengang berangsur-angsur berubah.

Aa!da secerca senyuman yang mengembang di wajahnya saat ia menutup artikel lawas dalam situs internet itu.

“Apa kau sudah selesai?” Tanya Bu Hilda yang menghampiri Keira di depan komputer.

“Su…sudah Bu!” sahut Keira sedikit tergagap.

“Kalau begitu ibu bisa menutup perpustakaan ini,” lanjut Bu Hilda sembari menatap jam yang telah menunjukkan pukul 16:30 WIB.

“Terima kasih atas ijinnya!” Keira keluar dari perpustakaan itu dengan perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

“Jangan-jangan aku memang bisa melakukan ‘Teleportasi’, tapi apa yang harus kulakukan? Selain mimpi buruk yang semakin jelas dan nyata saat aku memasuki Pinewood, apa kejadian dulu itu akan terulang lagi?"

"Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Aku ingin hidup normal!” batin Keira, memasuki asrama yang sudah sepi, tapi dari sudut asrama terdengar keramaian, ia memutuskan menghampiri keramaian di ruang santai yang belum pernah didatanginya.

Kakinya ragu saat pintu gantung di ruang santai berayun-ayun di mukanya. Suara gelak tawa segera hilang saat Keira memutuskan memasukan tubuhnya yang berbalut busana casual itu ke dalam ruang santai. 

Hampir semua anak yang sedang duduk bersantai dan mengobrol itu terdiam menatap Keira.

“Keira!” panggil sebuah suara yang membuat Keira sedikit tenang.

“Liny,” Keira menghampiri Liny di pojok ruangan, ia terlihat sedang menulis sesuatu di atas buku tulis setebal 2 cm, atau lebih tepatnya seperti buku diary.

“Kamu kemana saja?” tanya Liny, segera menutup bukunya, dan melihat ke sekelilingnya. Satu persatu anak-anak yang lain keluar dari ruang santai, hal itu membuat Keira tertunduk lemas.

“Kamu lihat sendirikan! Bahkan mereka nggak mau satu ruangan dengan manusia aneh sepertimu!” seru Vero dari samping Keira sebelum ia akhirnya keluar dari ruang santai, mendengar dan mengetahui hal itu hati Keira terasa sakit.

Di ruang santai yang luas itu hanya tersisa tiga anak, Keira, Liny, dan Rion yang sepertinya tak mempedulikan sekitarnya dan terlihat sibuk membaca komik.

“Jangan diambil hati Kei! Vero mungkin sudah meracuni otak semua anak dengan cerita-cerita bohong mengenai dirimu!” ujar Liny.

“Aku tahu semua ini akan terulang kembali, dan aku juga akan lebih siap untuk menghadapinya!” gumam Keira menahan air matanya agar tidak mengalir.

“Maksud kamu apa? Kenapa kamu mengatakan ini akan terulang?” selidik Liny penasaran dan segera menarik lengan Keira untuk duduk di sampingnya.

“Aku."

Keira terhenti saat disadarinya ada orang lain di ruangan itu yang kemungkinan akan mendengar pembicaraannya. Keira beranjak dari kursinya dan menghampiri Rion yang menyadari kedatangannya.

“Apa kamu akan menguping pembicaraan kami?” tanya Keira.

“Jika diijinkan,” sahut Rion tersipu malu, dan membuat Keira tercengang.

“Mungkin kamu lebih baik keluar dari ruangan ini seperti anak- anak lain!”

“Kamu itu bener-bener nggak tahu terima kasih, Ya! Dua kali aku menolongmu, tapi sama sekali kamu nggak mengucapkan terima kasih padaku!” tegas Rion.

“Apa! Jadi itu, jadi itu masalahmu! Baik aku ucapkan terima kasih atas bantuanmu, penolongku!” Keira berkata dan segera pergi dari hadapan Rion.

“Oia, aku lupa, asal kamu tahu ya! Gara-gara kamu aku dihukum!” lanjut Keira yang segera pergi dari hadapan Rion, tapi langkahnya terhenti saat Rion mencengkeram lengannya.

“Lepas!” seru Keira segera melepaskan tangannya dari cengkraman Rion.

“Bisa nggak sih, kita berteman lebih baik!” tegas Rion membuat Keira tertunduk dan menghembuskan nafasnya keras-keras.

“Kei! Berteman sajalah! Lagipula sebenarnya kalian nggak ada masalah seriuskan?” saran Liny dari kursinya. 

Kali ini Rion dan Keira saling berpandangan dan menghela nafas menyerah. Ia pun menyadari sebenarnya memang tak ada masalah serius, hanya saja Rion sering sekali menjadi sasaran Keira yang merasa kesal pada dirinya sendiri.

“Kayaknya emang nggak ada masalah serius, tapi nggak tau kenapa kita selalu bertengkar!” ujar Rion yang lebih tinggi 15 cm dari Keira dan Liny.

“Kamu pikir begitu? Pertama kali ketemu kamu itu sudah  ngebuat masalah sama aku!” gerutu Keira mengingat kejadian di Gramexia.

“Tapi udahlah!” Keira terdiam sejenak tanpa sepatah katapun. 

”Lupain aja! Mungkin berteman memang lebih baik!” lanjut Keira tersenyum pada Liny dan Rion yang segera mengulurkan tangan kanannya.

“Perkenalkan aku Rion!”

“Aku udah tau, teman satu kamarku yang bernama Vero selalu nyebutin namamu kok.” sahut Keira menahan tawa saat melihat pipi Rion yang memerah.

“Namanya Keira! Dia masuk Pinewood saat SMA!” Liny berkata sembari menunjuk sahabatnya.

“Keira! Pantas saja aku nggak pernah melihatmu, sebelum di Gramexia! Apa kamu ceritakan mengenai Vero padanya, Lin?” tiba-tiba saja Rion berubah menjadi sangat cerewet bahkan melebihi dua cewek di hadapannya.

“Iya,” sahut Liny pendek. Ketiga anak itu duduk kembali di ruang istirahat, sofa yang cukup empuk membuat suasana lebih terasa nyaman.

“Apa kau suka membaca komik?” tanya Rion pada Keira, saat ini mereka lebih terlihat akur dari pada beberapa hari sebelumnya.

“Aku lebih suka membaca Novel, tapi aku suka membaca semua buku yang bercerita mengenai Detektif.” Ujar Keira, sikapnya yang sedikit cuek itu membuatnya berbeda dengan cewek kebanyakan.

“Aku lebih suka mengikat rambutku sebanyak mungkin,” sambar Liny seolah tak mau ketinggalan untuk masuk dalam obrolan yang tadinya terasa kaku.

“Aku sebenernya nggak ingin masuk SMA ini!” aku Rion, cowok bertubuh tinggi itu tampak lebih tampan saat ini, rambut hitamnya yang lurus dengan potongan shaggy, dipadu dengan lesung pipit yang membuatnya semakin terlihat manis.

“Aku juga, ibuku yang memilihkan sekolah ini untukku!"

"Sebenernya aku nggak mau masuk sekolah asrama!” timpal Keira.

"Kalau aku senang sekolah di sini, karena kakakku juga sekolah di sini! Tapi aku memang kurang suka dengan asrama!” ujar Liny yang kali ini pun tak melupakan kakaknya untuk turut dalam ceritanya.

“Kakak? Kamu punya kakak?” tanya Rion sedikit kaget.

“Iya, Kakakku kelas 3, minggu depan saat acara pembukaan tahun ajaran akan kukenalkan pada kalian berdua ya!”

“Tapi, dari dulu aku baru tahu kalo kamu punya kakak perempuan,”

“Siapa bilang dia perempuan? Dia lelaki yang sangat tampan, Keira pasti menyukainya!”

“Semoga saja!” harap Keira dengan tampang bercandanya yang menggelikan.

“Ha…ha…ha…!" tiga anak itu menggema di dalam ruangan berukuran luas yang dindingnya tinggi.

Ruang santai yang semula berubah sepi kini telah ramai kembali oleh suara Liny dan Rion, bahkan Keira sejenak melupakan mimpi-mimpi buruk dan semua hal aneh yang ada dalam dirinya, yang pasti akan muncul kembali.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status