Share

Prolog

Prolog - Di Atas Awan dan Di Bawah Pohon

***

Dunia Atas, atau Tanah Suci Agraa, adalah tempat paling suci di alam semesta. Di sana Rhuen terus beregenerasi, memancarkan cahaya yang terang benderang. Letaknya di atas langit, sebuah tanah yang suci dan indah. Tempat di mana segala keajaiban terwujud dan khayalan menjadi kenyataan.

Peradaban di sana sungguh maju. Penghuninya dijuluki Keturunan Suci. Mereka dilahirkan atas berkat dari Rhuen— pelindung semesta yang agung.

Seluruh Keturunan Suci adalah Rhunis, dan memiliki tingkatan yang jauh melampaui Rhunis biasa yang hidup di Dunia Bawah.

Mereka mengemban amanah dari Rhuen, bertanggung jawab sebagai penjaga dunia. Menjaga keharmonisan alam dan menjauhkannya dari kehancuran, melindungi Dunia Atas dan Dunia Bawah beserta segala isinya dengan kebijaksanaan.

Tanah Suci Agraa adalah surga di atas bumi, dijaga dengan ketat oleh Keturunan Suci. Namun, kini tempat suci yang selalu dipercaya sebagai tempat penuh keberkahan itu telah berubah menjadi lautan api yang dipenuhi oleh kehancuran dimana-mana.

Tanah Suci Agraa, dunia teratas yang pernah damai dan indah, telah jatuh ke dalam kegelapan yang dalam.

"Kita telah kehilangan segalanya— Segala yang kita kerjakan dan jaga selama ini, hancur dalam sekejap. Aku merasa bersalah dan kecewa pada diriku sendiri. Aku tidak mampu melindungi tempat suci ini."

Dalam rahasia Keturunan Suci terungkap, sebuah kelahiran telah menjadi sebab kehancuran, menjadi awal dari semua kemalangan yang terjadi.

Seorang anak misterius, Sinhera, telah lahir dengan kekuatan misterius yang mampu membinasakan dunia. Tak ada yang tahu dari mana ia berasal, namun kabar burung menyebutkan ia datang dari dunia asing yang dipenuhi kejahatan dan kegelapan.

"Kita telah kehilangan rumah kita, kita telah kehilangan tempat suci yang selalu kita hormati, dan kita telah kehilangan harapan. Apa yang akan terjadi pada kita sekarang?"

"Kita harus mencari cara untuk memulihkan keadaan ini. Kita harus mengambil tindakan segera untuk menyelamatkan apa yang tersisa dari Tanah Suci Agraa. Kita tidak boleh menyerah."

"Kita akan mencoba semampu kita untuk mencari solusi. Kita tidak akan menyerah. Kita akan berjuang sampai titik darah penghabisan. Apa pun yang terjadi, kita harus tetap bersama dan saling mendukung satu sama lain."

Dalam keputusasaan, Keturunan Suci yang dikenal sebagai penjaga dunia, menyadari kekuatan misterius Sinhera tak mampu mereka hentikan.

Tuan Putri Cellestra, pemimpin paling dihormati di tanah suci Agraa, memberikan tugas agung bagi siapa saja yang dapat menemukan Sinhera, hidup atau mati.

Ia berjanji akan memberikan apa pun yang diminta oleh mereka yang berhasil menemukannya, bahkan nyawa dan tubuhnya sendiri.

"Dalam keterpurukan, kita telah menjelajahi seluruh penjuru Dunia Atas, namun Sinhera tetap tidak terlihat," ujar seorang Tetua Keturunan Suci dengan khawatir. "Mungkinkah dia berada di Dunia Bawah?"

"Dunia Bawah, adalah tempat kegelapan. Dipenuhi oleh bahaya yang mengintai, memang tidaklah mudah untuk dijelajahi, namun, kita tak punya pilihan lain selain mencari di sana," ujar Cellestra dengan keraguan.

Mata para pencari bertemu dengan penuh tekad, mereka sadar bahwa mencari Sinhera bukanlah tugas yang mudah. Akan tetapi, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Mereka harus bertindak cepat sebelum semuanya terlambat.

"Dunia bawah menyimpan bahaya yang tak terbayangkan," kata salah satu pencari dengan nada serius. "Kita harus berhati-hati dan siap menghadapi kekuatan gelap yang berkumpul di sana."

"Benar sekali," sahut Cellestra dengan suara tegas. "Waktu adalah musuh kita. Kita harus bergerak sekarang juga."

"Kita harus berani menghadapi risiko dan melangkah maju," ujar pencari lain tak kalah tegas. "Karena waktu terus berjalan, dunia semakin dekat pada kehancuran."

Mereka bersumpah mencari Sinhera, walaupun harus menantang rintangan dan bahaya yang menakutkan. Bersatu untuk menyelamatkan dunia dari malapetaka, meski berhadapan dengan kemungkinan kematian. Keyakinan mereka teguh, bahwa di dasar kegelapan yang pekat, masih tersisa harapan.

***

Di tengah Dunia Bawah yang kelam, manusia hidup bagai semut di antara makhluk raksasa yang lebih besar dan kuat diantara mereka. Para manusia kecil itu terus-menerus menghadapi ancaman dari serangga jahat yang mengintai mereka di setiap sudut wilayah.

Salah satu cara untuk bertahan hidup di Dunia Bawah adalah dengan mengambil alih sarang serangga, contohnya seperti sarang rayap pohon.

Di Dunia Bawah, sarang bekas rayap pohon menjadi tempat tinggal yang populer bagi para serangga seperti kumbang, laba-laba, dan serangga lainnya. Sarang-sarang ini menjadi tempat perlindungan yang aman dari predator dan elemen alam yang keras di dunia luar.

Meskipun sarang rayap memberikan perlindungan, tetap saja serangga dan parasit seperti jamur atau kutu dapat dengan mudah menyebar di dalamnya.

Untuk melawan serangga atau parasit yang berdatangan, manusia dunia bawah mengandalkan berbagai mekanisme pertahanan. Mereka membuat alat-alat tangguh, senjata-senjata mematikan, dan struktur pertahanan yang kokoh di dalam sarang rayap yang sudah mereka kuasai.

Selain itu, mereka menggunakan bahan-bahan alami seperti daun dan cabang untuk membuat furnitur, dekorasi, tangga, dan jembatan yang menghubungkan berbagai bagian rumah. Tidak hanya itu, mereka juga menciptakan lapisan pelindung dari bahan-bahan tertentu untuk mengurangi risiko serangan serangga atau parasit.

Selama bertahun-tahun, manusia kecil terus mengembangkan teknik dan mekanisme pertahanan yang semakin tangguh dan efektif untuk menjaga keamanan rumah mereka. Manusia di sana mampu beradaptasi dengan baik dengan lingkungan mereka.

Berbeda dari Dunia Atas yang damai dan minim konflik, manusia yang menghuni Dunia Bawah harus menghadapi banyak tantangan dan bahaya.

Mereka membuktikan, meskipun tubuh mereka kecil dan lemah, kecerdasan dan kemampuan strategi yang mereka miliki dapat membantu mereka dalam menghadapi berbagai tantangan dan bertahan hidup di dunia yang keras, tidak peduli seberapa buruk situasi dan kondisinya.

***

Di salah satu sarang yang paling terasingkan di Rumah Pohon. Angin bertiup kencang dan gemuruh petir memecah keheningan malam. Walaupun terlihat gelap, sarang ini memiliki sistem pencahayaan yang terbuat dari Rhuen yang berkilauan melalui celah-celah kecil.

Dinding sarang terbuat serpihan-serpihan kayu yang ditinggalkan oleh rayap saat membangun rumah, membuatnya semakin rapuh dan mudah hancur ketika terkena guyuran hujan. Tetesan air yang terus-menerus jatuh dari langit-langit sarang, membuat suasana semakin suram dan dingin.

Di dalam sarang kotor tersebut hiduplah seorang gadis muda berusia enam belas tahun bernama Irra, dan seorang anak laki-laki berusia lima tahun bernama Shorang, mereka sedang menikmati makan malam yang mereka siapkan dari sisa-sisa makanan pagi hari yaitu sup larva nyamuk, dan telur belalang rebus.

Sambil merasakan kehangatan dari api unggun kecil yang terletak di dekat mereka, Irra dan Shorang duduk dengan nyaman di atas tikar yang terbuat dari anyaman daun. Shorang kemudian dengan lembut memulai percakapan.

"Hei Irra."

"Menurutmu siapa yang akan menang dalam pertarungan ini? Apakah Dunia Atas dan Dunia Bawah akan selamat dari kehancuran?"

Irra menghela napas dalam-dalam, lalu dengan suara penuh pertimbangan ia menjawab, "Aku tidak tahu pasti. Tetapi, kita harus berharap bahwa mereka akan menemukan Sinhera secepat mungkin dan menghentikannya sebelum terlambat."

Shorang mengangguk mengerti, lalu melanjutkan dengan pertanyaan lain, "Menurutmu, apa yang akan terjadi di masa depan nanti?"

Irra menggelengkan kepalanya, "Aku hanya tahu satu hal, bahwa penderitaan dan kehancuran akan terus terjadi sampai Sinhera dikalahkan. Aku yakin bahwa Hantu Kekosongan, Liemo, akan kembali untuk menghentikan penderitaan ini."

"Siapa dia?" tanya Shorang dengan rasa ingin tahu yang besar.

"Dia adalah legenda masa lalu, Rhunis pertama dan terkuat sepanjang masa. Konon katanya, ia mampu menghentikan kekuatan gelap dan mengembalikan dunia ke dalam kedamaian," jawab Irra sambil tersenyum ramah.

Suara tetesan air mulai terdengar dari langit-langit sarang yang sedang bocor. Irra bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke sudut ruangan yang paling parah kebocorannya.

Dengan sigap, Irra mengambil wadah dari daun kering. Dia menempatkannya tepat di bawah lubang kecil di bagian langit-langit yang bocor. Dengan begitu, air hujan yang menetes bisa tertampung di dalamnya.

"Kenapa ini sering terjadi, Irra?" tanya Shorang.

Irra tetap fokus pada tugasnya sambil menjawab, "Iya, terkadang langit-langit ini bisa bocor kalau sedang hujan. Tapi jangan khawatir, kita sudah terbiasa menghadapi hal seperti ini bukan? Lagipula, kita tinggal di sebuah akar di bagian terluar pohon, jadi memang lumayan terbuka."

"Bukankah paman Hans sudah memperbaikinya? kamu juga sudah memberinya uang kan?" tanya Shorang, polos.

Raut wajah gadis berambut coklat itu turun, "Dia akan memperbaikinya lagi besok," Irra kemudian memaksakan senyumnya kembali.

Sambil memperhatikan tetesan air yang jatuh ke dalam wadah, anak itu mengangguk paham. Meski situasinya kurang ideal, mereka masih bisa menikmati makan malam mereka meskipun sarang tersebut terasa sangat kotor, gelap, dan dingin.

Dengan tatapan lembut, Irra menghela napas dan memandang Shorang dengan penuh perhatian. "Tempat ini memang sudah tua, kita telah tinggal di sini selama beberapa bulan. Maaf, aku tidak punya cukup uang untuk memperbaikinya atau bahkan pindah ke tempat lain yang lebih hangat dan—"

Irra menggigit bibirnya sejenak, merasa berat untuk mengungkapkan kenyataan tersebut. Setelah beberapa detik berlalu, Irra melanjutkan kalimatnya, "Tapi jangan khawatir, kita akan baik-baik saja. Kita bisa menghadapi ini bersama-sama."

Shorang hanya balas mengangguk, lalu kembali menyantap makan malamnya dengan lahap. Meskipun hidup mereka sederhana dan penuh kekurangan, mereka selalu berusaha untuk tetap bersyukur dan menjalani hidup dengan penuh harapan.

Mereka adalah bagian dari komunitas kecil yang berhasil bertahan hidup di Dunia Bawah, sebelumnya mereka bisa merasakan hidup dalam damai dan rukun. Namun, ketika kehancuran mulai menghantui tanah suci Agraa, hidup mereka juga terancam bahaya.

Setelah makan malam selesai, Irra mendekati Shorang dan memeluknya erat-erat. "Sudah waktunya kamu tidur, besok pagi, aku akan mengajakmu ke pusat barter seperti yang sudah kujanjikan kemarin, oke"

Shorang tersenyum lebar, "Terima kasih, Irra. Aku suka menghabiskan waktu bersamamu." Ia pun balas memeluk Irra.

Irra merasakan hatinya meleleh saat mendengar ucapan anak kecil itu. Dia merasa bahagia karena memiliki seseorang yang bisa dia lindungi dan dia sayangi. Meskipun kehidupan mereka sederhana, mereka selalu menemukan kebahagiaan di setiap kesempatan yang ada.

Irra kemudian bersiap-siap untuk pergi bekerja.

"Hei Irra, kenapa kamu selalu bekerja di malam hari? Pekerjaan apa yang kamu lakukan?" tanya Shorang dengan rasa penasaran yang semakin besar.

Dengan senyum misterius, Irra menjawab, "Rahasia." Kemudian, ia membuka pintu kamar dan mengambil selembar daun kecil untuk melindungi dirinya dari guyuran hujan.

Tanpa memberikan petunjuk arah pada Shorang, Irra berangkat menuju tujuan yang tidak diketahui kemana dirinya pergi.

Shorang merenung tentang alasan Irra pergi tanpa memberikan petunjuk arah. Namun, ada perasaan di dalam pikirannya yang mengatakan padanya untuk menunggu.

Mungkin saja ada masalah yang lebih besar yang harus diatasi oleh Irra, atau mungkin saja ada rahasia yang harus dijaga. Shorang memutuskan untuk sabar menunggu hingga Irra kembali.

Tetapi sisi lain, Shorang menjerit pilu dalam hatinya.

'Kumohon, jangan tinggalkan aku sendirian lagi, Irra.'

Terlihat jelas bahwa Shorang, anak yang terlahir tanpa orang tua, masih membutuhkan kasih sayang, cinta, dan sentuhan seperti anak-anak pada umumnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status