Share

Chapter 8: Wanita Dalam Mimpi

Malam yang dingin membuat semua penghuni asrama terlelap di balik selimut tebalnya, hanya Keira yang masih tetap terjaga. 

Ia mengendap-endap menyusuri ruang makan yang gelap, menuju ruang santai yang dipenuhi lukisan, beberapa komik dan sofa-sofa kecil di sekeliling meja billiard berwarna hijau. 

Kakinya yang beralaskan sneakers mulai menapaki lantai ubin di ruang santai, Keira mengenakan celana panjang berbahan cotton biru navy dan sweater panjang dari wol berwarna biru laut, ia segera menaiki kursi kayu yang terletak di depan meja di sudut ruangan.

“Aku harus mencobanya!” perintah Keira pada dirinya sendiri. 

“Aku harus membuktikan, apakah ini teleportasi atau hanya mimpi saja,” tegasnya menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya.

Beberapa detik kemudian Keira memejamkan matanya dan berusaha berkonsentrasi untuk mengingat  sebuah jalan, jalan yang ia lalui saat berangkat dari rumahnya menuju ke Pinewood. 

Telunjuk tangan kanannya segera digerakkan saat pikirannya mulai membayangkan dan mulai melihat ruang makan yang gelap.

Ia bergerak menyusuri ruang makan asrama, melalui jembatan, tapi terlalu lama untuk menaiki lift, sehingga ia memutuskan melompat melalui jembatan dan ia melihat taman yang hijau dipenuhi pohon cemara.

Dalam pikirannya ia segera menyusuri koridor di lantai dasar dan saat hendak berbelok menuju pintu masuk, tiba- tiba sesuatu mengagetkannya.

“Ada siapa di dalam?” seru sebuah suara dari balik pintu ruang santai dan membuat konsentrasi Keira buyar dengan seketika.

Keira segera membuka matanya dan kaget setengah mati saat ia melemparkan pandangannya ke sekeliling ruangan.

“Mustahil!”

Keira mendapati dirinya sekarang berada di koridor lantai dasar, tepat seperti yang dipikirkan dan dibayangkannya di ruang santai tadi.

“Ini benar-benar nyata!”

“Aku bisa melakukannya, aku bisa melakukan ‘Teleportasi’!” seru Keira, ada rasa sedikit senang dalam benaknya.

Keira segera kembali ke dalam kamarnya dengan menggunakan ‘Teleportasi’, tak lebih dari satu menit ia sudah berada di atas ranjangnya. 

Tak ada satupun yang terbangun saat itu, Keira segera memejamkan matanya, dan membaringkan tubuhnya di atas kasur.

Mata wanita itu terbuka lebar dan membuat wajahnya yang cantik berubah menjadi mengerikan saat ia menghembuskan nafas terakhirnya, Keira melihat pergelangan kakinya yang berlumuran darah.

“Tidakk!!” jerit Keira beranjak dari mimpinya dan membuat seisi kamar lagi-lagi terbangun.

“Kamu mimpi buruk lagi, Kei?” tanya Liny dari ranjang di sebelah kirinya.

“Sepertinya begitu!”

“Kamu itu bisa nggak sih, tidur dengan tenang dan berhenti mengganggu tidur kami? Kamu tahu, sudah satu minggu kita tidur dalam satu kamar dan sudah satu minggu pula kamu selalu berteriak dalam tidurmu dan membangunkan kami dimalam hari!” 

Vero kesal, Keira hanya tertunduk mendengarnya, keringat dinginnya terus mengalir. Sudah satu minggu ini dia berada di asrama dan mimpi buruk itu terus terulang.

Mungkin dia sudah sangat hafal dengan wajah wanita dalam mimpinya itu. Meskipun ia sudah menyadari ‘Teleportasi’ yang mampu dilakukannya, tapi ia belum bisa mengatasi mimpi buruknya yang mulai tak terkendali.

“Cepat berkumpul! Karena ini adalah hari sabtu, maka kalian bisa bebas keluar asrama, tapi ingat tidak boleh keluar dari lingkungan sekolah!” jelas Bu Berta dari ujung meja makan saat menanti pegawai dapur menghidangkan semua makanan. 

Sarapan pagi ini adalah kentang goreng, disiram saus wijen, dan segelas susu sapi segar. Seperti biasa Keira mengenakan kaos berlapis sweater, tapi Liny pagi ini terlihat tak menghiasi rambutnya dengan benda-benda yang nyentrik abis yang bernama jepit rambut.

“Bu!” seru Vero mengeraskan suaranya tiba-tiba dari kursinya, di samping Liny.

“Saya ada keluhan!”

“Ya, katakana saja,” ujar Bu Berta menanggapi Vero yang sekilas melirikkan matanya pada Keira.

“Saya tidak tahan tidur satu kamar dengan Keira, dia selalu berteriak dimalam hari dan itu sangat mengganggu! Apa dia bisa dipindahkan ke kamar lain?”

“Tinggal kamu saja yang pindah!” celetuk Liny, suasana ruang makan menjadi ribut semua anak berbisik-bisik, Keira terdiam tak ada sebuah pembelaan yang keluar dari mulutnya yang tertutup rapat.

“Semuanya diam!” perintah Bu Berta yang baru saja selesai mencerna keluhan Vero.

“Apa hanya kamu yang keberatan dengan hal itu?” tanya Bu Berta, Vero segera menatap dua anak kembar yang segera bangkit dari kursinya.

“Kami juga, Bu!” seru Fane dan Fani bersamaan, melihat hal itu Bu Berta memutar bola matanya menatap Keira yang terdiam.

“Baiklah nanti akan ibu pertimbangkan!” 

Bu Berta membuat tiga teman sekamar Keira tersenyum penuh kemenangan pada Keira dan Liny yang tak bisa menutupi kekesalannya. 

Sarapan terasa sangat hambar dan tak karuan bagi Keira, tak ada satu pun makanan yang masuk ke dalam mulutnya setelah Vero membuat keadaan semakin kacau.

Wangi daun cemara terasa sejuk, koridor kelas dipenuhi anak- anak yang sedang berantri untuk menaiki lift, karena kelas 2 dan 3 tak ada yang pulang saat akhir pekan.

Dan semua murid saat ini berbondong-bondong menuju lantai dasar untuk melihat persiapan acara pembukaan tahun ajaran baru yang akan dilaksanakan nanti sore.

Keira, Rion, dan Liny, berjalan bersama menuju lift, dan Vero yang melihat hal itu langsung dibakar api cemburu dan segera melangkah menghampiri Keira.

Plakkk!!

“Auw…” pipi Keira terasa panas saat sebuah tamparan mendarat di pipinya, waktu seolah berhenti beberapa detik setelah cap lima jari berhasil menghiasi pipi Keira yang memerah.

“Kamu itu apa-apaan sih!” bentak Rion persis di depan muka Vero yang geram menatap Keira.

“Kurang puas, tadi pagi mempermalukan aku di ruang makan?” tanya Keira lirih, suaranya terdengar dingin dan tatapan yang mengarah pada Vero terlihat lebih galak dari sebelumnya.

“Ayo cepat pergi dari tempat ini!” saran Liny menggandeng lengan Keira dan menariknya masuk ke dalam lift bersama Rion, mereka meninggalkan Vero dan dua anak kembar yang terlihat semakin kesal.

“Dasar cewek gila!!!” gerutu Vero pada Keira yang segera hilang dari pandangannya.

Akhirnya dengan pipi yang masih terasa panas, Keira bersama Liny dan Rion keluar dari lift yang telah berhasil mengantarkan mereka di lantai dasar.

Koridor lantai dasar gedung selatan sangat ramai, beberapa orang sedang disibukkan dengan sebuah meja panjang yang sedang diberi penutup dan hiasan di atasnya.

Tapi tiba-tiba seseorang bertubuh besar menghalangi pandangan Liny, Rion, dan Keira yang masih terdiam sembari sesekali memegangi pipinya.

“Keira Atlantic!” panggil seorang wanita di hadapannya.

“Bu Berta,” sahut Keira menatap pada Rion yang segera menundukkan kepalanya saat melihat wanita itu, sedangkan Liny sama sekali tak mencoba untuk memandang Bu Berta lebih lama.

“Kamu dipanggil ke ruangan Pak Guna,” jelas Bu Berta mengalihkan pandangannya pada Rion dengan mata menyelidik.

“Pak Guna?” ulang Keira.

“Ada sesuatu yang ingin dia bicarakan!” ujar Bu Berta yang  segera berlalu dari hadapan Keira.

“Ada apa? Apa yang perlu dibicarakan?” batin Keira.

“Kami akan menunggumu di aula,” ujar Liny pada Keira yang segera mengikuti langkah Bu Berta yang cepat setelah melemparkan pandangan penuh tanya pada kedua temannya.

Bu Berta berhenti di depan sebuah ruangan bercat putih yang terletak di koridor ruang guru, di lantai dasar gedung selatan.

“Silahkan masuk saja, dia sudah menunggu mu!” seru Bu Berta mempersilakan Keira di depan pintu.

Keira menyusuri ruangan guru psikologi itu yang semua perabotannya berwarna putih bersih, ruangan yang terasa menenangkan siapapun yang memasukinya.

“Percepatlah langkahmu!” perintah sebuah suara yang terdengar dari balik pembatas ruangan.

“Apa ada hal penting yang harus dibicarakan?” tanya Keira pada Pak Guna yang terlihat bersemangat dari balik mejanya.

“Duduklah!” perintah Pak Guna sembari menunjuk kursi di depan mejanya.

“Pertama-tama saya ingin menanyakan hal yang sangat penting padamu, dan berjanjilah kau akan menjawab beberapa pertanyaan dengan jujur,” Pak Guna menajamkan pandangannya pada Keira yang sedikit bingung.

“Jika itu bisa membantu bapak, akan saya lakukan!” sahut Keira memaksakan wajahnya untuk tersenyum.

“Ini bukan untuk membantu saya, tapi membantu dirimu sendiri!”

“Maksud Bapak?” tanya Keira semakin dibuat bingung.

“Maksud saya adalah, saya akan mencoba membantumu menyelesaikan masalah yang membebani pikiranmu, dan masalah yang membuatmu tak bisa tidur dengan tenang!”

“Apa Bapak mendengar semua itu dari Bu Berta?”

“Ada beberapa hal yang harus diselesaikan bersama-sama dan kami akan membantu mengembalikan jiwamu yang sehat,”

“Apa Bapak berpikir jiwa saya terganggu?” 

Keira merasa tersinggung mendengar ucapan Pak Guna.

“Bukan begitu, maksud saya!” 

Pak Guna mencoba menghentikan perkataannya dan menghembuskan nafasnya untuk memilih kalimat yang sepertinya akan lebih efektif.

“Sudah satu minggu kamu berada di sekolah ini, dan beberapa murid mulai terus memperhatikanmu karena mereka merasa kamu aneh, bahkan kamu tak bergaul dengan murid lain, selain Liny dan Rion.” Lanjut Pak Guna sedikit ragu untuk mengucapkannya.

“Dan beberapa murid mengatakan aku kurang waras kan?” gumam Keira dari ujung bibirnya.

“Setidaknya kau menyadari hal itu,” sahut Pak Guna menatap mejanya.

“Aku akan menyelesaikannya sendiri!” seru Keira, tanpa mendengar jawaban Pak gurunya, ia keluar dari ruangan itu.

“Sudah kuduga semua ini akan terulang! Ibu, kenapa kau memasukanku ke penjara ini?” gerutu Keira.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status