Share

Bab 6

Kayn mengernyitkan dahinya setelah melihat Verlyn yang sedang duduk di sebelah Villian dan tersenyum polos, seolah tidak ada masalah di antara mereka.

"Kita bertemu lagi! Dunia ini memang–sempit–ya, Tuan Kayn!" ujar Verlyn senang.

Verlyn bangun dan memeluk lengan Kayn. "Atur ekspresimu, Tuan! Ini demi dirimu juga," ucap Verlyn pelan dan kembali tersenyum ke arah Khalix dan Villian.

Kayn memasang senyuman terpaksa di wajahnya dan mengangguk. "Iya, Nona Verlyn. Aku harap kita bisa sering bertemu–seperti–ini, ya!" balas Kayn dengan nada senang yang di paksakan.

Walau Verlyn tahu Kayn terpaksa mengatakan itu untuk dirinya sendiri, tapi Verlyn merasa bahagia dan memeluk lengan Kayn dengan lebih erat, membuatnya merasa semakin tidak nyaman.

"Bisa kau lepaskan pelukkanmu, itu? Aku merasa tidak nyaman!" ucap Kayn pelan.

"Kau tidak jago akting ya, Tuan?" balas Verlyn pelan.

"Ibu jadi teringat masa muda saat melihat kalian," ujar Villian, membuat Verlyn dan Kayn langsung menoleh ke arah Villian yang sedang melihat ke arah mereka sembari tersenyum.

Khalix berdeham dan mengangguk tanda setuju dengan ucapan Villian. "Ayah lebih suka kalian memanggil dengan nama masing-masing, itu akan membuat kalian menjadi–semakin–dekat," ujar Khalix.

"Aku setuju, Ayah!" balas Verlyn bersemangat.

Kayn terkejut setelah mendengar ucapan Verlyn dan menoleh ke arahnya. "Bagaimana–bisa, kau.."

Verlyn menoleh ke arah Kayn dan tersenyum licik.

Villian mengangguk dan menoleh ke arah Verlyn dan Kayn. "Kayn, temanilah Verlyn berkeliling ke taman belakang. Disana ada banyak macam-macam bunga yang mungkin saja Verlyn menyukainya."

Verlyn menjadi bersemangat setelah mendengar ucapan Villian dan mengangguk senang. "Terima kasih, Ibu!"

Verlyn menggenggam tangan Kayn dan menariknya. "Ayo Kayn, kita berkeliling sekarang!"

"Kau belum menjawab pertanyaanku, Ver–" kata-kata Kayn terpotong.

"Kami pergi dulu, Ayah, Ibu!" ujar Verlyn sembari melambaikan tangannya dan melangkah pergi bersama Kayn.

Setelah Verlyn dan Kayn hilang dari balik pintu, Villian menatap tajam ke arah Khalix. "Perjodohan ini harus berhasil, aku tidak ingin Kayn menikah dengan wanita lain kecuali Verlyn seorang, Sayang."

*

"Kau bisa melepas tanganku sekarang, kan?" ujar Kayn dengan nada kesal.

"Ups, maaf." Verlyn melepas genggaman tangannya dari tangan Kayn dan melihat ke sekitar.

Dia takjub dengan pemandangan taman yang penuh dengan berbagai jenis bunga. "Pemandangan disini indah sekali! Sangat sejuk meskipun cuaca hari ini sedang panas," puji Verlyn.

"Apa kau bisa menjawab–pertanyaanku, sekarang?" tanya Kayn tanpa basa basi.

Verlyn menatap Kayn sebentar dan mengangguk. Dia berbalik dan menghampiri para pengawalnya yang berada tidak jauh di belakangnya. "Kalian bisa pergi, aku akan aman disini karena Kayn bersamaku," ujar Verlyn lembut.

Mereka mengangguk. "Jika Nona membutuhkan sesuatu, panggil saja kami," ujar Farga.

Verlyn mengangguk dan mereka membungkukkan badan sedikit sebelum pergi meninggalkan Verlyn dan Kayn berdua di taman.

"Jadi, bagaimana kau bisa cepat akrab dengan kedua orang tuaku?" tanya Kayn lagi.

Verlyn menghembuskan napasnya dan berbalik menghadap Kayn. "Seperti yang kau tahu, kita di jodohkan oleh kedua orang kita masing-masing. Wajar kan kalau kedua orang tuamu mudah membuka hati–kepadaku?"

"Jangan bertele-tele, apa maumu setelah berhasil membuka hati kedua orang tuaku?" tanya Kayn tegas.

"Kau cepat tanggap, ya?" Verlyn melangkah mendekati sebuah bunga yang berada tidak jauh dari posisi Kayn berada.

"Apa maksud–"

"Bunga Geranium berwarna biru ini cantik sekali, bukan?" Verlyn mengubah topik pembicaraan.

Kayn mengernyitkan dahi dan menatap Verlyn kesal. "Jangan mengubah topik, apa maksud dari perkataanmu sebelumnya itu, hah?!"

Verlyn bangun dan tersenyum. "Itu.." Verlyn melihat pelayan rumah Kayn datang menghampiri mereka di belakang Kayn. "Bunga ini mirip–seperti–warna–matamu. Benar, kan?"

"Permisi, Tuan, Nona, Nyonya besar meminta Anda berdua sekalian untuk masuk ke dalam karena sudah masuk waktu makan siang," ujar salah satu pelayan rumah Kayn yang berada tidak jauh dari mereka.

Verlyn mengangguk. "Baiklah, kami akan segera masuk ke dalam."

Pelayan tersebut membungkukkan badannya dan pamit pergi sedangkan Verlyn dan Kayn masih terdiam di tempat mereka masing-masing.

"Kita lanjutkan pembicaraan ini nanti saja," ujar Verlyn sembari melangkah melewati Kayn.

"Secepatnya, akan aku ungkap sifat aslimu ini di depan–kedua orang tuaku," ujar Kayn dingin.

Verlyn menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Kayn. "Kau berbicara seperti itu seolah kau–sudah–sangat–mengenal–diriku, itu lucu!"

*

"Apa benar saya boleh ikut makan siang disini, Ayah, Ibu?" tanya Verlyn memastikan.

Khalix mengangguk mantap. "Kau sudah bertanya seperti itu sebanyak tiga kali, Verlyn. Anggaplah ini sebagai rumahmu sendiri, tidak perlu sungkan begitu, Nak."

"Makanlah yang banyak, Verlyn! Semoga makanan disini cocok dengan lidahmu," ujar Villian senang.

Verlyn mengangguk malu. "Hehe, terima kasih Ayah, Ibu!"

Kayn yang duduk di depan Verlyn tiba-tiba bangkit dari kursinya. "Aku akan makan nanti, aku ingin istirahat di kamarku." Kayn melangkah pergi meninggalkan meja makan dan menaiki tangga menuju kamarnya.

Verlyn terus memperhatikan Kayn hingga dia tidak terlihat dari balik pintu kamarnya, Villian menghela napasnya. "Tidak perlu di pikirkan, Verlyn. Kayn memang suka seperti itu jika dia terlalu lelah, lanjutkan saja makanmu."

Verlyn mengangguk. 'Apa perkataanku tadi di taman menyinggung perasaannya, ya?'

Saat sedang melanjutkan makan, tiba-tiba muncul ide di kepalanya. "Ibu, apa aku boleh mengantarkan makanan ke kamar Kayn? Mungkin candaanku di taman tadi sedikit–menyinggung–perasaannya, jadi aku ingin meminta maaf kepadanga sekalian aku mengantar makan siang untuknya," jelas Verlyn.

"Ide yang bagus, Verlyn!" puji Khalix.

Villian mengangguk. "Ibu pasti memberi izin, Nak. Sekarang habiskan dulu makananmu lalu setelah itu kau boleh antarkan makanan ke kamar Kayn, ya."

Verlyn mengangguk senang dan melanjutkan makan bersama dengan Villian dan Khalix.

Setelah selesai menghabiskan makanan di piringnya, Verlyn membawa nampan berisi makanan, minuman dan sedikit cemilan untuk Kayn.

"Ibu, aku antarkan ini dulu ke kamar Kayn, ya," ujar Verlyn.

Villian mengangguk. "Hati-hati membawanya, Nak! Jika kesulitan, kau bisa meminta tolong kepada pelayan."

"Baik!" balas Verlyn.

Verlyn perlahan menaiki anak tangga demi anak tangga dan sampailah dia di depan pintu berwarna hitam, ruangan yang di masuki oleh Kayn tadi.

'Ini pasti kamarnya, kan?'

Verlyn mengetuk pintu tersebut beberapa kali dan tidak ada jawaban dari dalam. "Aku masuk, ya?" Verlyn menggerakkan gagang pintu dan pintu terbuka.

Verlyn melangkah masuk dan benar saja bahwa ruangan tersebut adalah kamar Kayn. Verlyn melihat ke dalam dan tidak ada tanda-tanda keberadaan Kayn sama sekali.

'Aku taruh makanannya di nakas sebelah kasur deh, kalau di kasur nanti bisa saja tumpah.' Verlyn menaruh nampan berisi makanan dan minuman tersebut di atas nakas dan hendak melangkah keluar kamar.

Verlyn membalikkan badannya dan melihat Kayn yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk yang di ikat di pinggulnya, rambutnya juga terlihat basah.

Kayn terkejut melihat Verlyn sedang berada di kamarnya. "Apa yang kau lakukan di kamarku?!" tanya Kayn dengan nada marah.

Verlyn langsung menoleh ke arah lain. "A–aku tidak terlalu melihat, kok. Aku kesini hanya–untuk–mengantarkan makan siang untukmu dan, eh–"

Verlyn tidak sadar bahwa Kayn sudah berada tepat di depannya dan mendekat ke telinga Verlyn.

"Selain serakah dan licik, kau juga orang–mesum, ya?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status