Share

Bab 7

"A–apa, maksudmu?!" ujar Verlyn sedikit menjauh dari Kayn.

Kedua pipi Verlyn menjadi merah seketika setelah Kayn berbisik di dekat telinganya. Kayn melipat kedua tangannya dan terdiam memperhatikan Verlyn dengan tatapan dingin, menunggu penjelasan Verlyn yang tampak sedang gugup di depannya sekarang.

"Mengaku saja, kau–orang–mesum, kan?!" tanya Kayn dengan nada sedikit tinggi.

Verlyn menggelengkan kepala dengan cepat. "Tidak, kau–salah! Sudah aku bilang, aku hanya mengantarkan makan siang untukmu dan ingin meminta maaf soal–"

"Perkataanmu di taman, tadi?" potong Kayn.

Verlyn mengangguk pelan dan menoleh ke arah Kayn. "Kau ingin aku, apa? Akan aku kabulkan itu, kecuali jika kau meminta untuk membatalkan perjodohan ini. Aku–tidak–mau," ujar Verlyn sambil menggelengkan kepalanya di akhir kalimat.

Kayn menghembuskan napasnya dan menatap tajam ke arah Verlyn. "Sudahlah, lupakan saja. Kau keluar sekarang, aku–merasa–tidak–nyaman jika kau berada di dekatku," ujar Kayn.

Verlyn terdiam sebentar setelah mendengar perkataan Kayn dan tersenyum. "Ternyata kau memiliki rasa malu juga, ya."

Kayn menatap Verlyn kesal. "Keluar–sekarang!" perintah Kayn.

Verlyn terkikik dan mengangguk. "Baiklah-baiklah, aku akan keluar, Kayn," ujar Verlyn sambil melangkah ke arah pintu.

Setelah sampai di dekat pintu, Verlyn menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Kayn yang masih memperhatikannya sambil memasang raut wajah kesal.

"Tapi, Kayn. Aku bersungguh-sungguh soal perkataanku di taman, tadi." Verlyn menggenggam gagang pintu perlahan. "Jika, kau–meremehkanku lagi seperti di pertemuan pertama kita pagi tadi.."

Verlyn membalikkan badannya ke arah Kayn dan tersenyum. "Aku tidak akan tinggal diam," ujar Verlyn lalu melangkah keluar dari kamar Kayn.

Sebelum menutup pintu, Verlyn menoleh kembali ke arah Kayn. "Aku lupa mengatakan ini, padahal ini penting," ujar Verlyn.

Kayn tetap diam meperhatikan Verlyn sambil melipat tangannya. "Kau memiliki badan yang bagus, ya!"

"Apa?! Kau benar-benar.." Kayn melangkah menghampiri Verlyn.

Verlyn tersenyum nakal dan langsung menutup pintu kamar Kayn lalu melangkah pergi.

"Tidak perlu berterima kasih, Kayn. Itu benar-benar pujian, dariku!"

*

"Sayang sekali, padahal kau bisa disini lebih lama, Verlyn," ujar Villian sedih.

Verlyn tersenyum dan memegang tangan Villian. "Aku akan mampir lagi, Ibu. Jangan khawatir!" ujar Verlyn menenangkan Villian.

Villian mengangguk dan tersenyum. "Ibu akan selalu menunggu kedatanganmu!"

"Datanglah kapan saja, Verlyn. Pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu!" ujar Khalix semangat.

"Hehe, baik, Ayah!" Verlyn mengkah masuk ke dalam mobil dan membuka kaca jendela mobilnya.

"Aku pergi dulu, Ayah, Ibu!" Verlyn melambaikan tangannya ke arah Khalix dan Villian.

Khalix dan Villian mengangguk dan ikut melambaikan tangannya ke arah Verlyn. "Hati-hati, Nak!" ujar Khalix dan Villian bersama.

Mobil yang di naiki Verlyn mulai melaju dan perlahan menghilang dari pandangan Khalix dan Villian.

Verlyn memandang keluar jendela sepanjang perjalanan dan melihat salah satu restoran yang membuatnya teringat tentang supir dan para pengawalnya yang belum makan siang sama sekali.

"Pak, kita berhenti di restoran depan sana, ya," perintah Verlyn kepada Pak Rian.

"Baik, Nona." Pak Rian pelan-pelan memberhentikan mobilnya dan parkir di depan sebuah restoran berbintang lima bernama Steaks't.

Para pengawal Verlyn ikut berhenti dan parkir di sisi mobil yang Verlyn naiki. Pak Rian turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Verlyn. Sebelum dia melangkah keluar dari mobil, Verlyn menggunakan kaca mata hitam agar orang lain tidak terlalu mengenalinya.

Keluar dari mobil, para pengawal Verlyn sudah siaga di belakangnya, karena sama-sama menggunakan kacamata hitam seperti para pengawalnya, Verlyn terkikik.

"Duh, jadi kayak–mamba–gini, ya. Haha.." Verlyn tertawa pelan kepada para pengawalnya. "Ayo kita masuk ke dalam," ajak Verlyn.

Para pengawalnya hanya tersenyum dan mengikuti Verlyn dari belakang, begitu juga dengan Pak Rian.

Sesampainya di dalam restoran, Verlyn memesan meja VIP dengan 6 kursi lalu meminta Pak Rian dan para pengawalnya untuk memilih menu makanan setelah Verlyn memaksa mereka untuk duduk di kursi masing-masing.

"Pesanlah sebanyak apapun–yang–kalian–mau," ujar Verlyn sambil tersenyum ke arah mereka.

Mereka hanya terdiam setelah mendengar perkataan Verlyn. 'Apa perkataanku ada yang, salah? Kenapa mereka terdiam?'

"Nona, tugas kami adalah melindungi Anda. Kami tidak berhak ikut makan seperti ini bersama Nona Verlyn, disini," ujar Farga sambil bangkit dari kursinya.

Saron, Divan dan Regi mengangguk setuju dan ikut bangkit dari kursi mereka.

"Jika Nona ingin makan, akan kami temani disini. Tapi, kami tidak bisa ikut makan, Nona," ujar Saron.

"Kami akan berdiri disini sambil menjaga Nona Verlyn, agar Anda bisa makan dengan nyaman," lanjut Divan.

Regi mengangguk. "Jika Anda membutuhkan apapun, bisa bilang kepa–"

"Aku tidak akan makan, jika kalian–tidak–ikut–makan," potong Verlyn tegas.

Farga, Divan, dan Saron terdiam, tapi tidak dengan Regi. "Tapi, Nona.."

"Pak Rian, tolong–jelaskan–kepada–mereka. Aku lupa mereka baru bekerja hari ini, uhh.." perintah Verlyn sambil melihat-lihat isi buku menu.

"Baik, Nona Verlyn." Pak Rian bangkit dari kursinya lalu menjelaskan beberapa hal yang di maksud oleh Verlyn.

Setelah menjelaskan kepada Farga, Divan, Saron dan Regi, mereka terdiam sejenak dan membungkukkan badan mereka.

"Maaf–kan kelancangan kami, Nona Verlyn!" ucap mereka serempak.

Verlyn terdiam sesaat dan mengangguk. "Tidak apa-apa, sekarang kalian sudah mengerti, kan?" tanya Verlyn.

"Kami mengerti, Nona Verlyn!" ujar mereka kembali.

"Baguslah, sekarang kalian duduk dan pesanlah apapun–yang–kalian–mau, akan aku bayar semuanya!" ujar Verlyn bersemangat.

Farga, Divan, Saron dan Regi mengangguk senang dan kembali duduk lalu melihat-lihat isi buku menu untuk memesan begitu juga dengan Pak Rian. Setelah itu mereka berbincang-bincang sambil menunggu pesanan mereka datang.

Verlyn yang sedang asik tertawa bersama para pengawalnya, di kejutkan dengan getaran dari ponselnya. 'Nomor tidak, dikenal?' batin Verlyn setelah melihat layar ponselnya.

"Ada apa, Nona Verlyn?" tanya Saron.

Verlyn menggeleng. "Bukan apa-apa, lanjutkan saja perbincangan kalian. Aku ingin pergi ke toilet dulu, sebentar."

Verlyn bangkit dari kursinya dan melangkah pergi ke arah toilet. Dia masuk ke dalam salah satu bilik kamar mandi dan mengangkat panggilan dari nomor tidak dikenal itu.

"Hallo?" ujar Verlyn.

Tidak ada suara yang terdengar. 'Apa, sih? Ga–jelas–banget–jadi, manusia!'

Verlyn langsung mematikan panggilan tersebut dan memasukkan ponselnya ke dalam saku jas, lalu keluar dari bilik kamar mandi dan mencuci tangan di wastafel.

Dia bercermin sebentar lalu melangkah pergi tanpa melihat-lihat, alhasil Verlyn tidak sengaja menabrak seseorang di depannya, membuat kacamata hitamnya jatuh seketika.

"Aw.. kacamataku!" Verlyn langsung mengambil kacamata hitamnya dan melihat seorang wanita dengan rambut panjang bergelombang berwarna coklat berada di depannya sekarang.

Verlyn membungkukkan badannya sedikit. "Maaf, aku tidak sengaja menabrak, Anda."

"Dasar pengganggu!" ketus wanita itu pelan.

Wanita itu melipat tangannya dan langsung melangkah ke wastafel tanpa membalas ucapan Verlyn.

Verlyn menghembuskan napasnya dan berbalik menghadap ke arah wanita itu. "Apa kau tidak bisa membalas perkataanku, dulu?" tanya Verlyn dingin.

Wanita itu memutar bola matanya dan menatap Verlyn tajam. "Untuk apa? Kau sudah meminta maaf, lalu aku harus, apa?" tanya wanita itu.

'Wanita ini benar-benar menyebal– Eh?' Verlyn melihat mata wanita tersebut dan baru menyadari warna mata wanita tersebut adalah biru safir. Warna yang tampak tidak asing bagi Verlyn.

'Warna mata itu? Aku seperti pernah–melihatnya. Tapi, kapan?'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status