Share

Chapter 001

Chapter 001 - Koloni Semut Biru

***

Ray Cornelio, seorang pria berusia 30-an, berdiri di depan sebuah ruangan tersembunyi yang letaknya jarang diketahui oleh manusia biasa.

Ruangan itu terletak di bawah permukaan tanah, di tengah-tengah akar pohon yang menggelantung. Suara gemericik air terdengar dari sebuah sungai kecil yang mengalir di sekitarnya.

Pria itu memegang sebuah pemantik api dan memainkannya dengan hati-hati hingga akhirnya api menyala terang, menerangi lorong bawah tanah yang gelap pekat.

Angin sepoi-sepoi bertiup dari celah-celah dinding, Udaranya terasa dingin dan lembab, membuat dinding-dindingnya terasa basah dan berlendir.

Dalam kegelapan yang menyelimuti ruangan itu, hanya ada sedikit cahaya yang bisa tembus dari celah-celah dinding dan langit-langit yang retak. Di sudut ruangan, sebuah cahaya biru yang terbuat dari Rhuen menyala redup.

Meskipun hanya sedikit, cahaya itu cukup untuk memberikan tanda-tanda pada objek-objek di sekitarnya. Sinar biru itu memantul di dinding, menciptakan bayangan-bayangan misterius dan menjadikan suasana semakin gelap.

Pria dengan codet di pipi kanannya itu menghisap rokoknya dan meniup asapnya ke udara perlahan. Aroma asap rokok yang khas memenuhi sekitarnya dan perlahan memudar di atas rambut kuningnya yang disisir ke belakang.

Namun, jangan salah sangka. Walaupun atmosfer di dalam lorong bawah tanah ini tampak tenang dan damai, Ray telah menunggu dengan kesabaran yang cukup fantastis.

Puntung-puntung rokok berserakan di sekitarnya, menunjukkan bahwa ia telah menunggu cukup lama dalam kesendirian ini.

"Hei bocah, mau sampai kau membuatku menunggu?"

Ray memandangi sebuah pintu yang tidak kunjung terbuka, menarik napas panjang sebelum berteriak memanggil nama orang yang berada di balik pintu tersebut. Namun, tetap tak ada jawaban yang datang.

Dari balik pintu yang terbuat dari serpihan ranting, seorang remaja misterius mengintip dengan hati gusar. Dengan suara seraknya ia berbicara, "Berapa lagi uang yang kau butuhkan saat ini?"

Ray merasa jengkel dengan pertanyaan yang dilontarkan remaja itu. Namun, ia tetap mengambil napas dalam-dalam untuk menjawab dengan tenang, "Ayolah, aku tidak harus selalu meminjam uang kepadamu untuk datang ke sini."

Dari balik pintu, remaja itu tidak memberikan tanggapan apapun. Ray menghela napas, menghisap rokok yang masih tersisa di tangannya, ia menatap remaja itu dengan perasaan campur aduk.

Saat hendak bertanya, ekspresi aneh mulai terlihat di wajah Ray yang dingin. Sambil memalingkan wajahnya ia berkata, "Tapi, uh … memang ... memang kau punya berapa?"

Rasa malu dan ketidaknyamanan semakin terlihat jelas di wajahnya saat ia menunggu jawaban dari orang tersebut.

Seorang remaja dibalik pintu itu hanya menghela napas, kemudian melempar sekantong uang berisi 50 koin perak ditangannya kepada Ray, "Sudah, pergilah, itu sudah semua yang kumiliki" ujarnya lalu menutup pintu kembali.

Ray tidak hanya merasa cukup dengan menerima uang keberuntungan tersebut. Dia memperkuat kedatangannya dengan ucapan yang tegas, "Hai, aku serius. Aku punya sebuah misi untukmu. Kamu mungkin akan mendapatkan apa yang kamu inginkan jika kamu mau menerima tawaranku ini."

Tidak ada jawaban. Ray merasa kesal. Ia mengetuk pintu beberapa kali, tapi tetap tidak ada jawaban. Akhirnya, Ray memutuskan untuk membuka pintu itu dengan paksa.

Cahaya remang-remang dari beberapa lilin yang dinyalakan di sekitar ruangan menyoroti beberapa perabotan yang sederhana namun fungsional, seperti sebuah tempat tidur dari ranting-ranting kayu dan sebuah meja dari batang pohon yang diukir ala kadarnya.

Di dalam ruangan yang sempit tersebut, seorang remaja buta yang bertubuh kurus kering terlihat sedang duduk di atas alas kotor. Wajahnya pucat dan terlihat sangat lelah. Namun, matanya yang buta itu tetap terlihat tajam.

"Apa urusanmu?" tanya remaja itu tanpa menoleh ke arah Ray.

"Aku tadi bicara padamu, kan?" Ray memperingatkannya. Ia kemudian duduk di atas tempat tidur dan merasakan kelembutan daun-daun yang menjadi alas tidurnya.

"Iya, aku dengar," balas remaja tersebut dengan nada datar.

Dengan suara pelan, Ray menuturkan, "Aku punya sebuah misi dan butuh bantuanmu untuk menyelesaikannya. Aku diminta oleh Keturunan Suci untuk membasmi koloni Semut Biru di Lembah Gunung Pertama. Dengar-dengar mereka akan menggunakan sarang tersebut untuk membangun rumah pengungsian di sana."

Remaja buta itu akhirnya menoleh ke arah Ray, "Apa yang akan aku dapatkan sebagai imbalannya?"

"Bayarannya adalah seratus koin gold jika kau berhasil merebut sarang mereka, itu harga yang luar biasa bukan? dengan uang tersebut kau bahkan bisa pindah ke Dunia Atas tanpa harus membuang-buang waktu." jelas Ray dengan nada menggoda.

"Aku tidak tertarik dengan uang," sinis remaja tersebut.

"Hey, hey bukan itu bagian yang kau butuhkan, kau bisa berikan semua uangnya padaku… Apakah kau masih ingat dengan tujuanmu!? Kau tidak lupa dengan janjimu kepadanya kan?"

"kepadanya ya?" Remaja itu tersenyum sendu. Ia menekuk keningnya sembari menggaruk pelan rambut coklatnya yang penuh dengan kuman.

Ia memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Ray, tapi nampaknya remaja itu tetap tidak tertarik dengan tawaran tersebut.

Ia bersikeras untuk tidak menerima misi itu karena tidak terlalu menguntungkan baginya. Remaja itu kemudian berdiri dan berjalan menuju meja usang di depannya, membelakangi Ray yang masih fokus menghabiskan rokoknya.

Setelah cukup lama berpikir, remaja misterius itu tiba-tiba berbalik dan memutuskan untuk mengubah pikirannya, "Aku mau bertaruh," tegasnya.

Ekspresi Ray terlihat sedikit terkejut dan ia menarik napas panjang sebelum akhirnya menatap remaja itu dengan tatapan penuh harap.

"Apa maksudmu?" tanya Ray dengan bingung.

"Aku akan menerima misi ini, tapi jika aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan, kau harus berhenti menjadi kepala pencari," tegas remaja tersebut.

"Lalu uangnya?"

"Ambil saja, aku tidak membutuhkan itu, semua uangnya akan kuberikan padamu. Menang ataupun kalah."

Ray menyetujui permintaan bodoh tersebut dan menambahkan," Aku bertaruh bahwa kau akan sangat kesulitan kali ini. Meskipun kamu seorang Rhunis berbakat, tapi Jumlah semut di sana sangat banyak, bahkan aku saja akan kesulitan menghadapinya sendirian," jelas Ray, seraya membaringkan tubuhnya diatas kasur yang beralaskan daun.

"Sendirian?" tanya remaja itu heran. Ray mengulurkan jempol dan memberikan senyum iseng sambil menegaskan, "Tentu saja, kamu harus menyelesaikan misi ini sendirian. Aku tidak ingin kehilangan terlalu banyak orang saat ini. Jika ada bawahanku yang harus mati, itu haruslah kau, Shorang" kata Ray dengan nada jenaka.

Mendengar Ray berbicara seperti itu, Shorang hanya membalas singkat dengan mengacungkan jari tengah.

***

Sambil meraih selembar kain merah panjang, Shorang menutup matanya dengan pilu, lalu dengan tekad yang kuat ia berkata, "Hidup memang penuh dengan kemalangan, tapi kita tidak boleh menyerah begitu saja, benar kan, Irra??"

Shorang teringat kembali dengan apa yang telah disampaikan oleh Irra kepadanya saat masih kecil. Bahkan diumurnya yang genap 14 tahun ini, Shorang masih dengan jelas memahami setiap kalimat yang diucapkan oleh Irra dan menjadikannya sebagai inspirasi dalam berjuang menjalani hari.

Setelah itu, Shorang dengan hati-hati mengikat kain merah panjang tersebut di sekitar matanya yang buta.

Ia membiarkan kain itu menutupi kedua matanya dengan rapat, memberikan kesempatan untuk merenung dan mencari kekuatan dalam perjuangannya.

Shorang adalah salah satu manusia yang yang diberkati oleh Rhuen Suci, Meski tanpa harus melihat dunia, berkat kemampuan unik seorang Rhunis yang dimilikinya, Shorang masih dapat fokus pada suara dan perasaan di sekitarnya, memungkinkan ia untuk lebih peka terhadap setiap situasi yang akan dihadapinya.

Shorang mempersiapkan dirinya dengan cermat sebelum berangkat ke Lembah Gunung Pertama dimana Koloni Semut Biru bersarang.

Dia memilih sebilah pisau yang terbuat dari pahatan batu sebagai satu-satunya senjata yang akan menemaninya dalam perjalanan ini.

Meskipun dia tahu bahwa perjalanan ini sangat berbahaya, dia yakin bahwa dia bisa mengatasi semua rintangan yang akan dihadapinya.

Setelah berjalan beberapa hari dan melewati perjalanan yang sulit, Shorang akhirnya tiba di lokasi. Dia bersembunyi dari balik bebatuan dan merasakan koloni semut biru sedang berbaris rapi dengan postur mengancam di depannya.

Semut biru di Lembah Gunung Pertama terlihat sangat menyeramkan dengan ukuran yang sebanding dengan tubuh orang dewasa.

Tubuhnya berwarna biru tua yang terlihat sangat mencolok dan mengintimidasi.

Kepala mereka dilengkapi dengan dua antena yang terlihat sangat runcing dan tajam, serta di bawahnya terdapat mata yang besar berkilauan terang.

Gigi mereka terlihat panjang dan berliur, seolah siap untuk merobek apa saja yang berani mengganggu wilayah mereka.

Selain itu, tubuh semut biru juga terlihat sangat kuat. Tubuh mereka dilindungi oleh armor alami yang terlihat sangat kokoh dan sulit ditembus.

Setiap kaki semut biru dilengkapi dengan duri yang terlihat sangat tipis dan menusuk, sangat siap untuk mengoyak musuh-musuhnya.

Bahkan, sayap mereka yang kecil terlihat sangat berbahaya, karena dapat membantu mereka untuk melompat dan menyerang dengan gesit.

Wheeeeeihk.....

Suara nyaring keluar dari salah satu semut biru, sekilas terdengar seperti menyerupai suara desisan kecil.

"Sesuai informasi yang disampaikan oleh Ray, dia benar sekali, jumlah mereka benar-benar sulit aku perkirakan."

Tampaknya, semut biru di Lembah Gunung Pertama telah berkembang biak dengan sangat pesat, sehingga jumlahnya sangat sulit dihitung.

Merasakan semut biru dengan ciri-ciri fisik yang begitu menyeramkan, Shorang pasti merasakan adrenalin dan ketegangan yang luar biasa, karena ia harus menghadapi pertarungan yang sangat epik dan berdarah hanya bertemankan sebilah pisau dari pahatan batu.

Shorang tahu bahwa pertarungan yang akan dia hadapi akan sangat sulit dan memerlukan keahlian serta keberanian yang luar biasa.

Namun dia juga yakin bahwa dia tidak akan mundur begitu saja, dan dia siap menghadapi semut biru dengan segala cara yang dia miliki.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status