Share

Chapter 6: Hari Pertama Sekolah

Krrrriiiiiingggggg!!!

Seolah tiada lelah, bel di depan pintu asrama selalu menjerit kencang membangunkan seisi kamar asrama untuk memulai awal tahun ajaran baru. 

Di setiap kamar terlihat tak teratur, karena kamar mandi hanya ada satu di setiap kamar, maka lima anak harus saling bergantian, tapi bagaimana jika semua anak ingin mandi lebih dulu.

“Aku yang pertama!” seru Vero pada Liny dan Keira yang bangun lebih awal.

“Liny bangun lebih dulu dari kita Ve!” tegas Keira.

“Tunggu! Sebaiknya kita mengundinya saja!” sambung Fane dan Fani bersamaan.

“Lebih baik menggunakan urutan kartu pelajar saja!” ujar Liny dengan rambutnya yang acak-acakkan.

“Terserah deh!” sahut Vero lemas menerima hasil akhir yang memutuskan Liny untuk berada di urutan mandi pertama, kedua Keira, ketiga Fane dan Fani yang memutuskan mandi bersama, dan yang terakhir adalah Vero yang masih menggerutu dengan handuk pink yang tersangkut di lehernya.

Semua murid kelas satu, berjalan melewati jembatan menyusuri koridor kelas untuk mencari nama mereka masing-masing yang tertera di daftar siswa yang ditempelkan di depan pintu setiap kelas. 

Keira berjalan berdampingan bersama Liny, mereka berdua membawa peralatan tulis dan buku pelajaran, dengan mengenakan seragam berwarna merah, rok kotak-kotak berwarna merah tua.

Sangat serasi dipadu dengan kemeja lengan pendek berwarna putih yang dilapisi rompi sweater berwarna merah dengan lambang Pinewood di dada kiri rompi sweater v neck mereka.

Kemudian pita hitam yang menyilang di kerah kemeja putih, terlihat melengkapi seragam. Semua siswa terlihat semakin rapih dengan sepasang sepatu vantovel hitam dan kaos kaki hitam panjang yang keduanya memiliki lambang Pinewood. 

Sedangkan murid laki-laki mengenakan celana yang corak dan warnanya sama, kemeja putih, sepatu vantovel bertali, kaos kaki hitam panjang dan rompi sweater berlambang Pinewood.

Hanya saja dasi untuk murid laki-laki bentuknya panjang bercorak garis-garis merah tua dan hitam yang dimasukkan ke dalam sweater, sehingga hanya terlihat setengahnya saja dari luar.

Akhirnya Keira dan Liny menghentikan langkahnya di depan kelas 1E. Mereka segera memasukinya, setelah yakin namanya tercantum di daftar siswa. 

Liny berjalan menuju bangku pertama di baris ke dua yang masih kosong, diikuti oleh Keira yang duduk persis di belakangnya. 

Dua anak itu segera membuka laci yang terletak di samping meja dan memasukkan peralatan tulis mereka kedalam laci meja yang terbuat dari kayu berwarna coklat tua mengkilap.

Di dalam laci itu sudah tersedia sebuah tas berwarna hitam dengan penutup tas tertempel lambang Pinewood yang dimiliki semua murid. 

Sekilas Liny memalingkan wajahnya ke belakang dan menggerakkan alisnya sembari melirik ke arah pojok kanan, saat menatap Keira yang segera mengikuti arah pandangan Liny. 

Di pojok kanan dilihatnya Vero yang sedang mencoba menarik perhatian seseorang yang duduk di bangku lain di sebelah kirinya, dengan melambai-lambaikan tangannya meski tak dihiraukan.

“Dia lagi!” gerutu Keira melihat Rion yang ada di dalam kelas yang sama dengannya.

“Vero cewek yang agresif abisss!” seru Liny terkekah. 

Keira hanya menarik bibirnya tanpa mencoba tersenyum. Ia lebih fokus pada Rion yang tak diduga akan satu kelas dengannya.

Jam berbentuk pohon cemara yang terpasang di dinding kelas menunjukkan pukul 07:30 WIB saat seorang wanita yang mungkin seumuran dengan ibu Keira masuk ke kelas.

Wanita itu berambut coklat dengan wajah oval, kacamata berbingkai perak yang menghiasi matanya yang kecil, dan hidung mancung yang berada tepat di atas bibirnya yang merah dan tipis. 

Dengan senyuman ramah ia berjalan tegap di atas high heels nya yang hitam mengkilap, serasi dengan kemeja lengan panjang dan rok selututnya yang pas di tubuh tingginya.

“Morning Class!” seru wanita yang terlihat blesteran itu di depan semua siswa.

“My name is Lindsay Smith, call me Mrs.Lindsay!” lanjutnya pada murid-murid yang terpana melihatnya.

“Morning Mrs.Lindsay!” seru semua murid.

“Apa dia tidak bisa Bahasa Indonesia sama sekali?” gerutu Liny kesal, meski sudah sejak lama bersekolah di sekolah internasional, tetap saja ia tidak begitu suka bahasa Inggris.

“Mungkin bisa, tapi karena ini pelajaran Bahasa Inggris jadi dia memakai Bahasa Inggris,” bisik Keira pada Liny yang memundurkan kursinya beberapa senti ke meja Keira.

“Aduuuh! Benar-benar membuatku pusing!” keluh Liny mengacak-acak rambutnya yang mulai mengembang karena tak dijepit.

Dua jam berlalu pelajaran Bahasa Inggris berakhir, tapi sebelum Mrs.Lindsay melangkah keluar, ia berdiri di depan kelas dan menatap murid-muridnya yang sudah tak sabar untuk keluar kelas.

“Untuk tugas minggu depan, buatlah sebuah cerita pendek yang berhubungan dengan sekolah baru kalian!” perintah Mrs.Lindsay menggunakan Bahasa Indonesia yang sempurna.

“Ah…akhirnya dia mengatakan hal yang kumengerti,” 

Lniny lega mendengarnya, Keira melihat wanita itu keluar dari kelas, tapi di sudut pintu Mrs.Lindsay tiba-tiba berhenti dan segera melemparkan pandangannya pada Keira yang sedikit kaget karena bertabrak pandang dengan Mrs.Lindsay. 

Tapi tatapan gurunya itu justru membuatnya sedikit bingung dan merinding.

“Kei! Kei!” panggil Liny yang berjalan di samping Keira saat menyusuri koridor kelas menuju Perpustakaan.

“Ya?” sahut Keira terlihat bingung.

“Kamu kenapa sih dari tadi ngelamun terus? Masih mikirin tugas dari Mrs.Lindsay?”

“Nggak!” sahut Keira teringat tatapan aneh Mrs.Lindsay yang terekam jelas di otaknya.

“Setelah ini pelajaran apa?”

“Ilmu Psikologi!” jawab Liny yang makin aneh dengan sikap temannya.

Ruang perpustakaan yang dilengkapi dengan jaringan internet itu dijaga oleh seorang wanita tua bernama Hilda. 

Perpustakaan sekolah memiliki koleksi buku yang sangat lengkap, lemari-lemari besar yang tingginya tak lebih dari dua meter berjejer dengan buku-buku yang tertata rapih. 

Murid kelas E segera mengambil tempat masing-masing di deretan kursi dan meja yang tertata di tengah ruangan, saat seorang pria kecil memasuki ruang perpustakaan.

“Selamat siang semuanya!” 

”Siang pak!”

”Perkenalkan nama saya Guna, Pak Guna! Selamat datang di kelas Psikologi, dan karena kalian murid tahun pertama, maka saya ucapkan Selamat Datang di Pinewood!” seru pria kecil berkulit putih.

Pak Guna memiliki garis wajah keras yang terukir di tulang rahang dan pipinya yang tanpa lemak itu, suaranya terdengar melengking dan tangannya seringkali direntangkan lebar-lebar, membuat semua murid meringis. 

“Apa yang kalian tau tentang Psikologi?” Tanya Pak Guna yang langsung masuk ke materi pelajaran. Tapi sayang, tak ada satu pun murid yang menjawab pertanyaan guru itu, sebagian dari mereka hanya mendecih bosan.

“Baiklah! Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang keadaan jiwa, perilaku, dan juga proses mental seseorang. Dan biasanya seorang Psikolog akan mencoba membaca apa yang difikirkan dan mendengarkan apa yang diungkapkan oleh klien atau pasiennya dan dari situ maka akan diketahui keadaan jiwa atau pun mental pasien tersebut”.

“Apa yang dia bicarakan?” gumam Keira menatap Pak Guna tanpa semangat, ia masih membayangkan wajah Mrs.Lindsay yang belum mau beranjak dari otaknya.

“Kamu kenapa sih, Kei?” tanya Liny lagi.

“Apa dengan begitu seorang Psikolog bisa membaca fikiran seseorang dengan akurat?” 

Keira bangkit dari kursinya, semua murid tercengang menatapnya. Pak guru itu terlihat kaget saat mendengar pertanyaan muridnya, ia melebarkan matanya sesaat dan menelan ludah sebelum akhirnya ia mulai bicara.

“Asalkan dia bisa memahami dengan sungguh-sungguh perasaan orang itu, berkonsentrasi penuh, dan yang utama adalah mengacu pada apa yang telah dipelajarinya dan komunikasi, maka seorang psikolog akan tahu apa yang dirasakan dan apa yang dipikirkan oleh seseorang itu!”

“Tapi ada sebuah kata-kata yang biasa disebut ‘Kekuatan Pikiran’! Karena setiap orang mempunyai kekuatan dalam fikirannya masing-masing dan antara orang satu dan yang lainnya berbeda! Jadi sulit untuk mengetahui isi fikiran setiap orang secara akurat.” lanjut Pak Guna sembari tersenyum pada Keira.

“Kekuatan Pikiran?” ulang Keira terduduk kembali di kursinya. 

Entah apa yang ada di otak Keira, sehingga ia menanyakan hal aneh itu pada guru Psikologi yang baru mengajar di kelasnya.

Pelajaran telah usai, semua murid kembali ke asrama, di pintu gerbang asrama seorang penjaga telah bersiap melakukan tugasnya dan tak ada satu pun yang menyapa petugas yang berdiri seperti patung.

Sesekali beberapa murid mencoba meledek sang petugas, tapi tak ada yang berhasil, mungkin dia pikir dia penjaga istana kerajaan Inggris. 

Dan karena peristiwa kemarin sore dan tadi di kelas psikologi, beberapa murid di sepanjang jalan mulai mengosipkan Keira.

“Dia itu nggak waras!”

“Dia lagi cari perhatian kali!” bisik beberapa murid perempuan sambil menatap Keira dan Liny yang sedang berjalan di hadapan mereka.

“Kei! Aku duluan ya!” 

Liny memutuskan berjalan cepat meninggalkan Keira yang hanya bisa melihat temannya pergi meninggalkannya.

“Ternyata ini terulang lagi!” batin Keira melangkahkan kakinya yang terasa lemas, hingga ia tak bisa menahan beban tubuhnya.

Keira melihat kembali pintu kayu yang kemarin dimasukinya, matanya terpejam dan beberapa detik kemudian telunjuk kanannya mulai bergerak saat di dalam fikirannya terlihat tangga putar yang sangat tinggi.

Tanpa disadari telunjuknya terus bergerak menyusuri tangga putar itu, hingga sampai di pintu besi, dilihatnya pintu besi itu terkunci.

Tapi tak sulit bagi Keira untuk melihat dalam bayangannya pintu itu terbuka dan telunjuknya sampai di atap gedung selatan. Keira membuka matanya dan menyadari dirinya benar-benar ada di atap gedung selatan.

Dan kini ia melihat dengan jelas pemandangan yang sangat cerah dan hembusan angin di atap gedung membelai wajahnya. Tapi tiba-tiba selembar kertas terbang dan hinggap di wajahnya, tangannya segera meremas kertas itu.

Tapi saat hendak melemparnya sesuatu menarik perhatiannya. Keira membuka lembaran kertas lusuh itu dan memicingkan matanya untuk membaca tulisan besar yang tertera jelas di atasnya.

‘TELEPORTASI’

“Teleportasi?” ulang Keira kembali meremas kertas di tangannya dan saat itu juga langit menjadi mendung dan hujan mulai turun membasahi tubuhnya, dan terdengar suara samar-samar di telinganya.

“Keira! Kei!” panggil suara itu semakin jelas.

“Keira! Sadar Kei!” seru Liny memercikan air ke wajah Keira. 

“Liny?”

“Syukurlah, akhirnya kamu sadar juga! Aku minta maaf ya, tadi meninggalkanmu berjalan sendiri!” ujar Liny merasa bersalah.

“Memangnya aku kenapa?” tanya Keira.

“Kamu tadi pingsan di koridor kelas! Untung ada Rion,” 

"Rion?” ulang Keira.

“Iya, untung saja ada dia! Dia yang membawamu ke ruang kesehatan di lantai satu, menggunakan lift.”

"Apa?!?!” 

Keira segera beranjak dari kasur di ruang kesehatan, tapi ia terhenti saat merasakan sesuatu yang mengganjal di tangannya. 

Keira tak bisa berkata apapun saat dilihatnya sebuah kertas yang terremas kucel di genggamannya.

“Sudahlah Kei, jangan marah! Lagi pula dia sudah menolongmu!” saran Liny tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.

“Kamu sudah baikan? Kalau sudah lebih baik, sebaiknya kita kembali ke asrama, atau kita akan kehilangan makan siang kita!” ucapan Liny membangunkan Keira dari lamunannya.

“Benar, sepertinya aku merasa lebih baik!”

“Kamu sudah sadar?” tanya seorang wanita berbaju putih yang muncul dari tirai di samping ranjang ruang kesehatan.

“Apa dia sakit, Dok!” tanya Liny pada dokter sekolah  yang terlihat masih muda dan segar.

“Dia hanya terlalu lelah dan kurang tidur saja! Sebaiknya saat ada waktu senggang disiang hari gunakanlah untuk istirahat dan malam hari cukupkanlah tidur minimal 8 jam, dan karena cuaca sedang buruk maka jangan keluar saat hujan dan jangan terkena angin kencang, minum saja multivitamin untuk menambah daya tahan tubuhmu!”

“Mana mungkin aku bisa tidur nyenyak jika mimpi-mimpi itu masih mengikutiku!” batin Keira sembari memasukan kertas dalam genggamannya itu ke dalam saku rok nya.

Dengan langkah yang terasa hampa, Keira masuk ke dalam Lift bersama Liny, dalam 30 detik lift sudah berhenti di kelas satu, pintu lift terbuka. 

Keira dan Liny masih mengenakan seragam saat dilihatnya ruang makan asrama telah dipenuhi murid yang telah mengenakan pakaian casual mereka.

“Untung saja makanan dan Bu Berta belum datang,” celetuk Liny, mempercepat langkahnya menarik lengan Keira untuk segera masuk ke dalam kamar.

“Apa kau tetap mau jadi sahabatku, walaupun teman-teman yang lain selalu membicarakanku?” tanya Keira tiba-tiba di depan lemarinya yang menganga.

“Kei! Maafkan aku ya, atas kejadian tadi! Aku nggak peduli mereka mau ngomong apa tentang kamu, tapi yang jelas kamu teman yang baik!” ungkap Liny.

“Mau bersahabat denganku?” ujar Liny mengulurkan lengan kanannya yang segera disambut oleh Keira.

“Sebaiknya kita bergegas, sebelum Bu Berta memergoki kita di sini!” lanjut Liny yang mengenakan t-shirt berwarna hijau tua dengan skinny jeans yang menutupi mata kakinya.

Di ruang makan, lagi-lagi semua pandangan tertuju pada Keira, tatapan mereka seolah-olah melihat hantu atau alien saja. 

Keira dan Liny segera duduk di bangku mereka, sekilas terlihat Vero menatap Keira dengan geram, tapi untung saja Keira tak menanggapinya. 

Suasana ruang makan sangat riuh, tapi Bu Berta belum juga menunjukkan batang hidungnya, bahkan para pegawai dapurpun belum terlihat, tapi tak lama kemudian sebuah suara yang tak asing lagi menggelegar, dan membuat semua murid terdiam.

“Ada pengumuman penting, semua perhatikan! Karena ibu tak akan mengulangnya!” perintah Bu Berta dari ujung meja dan langsung dipatuhi oleh seisi ruang makan.

“Karena hari ini adalah tahun ajaran baru, maka akan diadakan acara awal tahun ajaran dan bagi murid kelas satu juga ada acara penyambutan,” ungkap Bu Berta, membuat semua murid senang.

“Acara itu akan diadakan sabtu depan di aula Pinewood yang berada di lantai dasar gedung selatan, pada pukul 18:00 WIB, semua murid Pinewood harus ikut serta dari kelas 1 sampai 3, dan kenakanlah pakaian seragam kalian dengan lengkap!” lanjut Bu Berta. 

Keira menatap Rion yang sedang sibuk mengobrol bersama teman-temannya, tapi Keira segera teringat dengan kata-kata yang tertulis di kertas itu.

“Apa itu mimpi? Tapi kenapa aku bisa membawa benda yang kupegang didalam mimpi ke dalam dunia nyata? Atau ada seseorang yang meletakkannya di tanganku? Tapi mana mungkin tepat seperti mimpiku?” tanya Keira dalam hati.

“Kei!” panggil Liny segera menyadarkan Keira dari lamunannya. 

“Kamu nggak makan?” lanjutnya pada Keira yang terlihat linglung saat melihat seonggok nasi yang tercetak rapi dan satu mangkuk sup ayam yang masih mengepulkan asapnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status